Rabu, 03 Mei 2017

1423305244 Khalida Aulia Risqi (MI Ma'arif NU 1 Kalitapen Kec. Purwojati Kab. Banyumas)



PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM DI  LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM FORMAL DAN NON FORMAL


Laporan observasi ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah
Kapita Selekta Pendidikan Islam
Dosen Pengampu
Rahman Affandi, S.Ag. M.Pd.

Disusun oleh:
KHALIDA AULIA RISQI
1423305244


PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN )
PURWOKERTO
2017


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Salah satu prasyarat untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera adalah lebih ditentukan oleh sejauh mana kualitas sumber daya masyarkatnya. Kualitas suatu bangsa sangat ditentukan oleh peran serta mutu pendidikan yang dipergunakan oleh bangsa tersebut. Masyarakat yang berperadaban adalah masyarakat yang berpendidikan.
Dalam hal ini Muhammad Naquib al-Attas dalam konsep pendidikan islam mengatakan, menurutnya pendidikan islam itu lebih tepat diistilahkan dengan ta’dib dibandingkan dengan istilah tarbiyah atau ta’lim, sebab dengan konsep ta’dib pendidikan islam akan memberikan adab atau kebudayaan. Gambaran tersebut juga di kemukakan oleh seorang pendidik besar perancis yang hidup pada sekitar abad ke-19 dalam sebuah buku yang terkenal “Aqeuitient Superiorite de Anglo Saxons” yang terbit tahun 1897, dalam salah satu bab terpentingnya berjudul “New Education” menyatakan kalau kita hendak menyimpulkan jawaban tantang persoalan masyarakat dalam suatu patah kata, maka kata itu ialah “Pendidikan”.
Dan sesungguhnya dalam menyelesaikan persoalan-persoalan masyarakat adalah bertujuan supaya membiasakan diri untuk mengantisipasi setiap peristiwa baru di dunia ini, agar manusia mampu berjuang dengan tenaganya sendiri. Menyadari beratnya tantangan perkembangan xzaman ke depan. Sistem pendidika yang ada sekarang ini haruslah mampu menyesuaikan diri dengan kondisi riil dan mampu menjawab berbagai problematika yang ada didalamnya. Problematika yang semakin berat inilah yang menjadi beban utama pendidikan saat ini.



B.     Fokus Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan di desa Kalitapen Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas ini berfokus pada Problematika Pendidikan Islam di Lembaga Pendidikan Formal dan Non Formal


C.     Tujuan Kegiatan Penelitian
Adanya kegiatan penelitian ini bertujuan untuk:
1.      Mengetahui keadaan pendidikan islam dalam lembaga pendidikan formal dan non formal di desa kalitapen
2.      Mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan dan problematika pendidikan islam di lembaga pendidikan formal dan non formal di desa kalitapen

BAB II
METODOLOGI PENELITIAN

A. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah lembaga pendidikan formal dan lembaga pendidikan islam nonformal yang ada di desa Kalitapen
Lembaga pendidikan islam formal yang diteliti yaitu MI Ma’arif NU 1 Kalitapen, sedangkan lembaga pendidikan islam non formalnya yaitu TPQ Al-Hasan

B. Metode Penelitian
Penelitisn ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Metode ini dilakukan dengan cara menggambarkan problematika pendidikan islam di lembaga pendidikan islam formal dan nonformal.

C. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1.      Observasi
Observasi berasal dari bahasa latin yang berarti memperhatikan dan mengikuti. Catwright ini mendefinisikan observasi sebagai suatu proses melihat, mengamati, dan mencermati serta “merekam” perilaku secara sistematis untuk suatu tujuan tertentu. Observasi ialah kegiatan mencrai data yang dapat digunakan untuk memberikan suatu kesimpulan atau diagnosis.[1]
Inti dari observasi adalah adanya perilaku yang tampak dan adanya tujuan yang ingin dicapai. Perilaku yang tampak dapat berupa perilaku yang dapat dilihat langsung oleh mata, dapat didengar, dapat dihitung, dan dapat diukur. Potensi perilaku seperti sikap dan minat yang masih dalam bentuk kognisi, afeksi, atau intensi atau kecenderungan perilaku tidak dapat diobservasi. Tujuan dari observasi adalah untuk mendeskripsikan lingkungan (site) yang diamati, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, individu-individu yang terlibat dalam lingkungan tersebut beserta aktivitas dan perilaku yang dimunculkan  serta mana kejadian berdasarkan perspektif individu yang terlibat tersebut.[2]
Observasi adalah suatu prose pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu.[3]
2.      Wawancara
Menurut Meleong (2005), wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang emngajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Menurut Gorden (dalam Herdiansyah 2009) wawancara adalah percakapan antara dua orang yang salah satunya bertugas untuk menggali dan mendapatkan inormasi untuk suatu tujuan tertentu. Stewart & Cash, mendefinisikan wawancara sebagai sebuah interaksi yang didalamnya terdapat pertukaran atau berbagi aturan tanggung jawab, perasaan, kepercayaan, motif dan informasi. Wawancara bukanlah suatu kegiatan dengan kondisi satu orang melakukan/memulai pembicaraan sementara yang lain hanya mendengarkan.[4] Menurut Denzim dan Lincoln, wawancara adalah percakapan seni bertanya dan mendengar.[5]
Wawancara secara garis besar dibagi menjadi dua yakni wawanacara ta terstruktur dan wawancara terstruktur. Wawancara tak terstruktur sering juga disebut wawancara mendalam, wawancara intensif, wawancara kualitatif, wawancara terbuka dan wawancara etnografis. Sedangkan wawancara terstruktur sering juga disebut wawancara baku yang susunan pertanyaannya sudah ditetapkan sebelumnya dengan pilihan-pilihan jawaban yang juga sudah disediakan.[6]
Wawancara yang dilakukan dengan pembicaraan santai dalam berbagai situasi dan dilakukan secara terus menerus maka akan mendapatkan informasi dan penjelasan yang lebih utuh, mendalam, terperinci dan lengkap.[7]
Disini peneliti juga menggunakan wawancara tak terstruktur, dimana walaupun susunan pertanyaannya sudah ditetapkan sebelumnya namun untuk jawabannya tergantung dari responden. Dan susunan pertanyaannya dan susuna kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah pada saat wawancara disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi saat wawancara.

3.      Dokumentasi
Dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data kualitatifdengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang subjek. Dokumentasi merupakan salah satu cara yang dilakukan peneliti untuk mendapatkan gambaran dari sudut pandang subjek melalui suatu media tertulis dan dokumen lain atau dibuat langsung oleh subjek yang bersangkutan.[8]

BAB III
PEMBAHASAN

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Kegiatan penelitian dilakukan di MI Ma’arif NU 1 Kalitapen dan TPQ Al-Hasan. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 16-17 April 2017. Sehingga kegiatan ini dilakukan hanya dalam waktu sehari, namun peneliti mendapatkan cukup informasi.

B. Gambaran Umum Lembaga Pendidikan
1. Lembaga pendidikan formal
a.       Sejarah berdirinya madrasah
Madrasah Ibtidaiyah (MI) Ma’arif NU 1 Kalitapen Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas merupakan salah satu lembaga pendidikan yang didirikan oleh jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU) Kecamatan Purwojati pada tahun 1958. Pendiri MI Ma’arif NU 1 Kalitapen adalah tokoh-tokoh ulama dan anggota jam’iyah Nahdlatul Ulama Desa Kalitepan Kecamatan Purwojati sebagai berikut :
1)              Ketua              :           K.H. Ali Mukhlas (almarhum)
2)              Sekretaris        :           K.M. Ridwan (almarhum)
3)              Bendahara       :           K.M. Nur
4)             Anggota           :           Syajadi (almarhum)
            Muhdi (almarhum)
Suwito
Sebelum bernama MI Ma’arif NU 1 Kalitapen, telah mengalami beberapa kali perubahan nama antara lain :
a)   Pada awal berdirinya bernama Dinia dari tahun 1958-1965
b)   Setelah diniah diganti dengan nama MINU sekitar tahun 1965-1971
c)   Setelah MINU diganti dengan nama Madrasah Wajib Belajar (MWB) sekitar tahun 1971. Karena para ulama desa kalitapen menginginkan Madrasah Wajib Belajar
d)  Setelah MINU berjalan beberapa tahun kemudian diganti dengan nama MI Ma’arif NU 1 Kalitapen sampai sekarang.
Sekitar tahun 1975 MI Ma’arif NU 1 Kalitapen kecamata purwojati kabupaten banyumas telah terdaftar dengan nomor: K/341/111/B/75, tanggal 1 januari 1975. Pada tahun 1993 MI Ma’arif NU 1 Kalitapen Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas telah ditetapkan dan diakui keberadaannya oleh kementrian agama (kemenag) dan telah menerima surat keputusan dari kantor wilayah kementrian agama provinsi jawa tengah dengan nomor: MK/19/5a/1311.01.1/2439/1993 tanggal 1 desember 1993.
MI Ma’arif NU 1 Kalitapen Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas telah terakreditasi keberadaannya oleh Kementrian Agama Provinsi Jawa Tengah dan telah menerima surat keputusan dengan nomor: MK/5a/PP.01.1/254/1997 tanggal 11 Desember 1997. Pada tahun 2005 MI Ma’arif NU 1 Kalitapen Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas terakreditasi dengan nomor: KW.11.4/PP.03.2/623.2.13/2005.

b.      Letak geografis
Secara geografis terletak di desa kalitapen kecamatan purwojati kabupaten banyumas. Secara geografis letak MI Ma’arif NU 1 Kalitapen sangat strategis karena berada dekat dengan pusat pemerintahan desa kalitapen dan terletak di jalan utama desa, sehingga mudah dijangkau oleh guru, siswa dan masyarakat desa kalitapen. MI Ma’arif NU 1 Kalitapen Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas telah mengalami dua kali pindah karena belum memiliki tempat dan gedung permanen. MI Ma’arif NU 1 Kalitapen Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas sebelumnya berada disebelah selatan balai desa kalitapen atau yang sekarang ditempati SD N 1 Kalitapen, kemudian MI Ma’arif NU 1 Kalitapen dipidahkan ke sebelah barat balai desa kalitapen sekitar 250 m, menempati tanah wakaf milik seorang dermawan bernama H. Ridwan. Tanah tersebut masih ditempati MI Ma’arif NU 1 Kalitapen Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas sampai dengan sekarang. Diatas tanah tersebut didirikan gedung seluas 700m2, luas halaman madrasah 200m2, luas tanah 970m2. Adapun batas-batas MI Ma’arif NU 1 Kalitapen Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas sebagai berikut :
Sebelah utata               : pondok pesantren Hidayatul Mubtadiin
Sebelah selatan            : TK RA Diponegoro 143 Kalitapen
Sebelah timur              : perumahan penduduk
Sebelah barat               : perumahan penduduk
c.       Keadaan sarana dan prasarana
Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap kelancaran proses pembelajaran, misalnya media pembelajaran, alat-alat pelajaran, perlengkapan madrasah dan lain sebagainya. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung mendukung keberhasilan proses pembelajaran. Kelengkapan sarana prasarana akan menambah motivasi kerja guru dan motivasi belajar siswa. Karena kelengkapan sarana dan prasarana akan memudahkan terlaksananya proses pendidikan di madrasah/sekolah.
Adapun sarana prasarana yang mendukung, diantaranya:
No.
Gedung
Jumlah
1.
Ruang Kepala Madrasah
1
2.
Ruang Kantor Guru
1
3.
Ruang Kelas
1
4.
Ruang TU
1
5.
Masjid
1
6.
Kantin
1
7.
UKS
1
8.
Kamar Mandi/WC Guru
1
9.
Ruang Perpustakaan
1
10
Kamar Mandi/WC Siswa
2

d.      Visi, Misi dan Tujuan MI Ma’arif NU 1 Kalitapen
1)        Adapun Visi MI Ma’arif NU 1 Kalitapen Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas adalah :
“terbentuknya karakter generasi yang berilmu pengetahuan, berakhlak karimah dan memiliki ketrampilan”
2)      Sedangkan Misi MI Ma’arif NU 1 Kalitapen Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas adalah :
Ø  Memberikan ilmu pengetahuan baik umum maupun agama melalui pembelajaran dengan baik.
Ø  Melaksanakan tuntutan ajaran agama islam secara kaffah/menyeluruh
Ø  Mampu berinteraksi secara baik dengan masyarakat
Ø  Mampu menerapkan ilmu yang dimiliki dalam kehidupan sehari-hari
3)     Tujuan madrasah
Adapun tujuan MI Ma’arif NU 1 Kalitapen Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas adalah:
Ø  Lulusan memiliki akidah yang kokoh dan tekun beribadah dengan baik
Ø  Lulusan memiliki karakter jujur, santun dan bertanggung jawab
Ø  Lulusan memiliki karakter toleran, menghargai perbedaan, memiliki jiwa persatuan, persatuan dan berguna bagi sesama
Ø  Lulusan memiliki budaya hidup bersih dan sehat
Ø  Lulusan memilki ketrampilan teknologi informasi dan komunikasi
Ø  Rata-rata ujian nasional mencapai 8,00
Ø  Memiliki tim porseni minimal 3 cabang yang mampu bersaing di tingkat kabupaten
Ø  Kualifikasi tenaga pendidik 100% adalah strata 1 dibidangnya
Ø  Melaksanakan system manajemen yang demokratis, transparan dengan mengutamakan kebersamaan
Ø  Melakukan kerjasama yang harmonis antar komponen madrasah dan lembaga masyarakat menuju sekolah unggulan.
e.       Ektrakulikuler
Pramuka                  : 1 x 1 Minggu
Drumband              : 1 x 1 Minggu
Kentongan              : 1 x 1 Minggu
Olahaga                  : 2 x 1 Minggu
Qira’ah                    : 1 x 1 Minggu
f.       prestasi yang pernah dicapai
No
Jenis
Cabang
Tingkat
Hasil
Tahun
1.
Aksioma
Catur
Kecamatan
Juara 1
2017
2.
Aksioma
Takraw
Kecamatan
Juara 1
2017
3.
Aksioma
Catur
Kabupaten
Harapan 3
2017
4.
Porsema
Catur
Kabupaten
Juara 1
2017
5.
Porsema
Baca puisi religi
Kabupaten
Juara 3
2017
6.
Porsema
Tenis meja
Kabupaten
Juara 3
2017
7.
Aksioma
volly
Kecamatan
Juara 2
2017
8.
Aksioma
Tenis meja           
Kecamatan
Juara 2
2017
9.
Aksioma
Badminton
Kecamatan
Juara 2
2017

2. Lembaga pendidikan non formal
a. Identitas lembaga
Nama                      : TPQ Al-Hasan
Status                      : Swasta
Alamat                    : Desa kaliwangi RT 05/01 Kec. Purwojati
Waktu Belajar         : Pukul 15.00-17.00 (Ba’da Ashar)
Status tanah            : Wakaf/ Milik Sendiri

b. Visi dan Misi TPQ Al-Hasan
taman pendidikan al-Qur’an bertujuan menyiapkan terbentuknya generasi Qur’ani, yaitu generasi yang memiliki komitmen terhadap al-Qur’an sebgai sumber perilaku, pajakan hidup dan rujukan segala urusannya. Hal itu ditandai dengan kecintaan yang mendalam terhadap al-Qur’an, mampu dan rajin membacanya, terus menerus mempelajari isi kandungannya dan memiliki kemauan kuat untuk mengamalkannya serta kaffah dalam kehidupan sehari-hari.
Visi dari TPQ Al-Hasan adalah “Terbentuknya generasi muslim yang fashih membaca Al-Qur’ani dan berpengetahuan luas”
Sedangkan Misi dari TPQ Al-Hasan adalah :
Ø  Menanamkan dasar-dasar keimanan dan ketaqwaan kepada Allah dan Rasul-Nya
Ø  Mendidik santri untuk membaca Al-Qur’an secara Murrottal Mujawwad
Ø  Mengajarkan penulisan Al-Qur’an secara baik dan benar

C. Hasil Penelitian tentang Problematika Pendidikan Islam
Istilah problema/problematika berasal dari bahasa inggris yaitu “problematic” yang artinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam bahasa indonesia, problema berarti hal yang belum dapat dipecahkan yang menimbulkan permasalahan.
Sedangkan yang lain menyatakan bahwa problema atau problematika merupakan suatukesenjangan antara harapan dan kenyataan.[9]
Dapat disimpulkan bahwa problematika adalah  berbagai persoalan yang belum dapat terselesaikan, hingga terjadi kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang dihadapi dalam proses pemberdayaan baik yang datang dari individu guru maupun dalam upaya pemberdayaan masyarakat islami secara langsung dalam masyarakat.
Sedangkan pendidikan islam adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik) dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi islam.
Dapat disimpulkan dari pengertian problematika dan pendidikan islam berarti problematika pendidikan islam adalah masalah-masalah yang terjadi dalam pendidikan islam.
1. Problematika Pendidikan Islam di MI Ma’arif NU 1 Kalitapen
Dalam melakukan penelitian di MI Ma’arif NU 1 Kalitapen ini diajukan beberapa pertanyaan berikut :
a)      Apakah pendidikan islam di MI ini mengalami probematika ?
b)      Apa saja problematika dalam pendidikan islam di MI ?
c)      Bagaimana cara mengatasinya dan solusi apa yang tepat untuk itu semua ?
d)     Bagaimana peran guru dalam menghadapi problematika itu sendiri ?
e)      Apakah problematika itu dimasa yang akan datang akan terjadi kembali ?
f)       Bagaimana cara menanamkan pendidikan islam yang tentunya baik bagi peserta didik ?
g)      Bagaimana pengaruh IPTEK terhadap pendidikan islam yang ada di MI ?
h)      Bagaimana cara guru dalam menanamkan nilai-nilai keberagaman dalam pendidikan islam ?
i)        Bagaimana guru menyikapi perkembangan IPTEK yang pastinya akan berpengaruh pada pendidikan islam ?
Setelah melakukan observasi dan wawancara dengan mengajukan pertanyaan diatas maka dapat diperoleh hasil bahwa pendidikan islam di MI Ma’arif NU 1 Kalitapen mengalami berbagai problematika, dan problematika tersebut tidak hanya dialami salah satu aspek melainkan dialami beberapa aspek.
 Yang pertama problematika pendidikan islam di MI Ma’arif NU 1 Kalitapen pada aspek managemen, yakni management di MI sudah tertata dengan baik namun komunikasi antara kepala sekolah dengan guru-guru tertutup sehingga banyak terjadi salah pendapat antara guru dengan kepala sekolah karena sikap tertutup tersebut. Yang kedua problematika terletak pada sumber daya manusia/Guru, banyak guru yang tidak menguasai satu bidang mata pelajaran namun di beri tugas untuk mangajar mata pelajaran tersebut sehingga pembelajaran berjalan kurang baik karena guru membutuhkan waktu untuk mempelajari mata pelajaran tersebut, yang ketiga problematika terdapat pada sarana dan prasarana, masih kurangnya sarana dan prasarana di MI, sebagaimana yang diketahui sarana dan prasarana merupakan hal yang mendukung kegiatan pembeajaran sehingga dengan kurangnya sarana dan prasarana dapat menghambat proses pembelajaran. Problematika lain yang dihadapi di MI adalah dengan masuknya pengaruh IPTEK yang bisa berdampak kepada siswa dan guru di MI. Lunturnya nilai-nilai pendidikan islam di kalangan para siiswa juga merupakan salah satu problematika pendidikan islam yang ada di MI Ma’arif NU 1 Kalitapen, yaitu dengan menurunnya tingkat menghormati siswa terhadap guru serta menurunnya sikap sopan santun pada siswa MI.
Peran guru dalam menghadapi problematika terseut adalah yang pertama dengan memberikan masukan kepada kepala sekolah pada setiap kegiatan Rapat mingguan untuk dapat lebih terbuka mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah sekolah kepada guru-guru yang lain sehingga tidak ada hal yang bersifat rahasia. Yang kedua adalah dengan belajar kembali mengenai setiap mata pelajaran yang akan diajarkan sehingga ketika guru ditunjuk untuk mengajar satu mapel guru sudah menguasai dan kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan baik, sehingga antara guru dan siswa saling belajar. Yang ketiga adalah dengan cara guru memanfaatkan setiap sarana dan prasarana yang ada, walaupun sarana dan prasarana di MI kurang ketika sekolah dapat memanfaatkannya dengan semaksimal mungkin maka sarana dan prasarana tersebut tidak akan menjadi kekurangan. Yang keempat peran guru dalam menghadapi problematika di MI terkait dengan perkembangan serta pengaruh IPTEK adalah dengan memanfaatkan IPTEK untuk kegiatan yang berhubungan dengan pembelajaran disekolah seperti salah satunya adalah dengan menggunakan IPTEK sebagai media pembelajaran, itu jika dilihat dari pengaruh IPTELK untuk guru kemudian selanjutnya peran guru dalam mengahadapi probematika pengaruh IPTEK untuk siswa yakni dengan memberikan masukan kepada orang tua untuk membatasi penggunaan gadget dirumah dan lebih memperbanyak kegiatan membaca buku pelajaran sekolah ataupun memasukan anaknya ke kegiatan positif misalnya kegiatan ekstrakulikuler di sekolah.
Dalam menyikapi lunturnya sikap menghormati siswa terhadap guru adalah dengan menanamkan kembali kebiasaan cium tangan kepada guru  ketika pagi hari sampai disekolah, selain itu guru lebih menunjukan sikap tegasnya menangani siswa. Ketika siswa bersikap baik maka siswa diberikan reward atau penghargaan dan ketika siswa bersikap tidak baik maka guru memberikan pengarahan namun ketika pengarahan tidak mendapatkan respon yang baik maka guru berhak memberiikan punishment atau hukuman kepada siswa.

2. Problematika Pendidikan Islam di TPQ Al-Hasan
Problematika yang dialami di TPQ Al-Hasan yaitu terletak pada beberapa aspek, yang pertama terletak pada sistem managemennya, karena TPQ ini swasta jadi sistem managemennya kurang tertata dengan baik serta kepengurusannya juga kurang jelas, karena tidak terletak pada satu orang sehingga banyak terjadi konflik pendapat antar pengurus, kedua kurangnya jumlah anak karena banyak anak yang sudah sekolah SMP sehingga kesadaran untuk mengaji berkurang serta kurangnya kesadaran orang tua untuk memasukan anaknya mengaji ke TPQ, yang ketiga kurangnya jumlah tenaga pengajar/ustadz, TPQ Al-Hasan terbagi menjadi 5 kelas sedangkan tenaga pendidik hanya ada 3 jadi ketika kegiatan sedang berlangsung ada kelas yang harus menunggu untuk giliran mengaji sehingga keadaan kelas menjadi tidak kondusif karena banyak anak-anak yang bermain pada saat jam mengaji. Kemudian yang keempat yaitu kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan, diantaranya adalah kurangnya bangku dan papan tulis.


BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Problematika adalah  berbagai persoalan yang belum dapat terselesaikan, hingga terjadi kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang dihadapi dalam proses pemberdayaan baik yang datang dari individu guru maupun dalam upaya pemberdayaan masyarakat islami secara langsung dalam masyarakat. pendidikan islam adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik) dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi islam. Problematika pendidikan islam adalah masalah-masalah yang terjadi dalam pendidikan islam.
Dan dari hasil penelitian diatas dapat dsimpulkan bahwa setiap lembaga pendidikan islam menghadapi sebuah problematika, dari setiap problematika tersebut dapat dcari solusi untuk meminimalisir akibat dari adanya problematika tersebut. Dengan adanya problematika dapat dijadikan sebagai tolak ukur sebuah lembaga pendidikan dalam melakukan kegiatan pembelajaran.
Dari problematika pada lembaga pendidikan formal di MI Ma’arif NU 1 Kalitapen peneliti memberikan saran agar komunikasi antara guru dengan kepala sekolah harus dilakukan secara lebih terbuka untuk meminimalisir munculnya problematika yang lain, dan untuk lembaga pendidikan non formal yang di sini adalah TPQ Al-Hasan saran yang diberikan pun sama yaitu agar komunikasi antar guru/ustadz dengan pengurus TPQ lebih dilakukan secara terbuka agar problematika yang sudah ada dapat terselesaikan dan kedepan tidak muncul problematika yang lain lagi.

DAFTAR PUSTAKA
.
Herdiansyah, Haris. 2014. Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta : Salemba Humanika.
Mulyana. Deddy. 2006.  Metodologi Penelitian Kualitatif; Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya.  Bandung. Remaja Rosdaykarya.
Putra Nusa dan Santi Lisnawati. 2013.  Penelitian Kualitatif Pendidikan Agama Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Rohmad. 2015.  Pengembangan Instrumen Evaluasi dan Penelitian. Purwokerto: STAIN PRESS
Soehadha. Moh. 2012. Metode Peelitian Sosial Kualitatif untuk Studi Agama, Yogyakarta : SUKA-PRESS.
Syukir. Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islami. 1983. Surabaya: Al-Ikhlas
Putra Nusa dan Santi Lisnawati. 2013.  Penelitian Kualitatif Pendidikan Agama Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya


[1] Haris Herdiansyah, Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta : Salemba Humanika, 2014), hlm. 131.
[2]Haris Herdiansyah, Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta : Salemba Humanika, 2014), hlm. 132.
[3] Rohmad, Pengembangan Instrumen Evaluasi dan Penelitian, (Purwokerto: STAIN PRESS, 2015), hlm.121.
[4] Haris Herdiansyah, Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta : Salemba Humanika, 2014), hlm. 118.

[5] Moh Soehadha, Metode Peelitian Sosial Kualitatif untuk Studi Agama, (Yogyakarta :SUKA-PRESS, 2012), hlm. 112.
[6] Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif; Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 180.
[7] Nusa Putra dan Santi Lisnawati, Penelitian Kualitatif Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm.33.
[8] Haris Herdiansyah, Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta : Salemba Humanika, 2014), hlm. 143.
[9] Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islami, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), hlm.65.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar