Rabu, 03 Mei 2017

Khafidin 1423305243 PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM (MI MA’ARIF NU 1 SINDANG KABUPATEN PURBALINGGA DAN PONDOK PESANTREN ROUDLOTUL ‘ULUM PURWOKERTO)

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM DI LEMBAGA FORMAL DAN NON FORMAL (MI MA’ARIF NU 1 SINDANG KABUPATEN PURBALINGGA DAN PONDOK PESANTREN ROUDLOTUL ‘ULUM PURWOKERTO)


Makalah disusun guna memenuhi tugas terstrktur mata
kuliah Kapita Selekta Pendidikan Islam
Dosen pengampu Rahman Afandi, M. S. I.
Disusun oleh
Khafidin         1423305243

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PURWOKERTO
2017


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Misi utama yang diemban oleh institusi pendidikan islam adalah menjadikan manusia-manusia beriman dan berpengetahuan, yang keberadaannya antara satu dengan yang lainnya saling menunjang dalam melahirkan peradaban. Dimensi keimanan dan pengetahuan menjadi variabel utama dalam menjaga keseimbangan kepribadian pada diri setiap manusia. Keimanan akan selalu berorientasi pada ketaqwaan dan membawa manusia pada kebenaran dalam menetapkan misi pengembangan ilmu pengetahan. Lembaga pendidikan Islam terbagi menjadi tiga, yaitu lembaga formal, lembaga Informal, dan nonformal. Lembaga-lembaga inilah yang nantinya akan mencetak manusia-manusia yang berilmu dan berkeadaban. Pendidikan yang diajarkan dilembaga-lembaga tersebut yaitu sebuah pendidikan yang mampu membentuk manusia yang unggul secara intelektual, kaya dalam amal serta anggun dalam moral dan kebajikan.
Peran pendidikan sangat penting dalam kehidupan manusia bahkan tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan proses kehidupan manusia. Dengan kata lain, kebutuhan manusia terhadap pendidikan bersifat mutlak dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat, bangsa, dan negara. Dalam pendidikan Islam era modern ini banyak ditemukan problematika-problematika didalamnya yang perlu mendapat perhatian. Problematika pendidikan muncul tidak hanya didalam satu jenis lembaga saja, melainkan semua jenis lembaga baik lembaga formal, non formal, ataupun informal. Untuk itu kita sebagai generasi muda yang berwawasan tinggi harus dapat mengidentifikasi suatu problematika, agar pendidikan dimasa yang akan datang bisa berjalan ke arah yang lebih baik lagi.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian pendidikan islam ?
2.      Menjelaskan lembaga-lembaga pendidikan islam ?
3.      Bagaimana problematika pendidikan islam di lembaga formal dan non formal ?

C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian pendidikan islam.
2.      Untuk mengetahui lembaga-lembaga pendidikan islam.
3.      Untuk mengetahui problematika-problematika islam di lembaga formal dan non formal.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Waktu dan Tempat Pembahasan
1.      Lembaga Pendidikan Formal
a.       Waktu :Sabtu, 22 April 2017
b.      Tempat: Aula Pendidikan Sekolah
2.      Lembaga Pendidikan Formal
a.       Waktu : Selasa, 26 April 2017
b.      Tempat: Kantor Pondok Pesantren

B.     Gambaran Umum Sekolah
1        Lembaga Pendidikan Formal
a.       Identitas Sekolah: MI MA’ARIF NU 1 SINDANG KABUPATEN PURBALINGGA

b.      Visi dan Misi
Visi:
“Mewujudkan Madrasah Yang Melahirkan Generasi Penerus YangBerakhlakul Karimah, cerdas, Terampil, Mandiri, Inovatif, Serta
Unggul Dalam Prestasi”.

Misi:
1.      Membentuk sumber daya manusia yang aktif, kreatif, inovatif, cerdas,
trampil, mandiri serta berkualitas
2.      Menyiapkan generasi yang unggul dalam bidang IMTAQ dan IPTEK serta berwawasan luas
3.      Menumbuhkan penghayatan dan pengamalan terhadap ajaran agama sehingga terbangun insan berbudi luhur serta berakhlakul

c.       Ekstra kulikuler
1.      OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah Atau Madrasah)
2.      Ekstra kulikuler Pramuka
3.      Ekstra kulikuller
4.      Ekstra kulikuler sepak bola


2        Lembaga Pendidikan Nonformal
a.       Identitas Sekolah: PONDOK PESANTREN ROUDLOTUL ‘ULUM PURWOKERTO
b.      Alamat: JL. Kamandaka Gg. Balong – Karangsalam Kidul Rt. 02/ Rw. 04 Kedung Banteng – Banyumas. Kode Pos 52152.

C.    Pengertian Pendidikan Islam
Ilmu pendidian Islam adalah Ilmu pendidikan yang berdasrkan Islam. Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Islam berisi seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia, ajaran itu dirumuskan berdasrkan dan bersumber pada Al-Qur’am dan Al-Hadits, serta akal.[1]
Pendiidikan Islam dapat dirumuskan dalam beberapa istilah, yaitu  tarbiyah, ta’lim, ta’dib, dan tadris. Tarbiyah dapat diartikan dengan “proses transformasi ilmu pengetahuan dari pendidik ke peserta didik, agar ia memiliki sikap dan semangat yang tinggi dalam memahami dan menyadari kehidupannya, sehingga terbentuk ketakwaan, budi pekerti, dan kepribadian yang luhur”. Ta’lim sebagian para ahli menerjemahkan istilah tarbiyah dengan pendidikan, sedangkan ta’lim diterjemahkan dengan pengajaran. Muhammad Rasyid Ridha mengartikan ta’lim dengan “proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu”. Pengertian ini didasarkan pada Firman Allah SWT dal QS Al-Baqarah ayat 31. Ta’dib lazimnya diterjemahkan dengan pendidikan sopan santun, tatkrama, adab, budi pekeri, akhlak, dan etika. Ta’dib yang seakar dengan adab memiliki arti pendidikan peradaban atau kebudayaan. Artinya, orang yang berpendidikan adalah orang yang berperadaban, sebaliknya peradaban yang berkualitas dapat diraih melalui pendidikan. [2]



D.    Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga pendidikan islam adalah wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan islam yang bersamaan dengan proses pembudayaan. Proses yang dimaksudkan adalah dimulai dari lingkungan keluarga. Pendidkan islam yang berlangsung melalui proses operasional menuju tujuannya, memerlukan model dan sistem yang konsisten dan dapat mendukung nilai-nilai moral spiritual yang melandasinya. Nilai-nilai tersebut diaktualisasikan berdasarkan orientasi kebutuhan perkembangan fitrah siswa yang dipadu dengan pengaruh lingkungan kultural yang ada.
Berbicara tentang lembaga-lembaga pendidikan islam memang terdapat banyak jenis dan bentuknya, yaitu:
1.      Pesantren
Pesaantren merupakan lembaga pendidikan tradisional islam untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran islam dengan menekankan pentingnya moral agama islam sebagai pedoman hidup masyarakat sehari-hari. sebagai suatu lembaga pendidikan islam, pesantren dari sudut historis kultural dapat dikatakan sebagai “training center” yang otomatis menjadi “cultural central” islam yang disahkan atau dilembagakan oleh masyarakat islam sendiri yang secara defacto tidak dapat diabaikan oleh pemerintah.[3]
Ciri-ciri pondok pesantren yaitu:
a.       Adanya hubungan yang akrab antara murid (para santri) dengan sosok kiyai.
b.      Tunduknya santri kepada kiyai.
c.       Hidup hemat dan sederhana memang benar-benar dulakukan dalam kehidupan pesantren.
d.      Semangat menolong diri sendiri amat terasa dan kentara di pesantren.
e.       Jiwa tolong menolong dan suasana persaudaraan sangat mewarnai pergaulan di pesantren.
f.       Disiplin sangat ditekankan dalam kehidupan di lingkungan pondok pesantren.
g.      Berani menderita untuk mencapai sesuatu tujuan merupakan salah satu pendidikan yang diperoleh di pesantren.[4]
2.      Madrasah
Madrasah merupakan “isim makan” kata “darasa” dalam bahasa Arab, yang berarti “temppat duduk untuk belajar” atau populer dengan sekolah. Sistem pendidikan dan pengajaran yang digunakan pada madrasah merupakan perpaduan antara pondok pesantren dengan sistem yang berlaku pada sekolah-seklah moderen. Proses perpaduan tersebut berlangsung secara berangsur-angsur, mulai darai mengikuti sistem klasikal. Sistem pengajaran kitab, diganti dengan bidang-bidang pengajaran tertentu, walaupun masih menggunakan kitab-kitab yang lama.         Adapun pengetahuan umum yang diajarkan pada madrasah pada masa-masa awal adalah:
a.       Membaca dan menulis (Huruf Laatin) bahasa Indonesia.
b.      Berhitung.
c.       Ilmu bumi.
d.      Sejarah Indonesia dan dunia.
e.       Olahraga dan kesehatan.[5]
3.      Majelis Taklim
Bila dilihat dari struktur organisasinya, termasuk organisasi pendidikan luar sekolah atau satu lembaga pendidikan islam yang bersifat nonformal, yang senantiasa menanamkan akhlak yang luhur dan mulia, meningkatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan ketrampilan jama’ahnya, serta memberantas kebodohan umat islam agar dapat memperoleh kehidupan yang bahagia dan sejahtera serta diridhoi oelh Allah SWT.[6]
4.      Institut Agama Islam Negeri
Untuk adaptasi bagi mereka yang ingin berstudi di lembaga pendidikan STI (Sekolah Tinggi Islam), diberikan materi-materi di kegiatan mamatrikulasi. Pada tingkat martikulasi ini terbuka bagi pemegang pemegang ijazah Sekolah Menengah Atas , dan bagi mereka yang lulus Madrasah Aliyah. Umumnya kedua lulusan ini memerlukan kursus pendahuluan selama satu atau dua tahun. Bagi lulusan SMA, dimaksudkan untuk menambah wawasan pengetahuan Bahasa Arabdan pengetahuan agama, sedangkan bagi lulusan MA utnuk memperoleh mutu yang lebih tinggi dalam pengetahuan umum. Sementara itu bagi karier dimasa depan para lulusan, disebutkanlah jabatan-jabatan sebagai berikut:
a.       Sebagai guru agama pada berbagai macam sekolah.
b.      Pejabat pada peradilan agama.
c.       Sebagai pegawai negeri dan dinas keagamaan.[7]


E.     Hasil Penelitian (Problematika)
1.      Lembaga Pendidikan Formal
Pendidikan formal merupakan jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang dengan mengikuti syarat-syarat yang jelas yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Didalam pendidikan formal terdapat berbagaimacam jenis pelajaran yang diajarkan, tidak hanya pelajaran umum melainkan terdapat juga pelajaran agama yang dipelajarinya. Lembaga pendidiakn formal yang saya teliti yaitu di Mi Ma’arif Nu 1 Sindang Kabupaten Purbalingga. Di Mi Ma’arif Nu 1 Sindang Kabupaten Purbalingga masih terdapat problematika pendidikan yang saya temukan. Diantara problematika tersebut yaitu seperti sarana dan prasarana yang belum sepenuhnya terpenuhi. Sarana dan prasarana yang terdapat di sekolahan tersebut saya bisa katakan sudah cukup memadai dan sudah baik, namun masih harus dilengkapi supaya dapat menunjang pembelajaran yang lebih efektif dan efisien lagi serta siswa-siswi di MI tersebut semangat belajarnya semakin tinggi. Selain itu belum terpenuhinya lab praktik khusus bagi kegiatan keagamaan. Seperti yang kita ketahui bahwasannya suatu kegiatan apabila hanya disampaikan dengan materi saja, maka pemahaman sisiwa kurang dapat berkembang. Lain halnya jika dilengkapi dengan cara praktik langsung maka sisiwa seolah-olah melakukan hal tersebut secara nyata tidak hanya sebatas dalam angan-angan saja. Seperti contohnya praktik haji atau umroh, praktik sholat jenazah, memandikan jenazah dan seterusnya serta praktik zakat dan lain-lain. Problematika yang berkembang dizaman modern seperti ini yaitu maraknya penggunaan HP yang berlebehin bagi kalangan anak-anak, sehingga mempengaruhi prestasi hasil belajar siswa disekolah. Anak-anak pada zaman sekarang lebih senang bermain HP dari pada belajar. Karena tekhnologi yang ada di HP sangat menggiurkan, yaitu seperti game, bbm, instagram facebook dan lain-lain masih banyak lagi. Untuk itu diperlukang pengawasan dari orang tua yang lebih intens lagi.

2.      Lembaga Pendidikan Nonformal
Problematika yang saya temukan didalam lembaga pendidikan nonformal pondok pesantren yaitu kurang begitu diminati oleh masyarakat. Mereka menganggap bahwa di dalam pondok pesantren akan merasa tertekan oleh peraturan yang berjalan didalamnya. Namun sesungguhnya peraturan-peraturan yang dibuat didalam pondok untuk mendidik santri-santrinya supaya berperilaku disiplin dan taat kepada Allah SWT. Jadi pada intinya pendidikan islam dipondok pesantren jarang sekali diminati dan hanya dari sebagian mereka yang ingin benar-benar menuntut ilmu di pondok pesantren.
Ada beberapa dari mereka yang mau belajar dipondok akan tetapi semua itu berdasarkan atas perintah dari orang tuanya yang memaksa anaknya supaya tinggal dan belajar dipondok. Semua itu akan menjadi problematika tersendiri dan menimbulkan masalah baru dalam pendidikan islam di lembaga nonformal pondok pesantren. Contoh problematika yang ditimbulkan dari masalah seperti itu yaitu, menghadapi sifat santri yang malas diatur, suka mbolos saat kegiatan belajar mengajar dimulai (ngaji), kurang memperhatikan saat pembelajaran, dan suka melanggar aturan-aturan pondok yang berlaku. Problematika lain yang terdapat di pondok pesantren Roudlotul ‘Ulum Purwokerto yang saya teliti yaitu masih kurangnya tenaga pendidik yang mengampu santri-santri. Selain itu, kurikulum yanng berjalan di pondok pesantren tersebut masih kuranng begitu jelas dan masih perlu pengembangan ke arah yang lebih baik lagi supaya kegiatan belaja mengajar dapat berjalan lebih efektif dan efisien.






BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan kajian-kajian diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwasanya suatu lembaga pendidikan formal maupun non formal masih terdapat suatu problematika-problematika yang harus diselesaikan dan dituntaskan, agar suatu pembelajaran dapat berjalan dengan lancar dan efektif. Utntuk itu, semua elemen yang tergabung dalam lembaga-lembaga yang bersangkutan harus saling kerja sama dan membantu satu sama lain agar problem-problem yang masih menjadi kendala dapat terselasaikan.
Ciri-ciri suatu lembaga yang dapat menjadi pedoman dimasa depandan menjadi panutan yaitu sebagai berikut:
1.      Keandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjjikan dengan segera atau tepat waktu, akurat, dan memuaskan.
2.      Daya tangkap (responsiveness), yaitu kemauan atau kesediaan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
3.      Jaminan (assurance), mencangkup pengetahuan, kompetensi, kesopanan, respek terhadap pelanggan, dan sikap yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan.
4.      Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikas yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan.
5.      Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, karyawan, dan sarana komunikasi.[8]







DAFTAR PUSTAKA
Tafsir, Ahmad. 2005. Ilmu Pendidikan Islam Dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja    Rosdakarya
Mujib, Abdul, Dkk. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Hasbullah. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Radar Jaya Offset
Mustajab. 2015. Masa DepanPesantren. Yogyakarta: PT LKIS Printing Cemerlang
Zubaedi. 2012.  Isu-Isu Baru Dalam Diskursus Filsafat Pendidikan Islam Dan Kapita        Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar





[1] Ahmad tafsir. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005). Hlm. 12.
[2] Abdulllah Mujib, dkk. Ilmu Pendidikan Islam,… Hlm 12-20.
[3] Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Jakarta: Radar Jaya Offset, 1996). Hlm 37-40.
[4] Mustajab, Masa DepanPesantren (Yogyakarta:PT LKIS Printing Cemerlang, 2015). Hlm 58.
[5] Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Jakarta: Radar Jaya Offset, 1996). Hlm 66, 73.
[6] Ibid, hlm. 94
[7] Ibid, hlm 104-105
[8] Zubaedi, Isu-Isu Baru Dalam Diskursus Filsafat Pendidikan Islam Dan Kapita Selekta Pendidikan Islam   (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012) hlm, 243-244

1423305268 Windri Oktaviani (MI Ma’arif Al-Ikhsan I Beji Purwokerto dan Pondok Pesantren Darul Abror)




PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN ISLAM DI LEMBAGA-LEMBAGA FORMAL DAN NON FORMAL


Diajukandan Disusun Guna Memenuhi TugasTerstruktur
Mata Kuliah :  KapitaSelektaPendidikan Islam
Dosen Pengampu : Rahman Afandi
Oleh :
Windri Oktaviani          1423305268
                                                       

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PURWOKERTO
2017
 


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah
Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar manusia untuk mengembangkan kepribadian di dalam maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan islam adalah proses trans-internalisasi pengetahuan dan nilai islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan, pengarahan, dan pengembangan potensi-potensinya guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup didunia dan akhirat, jasmani dan rohani.
Proses pendidikan terjadi dalam lingkungan pendidikan dengan para stakeholder-nya yaitu peserta didik, pendidik, orangtua, masyarakat, dan pemerintah. Pendidikan islam di indonesia telah berlangsung lama bersama dengan masuknya islam di indonesia. Sejumlah literatur tentang sejarah perkembangan islam mensinyalir bahwa islam masuk dan disebar ke indonesia melalui pedagang-pedagang yang beragama islam baik dari Asia maupun Timur Tengah. Perkembangan pendidikan islam di indonesia yang semula berangkat dari prakarsa dan kemandirian, bebas pengaruh otoritas kebijakan, sedikit banyak mulai terpengaruh. Madrasah sebagai bagian dari lembaga pendidikan islam cukup dinamis dalam menghadapi kondisi kekinian masyarakat.


B.       Rumusan Masalah
1.    Apa Pengertian Pendidikan Islam?
2.    Apa tujuan pendidikan islam?
3.    Apa pengertian pendidikan formal dan nonformal?
4.    Apa problematika yang ada di MI Ma’arif Al-Ikhsan I Beji dan di Pondok Pesantren Darul Abror?
C.       Tujuan
1.      Untuk mengetahui Pengertian Pendidikan Islam
2.      Untuk mengetahui tujuan pendidikan islam
3.      Untuk mengetahui pengertian pendidikan formal dan nonformal
4.      Untuk mengetahui problematika yang ada di MI Ma’arif Al-Ikhsan I Beji dan di Pondok Pesantren Darul Abror

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan dalam bahasa indonesia, berasal dari kata “didik” dengan memberi awalan “pe” dan akhiran “kan”, yang mengandung arti “perbuatan” (hal, cara, dan sebagainya). Istilah pendidikan pada mulanya berasal dari bahasa Yunani yaitu “paedagogie” yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Inggris dengan “eduction” yang berarti pengembangan atau bimbingan.[1]
Sedangkan dalam pandangan Muhammad Athiyah al Abrasyi, pendidikan islam adalah sebuah proses untuk mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan berbahagia, mencintai tanah air,tegap jasmaninya, sempurna akhlaknya, teratur fikirannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya baik lisan atau tulisan. Menurut Marimba, pendidikan islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran islam.
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan islam adalah proses trans-internalisasi pengetahuan dan nilai islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan, pengarahan, dan pengembangan potensi-potensinya guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup didunia dan akhirat, jasmani dan rohani.[2]

B.       Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan islam ada empat yaitu untuk mengabdi kepada Allah, menjadi khalifah Allah dibumi, mencari ridha Allah, dan meraih kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Al-Attas menghendaki tujuan pendidikan islam adalah manusia yang baik. Sedangkan Marimba berpendapat bahwa pendidikan islam adalah terbentuknya orang yang berkepribadian muslim.[3]
1.      Tujuan umum, ialah tujuan yang hendak dicapai dari seluruh kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran dan yang lainnya.
2.      Tujuan akhir, ialah tujuan yang disandaarkan pada akhir hidup manusia, karena pendidikan islam berlansung selama manusia masih hidup.
3.      Tujuan sementara, ialah tujuan yang akan dicapai setelah peserta didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal.
4.      Tujuan operasional, yaitu tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah keiatan pendidikan tertentu.[4]


C.      Macam-Macam Pendidikan Islam
1.      Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Sekolah adalah lembaga pendidikan yang secara resmi menyelenggarakan kegiatan pembelajaran secara sistematis, berencana, sengaja dan terarah yang dilakukan oleh pendidik yang profesional dengan program yang dituangkan ke dalam kurikulum tertentu dan diikuti oleh peserta didik pada jenjang tertentu, mulai dari tingkat Kanak-Kanak (TK) sampai Pendidikan Tinggi (PT).
Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan formal mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap berlangsungnya proses pendidikan, yang dibagi dalam tiga kategori :
a)         Tanggung jawab formal. Sesuai dengan fungsinya. Lembaga pendidikan bertugas untuk mencapai tujuan pendidikan berdasarkan undang-undang yang berlaku.
b)        Tanggung jawab keilmuwan. Berdasarkan bentuk, isi dan tujuan serta jenjang pendidikan yang dipercayakan kepadanya oleh masyarakat.
c)         Tanggung jawab fungsional. Tanggung jawab yang diterima sebagai pengelola fungsional dalam melaksanakan pendidikan oleh para pendidik yang pelaksanakannya berdasarkan kurikulum.[5]
Yang dimaksud dengan pendidikan sekolah di sini adalah pendidikan yang diperoleh seseorang di sekolah secara teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat (mulai) dari Taman Kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
Ada beberapa karakteristik proses pendidikan yang berlangsung di sekolah ini, yaitu sebagai berikut:
a)         Pendidikan diselenggarakan secara khusus dan dibagi atas jenjang yang memiliki hubungan hierarkis
b)        Usia anak didik di suatu jenjang pendidikan relatif homogen
c)         Waktu pendidikan relatif lama sesuai dengan program pendidikan yang harus diselesaikan
d)        Materi atau isi pendidikan lebih banyak bersifat akademis dan umum
e)         Adanya penekanan tentang kualitas pendidikan sebagai jawaban terhadap kebutuhan di masa yang akan datang
Sebagai  lembaga pendidikan formal, sekolah yang lahir dan berkembang secara efektif dan efisien dari dan oleh serta untuk masyarakat, merupakan perangkat yang berkewajiban memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam mendidik warga negara. Sekolah di kelola secara formal, hierarkis dan kronologis yang berhaluan pada falsafah dan tujuan pendidikan nasional.
Sebagai pendidikan yang bersifat formal, sekolah menerima fungsi pendidikan berdasarkan asas-asas tanggung jawab berikut:
a)         Tanggung jawab formal kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan yang ditetapkan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku, dalam hal ini undang-undang pendidikan, USSPN Nomor 20/2003
b)        Tanggung jawab keilmuan berdasarkan bentuk, isi dan tujuan dan tingkat pendidikan yang dipercayakan kepadanya oleh masyarakat dan bangsa
c)         Tanggung jawab fungsional adalah tanggung jawab profesional pengelola dan pelaksanaan pendidikan yang menerima ketetapan ini berdasarkan ketentuan-ketentuan jabatannya. Tanggung jawab ini merupakan pelimpahan tanggung jawab dan kepercayaan orang tua kepada sekolah dari para guru.[6]
2.      Pendidikan Non formal
Pendidikan pada dasarnya merupakan kegiatan seumur hidup (lifelong learning) yang diwujudkan dalam tiga kategori dasar institusi pembelajaran yaitu pembelajaran formal (formal learning), pembelajaran nonformal (nonformal learning), dan pembelajaran informal (informal learning). Ketiga institusi tersebut bersifat sinergis dan sama pentingnya mempengaruhi kehidupan manusia.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, jalur pendidikan terdiri dari tiga, yaitu pendidikan informal, pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan nonformal adalah pendidikan yang diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.[7]
Faktanya, masyarakat indonesia menganggap tiga jalur pendidikan tersebut dengan pandangan yang tidak setara. Masyarakat menganggap bahwa pendidikan formal sebagai institusi terpenting. Sekolah dianggap memiliki peran paling strategis untuk menentukan kualitas pada diri seseorang. Anggapan ini bahkan sampai menderivasi pendidikan bukan lagi sebagai proses belajar, namun semata – mata memenuhi formalitas sebagaimana yang di tentukan oleh sekolah.
Menurut Manual Pendidikan Nonformal dari PEACE Corps (2004: 5-6), beberapa hal yang harus diidentifikasi ketika akan melaksanakan pendidikan nonformal adalah :
a)        Pendidikan nonformal berfokus pada kebutuhan peserta didik
b)        Peserta didik sebagai sumber daya
c)        Menekankan pada aktivitas yang relevan dan tujuan yang bersifat praktis

D.       HASIL OBSERVASI PROBLEMATIKA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (studi kasus MI Ma’arif Al-Ikhsan I Beji Purwokerto dan Pondok Pesantren Darul Abror)
1.      MI Ma’arif Al-Ikhsan I Beji Purwokerto
a.       Pengertian Madrasah Ibida’iyah
Perkataan madrasah berasal dari bahasa Arab yang artinya adalah tempat belajar. Padanan Madrasah dalam bahasa Indonesia adalah sekolah lebih dikhususkan lagi sekolah-sekolah agama Islam. Dalam shorter Encylopedia Of Islam, diartikan : “name of an institution where the Islamic science are studied” artinya “nama dari suatu lembaga dimana ilmu-ilmu keislaman diajarkan”.[8]
Dengan keterangan tersebut dapat dipahami bahwa madrasah tersebut adalah penekanannya sebagai suatu lembaga yang mengajarkan ilmu-ilmu keislaman. Perkataan madrasah ditanah Arab ditujukan untuk semua sekolah secara umum, akan tetapi di Indonesia ditujukan buat sekolah yang mempelajari ajaran-ajaran Islam. Dalam kurikulum madrasah disebutkan bahwa mata pelajaran agama terdiri dari:
1)      Al-Qur’an Hadits
2)      Aqidah Akhlak
3)      Fikih
4)      Sejarah dan Kebudayaan Islam
5)      Bahasa Arab
b.      Letak Geografis
MI Ma’arif Al-Ikhsan I Beji Purwokerto terletak di Komplek Pondok Pesantren Al-Ikhsan Kedungbanteng Banyumas
c.       VISI DAN MISI
VISI :
Terbentuknya insan yang berilmu, bertaqwa, berbudi luhur dan mandiri
MISI
a.    Menumbuhkan sikap gemar membaca dan selalu haus akan pengetahuan
b.    Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut dan budaya bangsa sehingga menjadi sumber kearifan dalam bertindak
c.    Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut sehingga mampu melaksanakan ibadah secara istiqomh
d.   Membentuk insan yang memiliki sikap disiplin, profesional, mempunyai dedikasi dan tanggungjawab yang tinggi terhadap agama, bangsa dan negara dengan menerapkan ajaran islam ahlussunah waljama’ah
e.    Mendorong dan membantu setiap peserta didik untuk mengenali potensi dirinya sehingga dapat dikembangkan secara optimal
f.     Mempersiapkan peserta didik  yang handal dibidang keahliyannya sehingga mampu mandiri
d.      Hasil Wawancara
“Penanya  (windri oktaviani)” :  Menurut ibu pendidikan islam itu apa?
“Narasumber (Uswatun Khasanah)” mengatakan bahwa Pendidikan islam menurut saya adalah pendidikan budi pekerti. Pendidikan budi pekerti sebagai jiwa dari pendidikan islam. Maka dari itu pendidikan islam mempunyai cita-cita atau tujuan untuk memperbaiki akhlak seseorang menjadi lebih baik dan islami. Islam berarti akhlak yang memberi keselamatan dari Allah kepada orang yang melakukan pekerjaan tersebut.

“Penanya”              :  Menurut ibu pendidikan islam yang baik itu sepeti apa?
“Narasumber” : Pendidikan islam yang baik yaitu pendidikan yang berpedoman kepada Al-Qur’an dan Hadits pendidikan islam yang baik adalah pendidikan yang mengarah pada tujuan pendidikan tersebut. Pendidikan islam yang baik adalah pendidikan yang menghasilkan suatu realisasi yang sesuai dengan pedoman pendidikan islam.

“Penanya” : Apa saja hambatan-hambatan dalam pendidikan islam?
“Narasumber”        :
a.    Berasal dari subjeknya/pelakunya/penerima pendidikankurangnya minat subjek/pelaku untuk melakukan sesuatu yang menjadi tujuan pembelajaran/pendidikan islam. Hal itu kemungkinan ada beberapa faka pengaruh/hambatan dari:
1)        Pendidikan dalam keluarga yang kurang.
2)        Tontonan yang kurang baik ditonton, sehingga mempengaruhi psikologi anak.
3)        Teman/lingkungan sekitar.
4)        Teknologi.
5)        Ketidak pahaman tentang tujuan pendidikan islam.

b.    Pemberi pendidikan
Ketidak sadaran pemberi pendidikan dalam hal memberi pendidkan. Maksudnya, sering terjadi ketidak perpadanan antara apa yang diberikan kepada penerima pendidikan dengan apa yang dilakukan oleh pemberi pendidikan. “Memberi materi yang bagus, tapi memeberi contoh yang tidak bagus”. Hal itu menjadi perhatian cukup besar dikarenakan penerima pendidikan seringkali lebih agresif terhadap sikap nyata dari seorang pemberi pendidikan yang akan ditiru.
c.    Budaya lingkungan yang tidak bisa menerima penuh pendidikan islam.

“Penanya”        : Contoh problem dalam pendidikan islam  di MI ini itu seperti apa?
 “Narasumber” : Misalnya dalam memberikan materi budi pekerti akidah akhlak tentang sikap sopan, rendah hati. Semua materi tersebut disampaikan dan bahkan diberikan contoh-contoh konkret dari sikap-sikap tersebut di lingkungan anak/siswa. Ketika seorang guru bertanya kepada siswa apakah kalian sudah paham? Siswapun tanpa pamrih dan semangat menjawab paham. Akan tetapi sakng merasa sudah paham, mereka menjawab dengan kata-kata kurang pas dihati guru. Dengan mereka bilang “aku sudah pahamlah, tidak usah dijelaskan, saya sudah paham”. Dari sikap atau tanggapan mereka justru berkebalikan dengan materi yang sedang disampaikan. Mereka lebih memperhatikan teorinya saja tanpa mengamalkannya. Hal itu menjadi perhatian besar bagi guru untuk bisa merubah pemahaman mereka tentang pembelajaran mata pelajaran Akidah Akhlak tentang sopan santun, bahwa teori-teori yang disampaikan bukan hanya untuk dipahami akan tetapi diamalkan. Hal tersebut menjadi suatu problem dalam suatu pendidikan islam yaitu antara praktik dan teorinya bertolak belakang. Maka dari itu sebagai guru harus di luruskan dengan cara memberikan contoh yang baik atau menegur dengan cara yang halus.

“Penanya”          : Bagaimana cara mengatasi atau kiat-kiat apa yang harus ditempuh?
“Narasumber” :
a.    Memberi nasehat atau peringatan yang diberikan kepada siswa
b.    Selalu menyampaikan tujuan dari pembelajaran yang akan disampaikan
c.    Bekerja sama dengan orang tua anak untuk membimbing anak menjadi anak yang berbudi baik.
d.   Melakukan kegiatan pengembangan yang mendidik anak melakukan perbuatan baik atau berakhlakul karimah
e.    Memberikan contoh yang baik dari guru berkaitan dengan sopan santun
f.     Memberikan contoh-contoh kisah teladan Nabi
g.    Memberikan motivasi

2.       Pondok Pesantren Darul Abror
a.         Pengertian Pondok pesantren
Pesantren adalah istilah yang berasal dari kata santri yang berarti seseorang yang belajar agama islam, kata santri tersebut kemudian mendapat awalan pe  dan akhiran an yang berarti tempat tinggal santri. Dari bentukan kata ini pesantren mempunyai arti tempat tinggal orang berkumpul untuk belajar agama islam.[9]
b.        Letak Geografis :
Pondok pesantren Darul Abror terletak di Jalan Pol. Soemarto Gg. Argopuro watumas, Purwanegara, Purwokerto Utara.
c.         VISI DAN MISI
VISI :
Terwujudnya pendidikan keagamaan yang berkualitas, berdaya saing dan mampu menjadi pusat ungulan pendidikan agama islam dan pengembangan masyarakat dalam rangka pembentukan watak dan kepribadian santri sebagai muslim yang taat dan warga negara yang betanggung jawab.

MISI :
a.    Menyelengarakan proses pembelajaran aktif, kreatif dan  menyenangkan
b.    Membekali keterampilan dasar teknologi informasi
c.    Mewujudkan manajemen berbasis pondok pesantren berkesataraan yang efektif


d.        Hasil Wawancara
“Penanya ( Windri)”   : menurut ustadzah pondok pesantren itu      apa?
“Narasumber (ust. Nur Mukti)” : pondok pesantren adalah lembaga tafaku fiddin yang mengemban risalah meneruskan misi Nabi muhammad SAW dimana lingkungan itu di tempati oleh santri yang ta’dim kepada kyai untuk mengkaji ilmu-ilmu agama

“Penanya”         : Menurut ustadzah pondok pesantren yang baik atau ideal itu seperti apa?
“Narasumber”    :
a.       Dilihat dari aspek manajement
Pondok pesantren yang ideal dari segi manajemennya harus lengkap mulai dari manajemen kurikulum, sarana prasarana yang mendukung, kesantrian, keuangan, manajemen personal atau ketana kerjaan.

b.       Dilihat dari aspek kepemimpinan
Pondok pesantren yang ideal itu pengasuh pesantren harus memimpin anggotanya sesuai dengan kondisi dan situasi pondok pesantren. Setidaknya memiliki visi dan  misi yang jelas dengan memberikan kebebasan kepada bawahannya dan bersifat karismatik.

“Penanya”           : Apa saja kendala-kendala yang ada di pondok    pesantren ini?
“Narasumber”      :  dari kurikulum bisa dari materi yang kurang
a.       Dari sarana dan prasarana yang masih belum mendukung
b.      Personalia dar jumlah ustadz dan ustadzah yang masih kurang
c.       Kesantrian berkaitan dengan moral dan akhlak yang di pengaruhi oleh teknologi dan perkembangan zaman.
d.      Keuangannya kurang dana untuk pembangunan pondok

“ Penanya” :  Apa sih contoh dari problem yang ada di pondok pesantren ini ?
“Narasumber” :
Masalah pondok pesantren yang ada di sini sudah dapat di lihat dari kendala-kendala yaitu manajemen kurikulum yang belum tercapai dan belum terlaksana secara maksimal. Kurangnya fasilitas dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan kurangnya fasilitas yang ada maka pembelajaran tidak akan tercapai secara maksimal, misalnya kurangnya ruangan sebagai tempat pembelajaran berlangsung dan ruangan tempat tidur harus di sesuaikan dengan luasnya kamar dan kapasitas santrinya maka para santri merasa nyaman. Santri yang moral dan akhlaknya berkurang karena dipengaruhi oleh adanya teknologi yang semakin zaman semakin berkembang. Dengan demikian maka santri tersebut harus di perbanyak belajar tentang akhlak agar bisa menjadi santri yang akhlakul kharimah. Ketika santri melakukan sebuah kesalahan dan dihukum maka harus secara tegas. Apabila sebuah peraturan yang akan menyulitkan para santri akan bertolak belakang, mereka akan semakin menyepelekan dengan hal tersebut.  Oleh karena itu sebagai ustadz dan ustadzah harus memberikan contoh yang baik bagi santri yang lain dan memberikan motivasi agar mereka tetap semangat dalam melaksanakan kegiatan yang ada di pondok pesantren.

“Penanya”           : Bagaimana cara mengatasi problem tersebut atau kiat-kiat apa yang harus ditempuh ?
“Narasumber”      :
a.    Mencari donatur atau mencari jaringan yang luas
b.   Mencari uttadz atau ustadzah yang mumpuni sesuai dengan bidngnya
c.    Menanamkan atau memperbanyak kajian tentang akhlak kepada santri
d.   Memberikan reward kepada santri yang berprestasi
e.    Memberikan pelatihan kepada ustadz atau ustadzah
f.    Menerapkan manajemen dan administrasi yang tertib
g.   Menerapkan kepemimpinan yang konsisten

Dapat disimpulkan bahwa problematika yang ada di MI adalah bahwa kurangnya pengamalan atau penerapan dalam akhlak khususnya sopan santun kepada orang yang lebih tua kepada siswa sehingga dapat menimbulkan rasa sakit hati seorang guru. Sedangakn yang dialami di pondok banyak problem yang harus diatasi misalnya saja dari sarana prasarana, personal, kepemimpinan dan lain-lain. Dengan demikian kita harus belajar dari sebuah masalah dan harus bisa menyelesaikan sebuah masalah tersebut.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan islam adalah proses trans-internalisasi pengetahuan dan nilai islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan, pengarahan, dan pengembangan potensi-potensinya guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup didunia dan akhirat, jasmani dan rohani. Tujuan pendidikan islam ada empat yaitu untuk mengabdi kepada Allah, menjadi khalifah Allah dibumi, mencari ridha Allah, dan meraih kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Dapat disimpulkan bahwa problematika yang ada di MI adalah bahwa kurangnya penerapan dalam akhlak khususnya sopan santun siswa kepada orang yang lebih tua sehingga dapat menimbulkan rasa sakit hati seorang guru. Sedangakn yang dialami di pondok banyak problem yang harus diatasi misalnya saja dari sarana prasarana, personal, kepemimpinan dan lain-lain.

Saran
Penulis menyadari bahwa laporan observasi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Semoga dengan adanya laporan observasi ini bisa menjadi pembelajaran berharga bagi kita semua. Dan diharapkan dengan adanya laporan observasi ini kita bisa meminimalisir problematika pendidikan Islam bagi formal maupun nonformal dan menerapkan solusi yang sesuai.


[1]Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Penerbit teras, 2011) hal 1
[2]Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Penerbit teras, 2011) hal 22-26
[3]Sutrisno dan Muhyidin Albarobis, Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2012) hal.37
[4]Muhammad Muntahibun Nafis, .......................hal. 61-70
[5]Nurfuadi, Profesionalisme Guru, (Purwokerto : STAIN Press, 2012), hal 174- 175
[6]Nurfuadi, Profesionalisme Guru................hal 176
[7]Sumiarti, Ilmu Pendidikan,  (Purwokerto: STAIN PRESS, 2016) hal. 39
[8]Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 45.
[9]Hanun asohah, Pelembagaan Pesantren Asal usul Dan Perkembangan Pesantren di Jawa, (Jakarta : Bagian Proyek Peningkatan Informasi Penelitian dan Diklat Keagamaan , 2004) hal. 30