PROBLEMATIKA
PENDIDIKAN ISLAM DI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
FORMAL DAN NON FORMAL
Laporan
observasi ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah
Kapita
Selekta Pendidikan Islam
Dosen
Pengampu
Rahman
Affandi, S.Ag. M.Pd.
Disusun
oleh:
KHALIDA
AULIA RISQI
1423305244
PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN )
PURWOKERTO
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Salah satu prasyarat untuk mewujudkan masyarakat
yang adil dan sejahtera adalah lebih ditentukan oleh sejauh mana kualitas
sumber daya masyarkatnya. Kualitas suatu bangsa sangat ditentukan oleh peran
serta mutu pendidikan yang dipergunakan oleh bangsa tersebut. Masyarakat yang
berperadaban adalah masyarakat yang berpendidikan.
Dalam hal ini Muhammad Naquib al-Attas dalam konsep
pendidikan islam mengatakan, menurutnya pendidikan islam itu lebih tepat
diistilahkan dengan ta’dib dibandingkan dengan istilah tarbiyah atau ta’lim,
sebab dengan konsep ta’dib pendidikan islam akan memberikan adab atau
kebudayaan. Gambaran tersebut juga di kemukakan oleh seorang pendidik besar
perancis yang hidup pada sekitar abad ke-19 dalam sebuah buku yang terkenal
“Aqeuitient Superiorite de Anglo Saxons” yang terbit tahun 1897, dalam salah satu
bab terpentingnya berjudul “New Education” menyatakan kalau kita hendak
menyimpulkan jawaban tantang persoalan masyarakat dalam suatu patah kata, maka
kata itu ialah “Pendidikan”.
Dan sesungguhnya dalam menyelesaikan
persoalan-persoalan masyarakat adalah bertujuan supaya membiasakan diri untuk
mengantisipasi setiap peristiwa baru di dunia ini, agar manusia mampu berjuang
dengan tenaganya sendiri. Menyadari beratnya tantangan perkembangan xzaman ke
depan. Sistem pendidika yang ada sekarang ini haruslah mampu menyesuaikan diri
dengan kondisi riil dan mampu menjawab berbagai problematika yang ada
didalamnya. Problematika yang semakin berat inilah yang menjadi beban utama
pendidikan saat ini.
B. Fokus
Penelitian
Penelitian
yang dilaksanakan di desa Kalitapen Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas ini
berfokus pada Problematika Pendidikan Islam di Lembaga Pendidikan Formal dan
Non Formal
C. Tujuan
Kegiatan Penelitian
Adanya
kegiatan penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui
keadaan pendidikan islam dalam lembaga pendidikan formal dan non formal di desa
kalitapen
2. Mendapatkan
gambaran tentang pelaksanaan dan problematika pendidikan islam di lembaga
pendidikan formal dan non formal di desa kalitapen
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian
adalah lembaga pendidikan formal dan lembaga pendidikan islam nonformal yang
ada di desa Kalitapen
Lembaga pendidikan
islam formal yang diteliti yaitu MI Ma’arif NU 1 Kalitapen, sedangkan lembaga
pendidikan islam non formalnya yaitu TPQ Al-Hasan
B.
Metode Penelitian
Penelitisn
ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Metode penelitian deskriptif
adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Metode ini dilakukan
dengan cara menggambarkan problematika pendidikan islam di lembaga pendidikan
islam formal dan nonformal.
C.
Instrumen Penelitian
Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Observasi
Observasi berasal dari
bahasa latin yang berarti memperhatikan dan mengikuti. Catwright ini mendefinisikan
observasi sebagai suatu proses melihat, mengamati, dan mencermati serta
“merekam” perilaku secara sistematis untuk suatu tujuan tertentu. Observasi
ialah kegiatan mencrai data yang dapat digunakan untuk memberikan suatu
kesimpulan atau diagnosis.[1]
Inti dari observasi
adalah adanya perilaku yang tampak dan adanya tujuan yang ingin dicapai.
Perilaku yang tampak dapat berupa perilaku yang dapat dilihat langsung oleh
mata, dapat didengar, dapat dihitung, dan dapat diukur. Potensi perilaku
seperti sikap dan minat yang masih dalam bentuk kognisi, afeksi, atau intensi
atau kecenderungan perilaku tidak dapat diobservasi. Tujuan dari observasi
adalah untuk mendeskripsikan lingkungan (site) yang diamati,
aktivitas-aktivitas yang berlangsung, individu-individu yang terlibat dalam
lingkungan tersebut beserta aktivitas dan perilaku yang dimunculkan serta mana kejadian berdasarkan perspektif
individu yang terlibat tersebut.[2]
Observasi adalah suatu
prose pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif dan rasional
mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam
situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu.[3]
2. Wawancara
Menurut Meleong (2005),
wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua
pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang emngajukan pertanyaan dan
terwawancara (interviewee) memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Menurut
Gorden (dalam Herdiansyah 2009) wawancara adalah percakapan antara dua orang
yang salah satunya bertugas untuk menggali dan mendapatkan inormasi untuk suatu
tujuan tertentu. Stewart & Cash, mendefinisikan wawancara sebagai sebuah
interaksi yang didalamnya terdapat pertukaran atau berbagi aturan tanggung
jawab, perasaan, kepercayaan, motif dan informasi. Wawancara bukanlah suatu
kegiatan dengan kondisi satu orang melakukan/memulai pembicaraan sementara yang
lain hanya mendengarkan.[4]
Menurut Denzim dan Lincoln, wawancara adalah percakapan seni bertanya dan
mendengar.[5]
Wawancara secara garis
besar dibagi menjadi dua yakni wawanacara ta terstruktur dan wawancara
terstruktur. Wawancara tak terstruktur sering juga disebut wawancara mendalam,
wawancara intensif, wawancara kualitatif, wawancara terbuka dan wawancara
etnografis. Sedangkan wawancara terstruktur sering juga disebut wawancara baku
yang susunan pertanyaannya sudah ditetapkan sebelumnya dengan pilihan-pilihan
jawaban yang juga sudah disediakan.[6]
Wawancara yang
dilakukan dengan pembicaraan santai dalam berbagai situasi dan dilakukan secara
terus menerus maka akan mendapatkan informasi dan penjelasan yang lebih utuh,
mendalam, terperinci dan lengkap.[7]
Disini peneliti juga
menggunakan wawancara tak terstruktur, dimana walaupun susunan pertanyaannya
sudah ditetapkan sebelumnya namun untuk jawabannya tergantung dari responden.
Dan susunan pertanyaannya dan susuna kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat
diubah pada saat wawancara disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi saat
wawancara.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah
salah satu metode pengumpulan data kualitatifdengan melihat atau menganalisis
dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang
subjek. Dokumentasi merupakan salah satu cara yang dilakukan peneliti untuk
mendapatkan gambaran dari sudut pandang subjek melalui suatu media tertulis dan
dokumen lain atau dibuat langsung oleh subjek yang bersangkutan.[8]
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Kegiatan penelitian dilakukan di MI Ma’arif NU 1
Kalitapen dan TPQ Al-Hasan. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 16-17 April
2017. Sehingga kegiatan ini dilakukan hanya dalam waktu sehari, namun peneliti
mendapatkan cukup informasi.
B. Gambaran Umum Lembaga Pendidikan
1.
Lembaga pendidikan formal
a. Sejarah
berdirinya madrasah
Madrasah Ibtidaiyah
(MI) Ma’arif NU 1 Kalitapen Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas merupakan
salah satu lembaga pendidikan yang didirikan oleh jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU)
Kecamatan Purwojati pada tahun 1958. Pendiri MI Ma’arif NU 1 Kalitapen adalah
tokoh-tokoh ulama dan anggota jam’iyah Nahdlatul Ulama Desa Kalitepan Kecamatan
Purwojati sebagai berikut :
1)
Ketua : K.H.
Ali Mukhlas (almarhum)
2)
Sekretaris : K.M.
Ridwan (almarhum)
3)
Bendahara :
K.M. Nur
4)
Anggota : Syajadi
(almarhum)
Muhdi
(almarhum)
Suwito
Sebelum bernama MI
Ma’arif NU 1 Kalitapen, telah mengalami beberapa kali perubahan nama antara
lain :
a) Pada
awal berdirinya bernama Dinia dari tahun 1958-1965
b) Setelah
diniah diganti dengan nama MINU sekitar tahun 1965-1971
c) Setelah
MINU diganti dengan nama Madrasah Wajib Belajar (MWB) sekitar tahun 1971.
Karena para ulama desa kalitapen menginginkan Madrasah Wajib Belajar
d) Setelah
MINU berjalan beberapa tahun kemudian diganti dengan nama MI Ma’arif NU 1
Kalitapen sampai sekarang.
Sekitar
tahun 1975 MI Ma’arif NU 1 Kalitapen kecamata purwojati kabupaten banyumas
telah terdaftar dengan nomor: K/341/111/B/75, tanggal 1 januari 1975. Pada
tahun 1993 MI Ma’arif NU 1 Kalitapen Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas
telah ditetapkan dan diakui keberadaannya oleh kementrian agama (kemenag) dan
telah menerima surat keputusan dari kantor wilayah kementrian agama provinsi
jawa tengah dengan nomor: MK/19/5a/1311.01.1/2439/1993 tanggal 1 desember 1993.
MI
Ma’arif NU 1 Kalitapen Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas telah
terakreditasi keberadaannya oleh Kementrian Agama Provinsi Jawa Tengah dan
telah menerima surat keputusan dengan nomor: MK/5a/PP.01.1/254/1997 tanggal 11
Desember 1997. Pada tahun 2005 MI Ma’arif NU 1 Kalitapen Kecamatan Purwojati
Kabupaten Banyumas terakreditasi dengan nomor: KW.11.4/PP.03.2/623.2.13/2005.
b. Letak
geografis
Secara
geografis terletak di desa kalitapen kecamatan purwojati kabupaten banyumas.
Secara geografis letak MI Ma’arif NU 1 Kalitapen sangat strategis karena berada
dekat dengan pusat pemerintahan desa kalitapen dan terletak di jalan utama
desa, sehingga mudah dijangkau oleh guru, siswa dan masyarakat desa kalitapen.
MI Ma’arif NU 1 Kalitapen Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas telah
mengalami dua kali pindah karena belum memiliki tempat dan gedung permanen. MI
Ma’arif NU 1 Kalitapen Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas sebelumnya berada
disebelah selatan balai desa kalitapen atau yang sekarang ditempati SD N 1
Kalitapen, kemudian MI Ma’arif NU 1 Kalitapen dipidahkan ke sebelah barat balai
desa kalitapen sekitar 250 m, menempati tanah wakaf milik seorang dermawan
bernama H. Ridwan. Tanah tersebut masih ditempati MI Ma’arif NU 1 Kalitapen
Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas sampai dengan sekarang. Diatas tanah
tersebut didirikan gedung seluas 700m2, luas halaman madrasah 200m2, luas tanah
970m2. Adapun batas-batas MI Ma’arif NU 1 Kalitapen Kecamatan Purwojati
Kabupaten Banyumas sebagai berikut :
Sebelah utata : pondok pesantren Hidayatul
Mubtadiin
Sebelah selatan : TK RA Diponegoro 143 Kalitapen
Sebelah timur : perumahan penduduk
Sebelah barat : perumahan penduduk
c. Keadaan
sarana dan prasarana
Sarana
adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap kelancaran proses
pembelajaran, misalnya media pembelajaran, alat-alat pelajaran, perlengkapan
madrasah dan lain sebagainya. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang
secara tidak langsung mendukung keberhasilan proses pembelajaran. Kelengkapan
sarana prasarana akan menambah motivasi kerja guru dan motivasi belajar siswa.
Karena kelengkapan sarana dan prasarana akan memudahkan terlaksananya proses
pendidikan di madrasah/sekolah.
Adapun sarana prasarana
yang mendukung, diantaranya:
No.
|
Gedung
|
Jumlah
|
1.
|
Ruang
Kepala Madrasah
|
1
|
2.
|
Ruang
Kantor Guru
|
1
|
3.
|
Ruang
Kelas
|
1
|
4.
|
Ruang
TU
|
1
|
5.
|
Masjid
|
1
|
6.
|
Kantin
|
1
|
7.
|
UKS
|
1
|
8.
|
Kamar
Mandi/WC Guru
|
1
|
9.
|
Ruang
Perpustakaan
|
1
|
10
|
Kamar
Mandi/WC Siswa
|
2
|
d. Visi,
Misi dan Tujuan MI Ma’arif NU 1 Kalitapen
1)
Adapun Visi MI
Ma’arif NU 1 Kalitapen Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas adalah :
“terbentuknya karakter
generasi yang berilmu pengetahuan, berakhlak karimah dan memiliki ketrampilan”
2) Sedangkan
Misi MI Ma’arif NU 1 Kalitapen Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas adalah :
Ø Memberikan
ilmu pengetahuan baik umum maupun agama melalui pembelajaran dengan baik.
Ø Melaksanakan
tuntutan ajaran agama islam secara kaffah/menyeluruh
Ø Mampu
berinteraksi secara baik dengan masyarakat
Ø Mampu
menerapkan ilmu yang dimiliki dalam kehidupan sehari-hari
3) Tujuan
madrasah
Adapun tujuan MI Ma’arif
NU 1 Kalitapen Kecamatan Purwojati Kabupaten Banyumas adalah:
Ø Lulusan
memiliki akidah yang kokoh dan tekun beribadah dengan baik
Ø Lulusan
memiliki karakter jujur, santun dan bertanggung jawab
Ø Lulusan
memiliki karakter toleran, menghargai perbedaan, memiliki jiwa persatuan,
persatuan dan berguna bagi sesama
Ø Lulusan
memiliki budaya hidup bersih dan sehat
Ø Lulusan
memilki ketrampilan teknologi informasi dan komunikasi
Ø Rata-rata
ujian nasional mencapai 8,00
Ø Memiliki
tim porseni minimal 3 cabang yang mampu bersaing di tingkat kabupaten
Ø Kualifikasi
tenaga pendidik 100% adalah strata 1 dibidangnya
Ø Melaksanakan
system manajemen yang demokratis, transparan dengan mengutamakan kebersamaan
Ø Melakukan
kerjasama yang harmonis antar komponen madrasah dan lembaga masyarakat menuju
sekolah unggulan.
e. Ektrakulikuler
Pramuka : 1 x 1 Minggu
Drumband : 1 x 1 Minggu
Kentongan : 1 x 1 Minggu
Olahaga : 2 x 1 Minggu
Qira’ah : 1 x 1 Minggu
f. prestasi
yang pernah dicapai
No
|
Jenis
|
Cabang
|
Tingkat
|
Hasil
|
Tahun
|
1.
|
Aksioma
|
Catur
|
Kecamatan
|
Juara
1
|
2017
|
2.
|
Aksioma
|
Takraw
|
Kecamatan
|
Juara
1
|
2017
|
3.
|
Aksioma
|
Catur
|
Kabupaten
|
Harapan
3
|
2017
|
4.
|
Porsema
|
Catur
|
Kabupaten
|
Juara
1
|
2017
|
5.
|
Porsema
|
Baca
puisi religi
|
Kabupaten
|
Juara
3
|
2017
|
6.
|
Porsema
|
Tenis
meja
|
Kabupaten
|
Juara
3
|
2017
|
7.
|
Aksioma
|
volly
|
Kecamatan
|
Juara
2
|
2017
|
8.
|
Aksioma
|
Tenis
meja
|
Kecamatan
|
Juara
2
|
2017
|
9.
|
Aksioma
|
Badminton
|
Kecamatan
|
Juara
2
|
2017
|
2.
Lembaga pendidikan non formal
a. Identitas lembaga
Nama : TPQ Al-Hasan
Status : Swasta
Alamat : Desa kaliwangi RT 05/01
Kec. Purwojati
Waktu Belajar : Pukul 15.00-17.00 (Ba’da Ashar)
Status tanah : Wakaf/ Milik Sendiri
b. Visi dan Misi TPQ
Al-Hasan
taman pendidikan
al-Qur’an bertujuan menyiapkan terbentuknya generasi Qur’ani, yaitu generasi
yang memiliki komitmen terhadap al-Qur’an sebgai sumber perilaku, pajakan hidup
dan rujukan segala urusannya. Hal itu ditandai dengan kecintaan yang mendalam
terhadap al-Qur’an, mampu dan rajin membacanya, terus menerus mempelajari isi
kandungannya dan memiliki kemauan kuat untuk mengamalkannya serta kaffah dalam
kehidupan sehari-hari.
Visi dari TPQ Al-Hasan
adalah “Terbentuknya generasi muslim yang fashih membaca Al-Qur’ani dan
berpengetahuan luas”
Sedangkan Misi dari TPQ
Al-Hasan adalah :
Ø Menanamkan
dasar-dasar keimanan dan ketaqwaan kepada Allah dan Rasul-Nya
Ø Mendidik
santri untuk membaca Al-Qur’an secara Murrottal Mujawwad
Ø Mengajarkan
penulisan Al-Qur’an secara baik dan benar
C.
Hasil Penelitian tentang Problematika Pendidikan Islam
Istilah
problema/problematika berasal dari bahasa inggris yaitu “problematic” yang
artinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam bahasa indonesia, problema
berarti hal yang belum dapat dipecahkan yang menimbulkan permasalahan.
Sedangkan yang lain menyatakan
bahwa problema atau problematika merupakan suatukesenjangan antara harapan dan
kenyataan.[9]
Dapat
disimpulkan bahwa problematika adalah
berbagai persoalan yang belum dapat terselesaikan, hingga terjadi
kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang dihadapi dalam proses
pemberdayaan baik yang datang dari individu guru maupun dalam upaya
pemberdayaan masyarakat islami secara langsung dalam masyarakat.
Sedangkan pendidikan
islam adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik) dapat mengarahkan
kehidupannya sesuai dengan ideologi islam.
Dapat disimpulkan dari
pengertian problematika dan pendidikan islam berarti problematika pendidikan
islam adalah masalah-masalah yang terjadi dalam pendidikan islam.
1.
Problematika Pendidikan Islam di MI Ma’arif NU 1 Kalitapen
Dalam melakukan
penelitian di MI Ma’arif NU 1 Kalitapen ini diajukan beberapa pertanyaan
berikut :
a) Apakah
pendidikan islam di MI ini mengalami probematika ?
b) Apa
saja problematika dalam pendidikan islam di MI ?
c) Bagaimana
cara mengatasinya dan solusi apa yang tepat untuk itu semua ?
d) Bagaimana
peran guru dalam menghadapi problematika itu sendiri ?
e) Apakah
problematika itu dimasa yang akan datang akan terjadi kembali ?
f) Bagaimana
cara menanamkan pendidikan islam yang tentunya baik bagi peserta didik ?
g) Bagaimana
pengaruh IPTEK terhadap pendidikan islam yang ada di MI ?
h) Bagaimana
cara guru dalam menanamkan nilai-nilai keberagaman dalam pendidikan islam ?
i)
Bagaimana guru
menyikapi perkembangan IPTEK yang pastinya akan berpengaruh pada pendidikan
islam ?
Setelah
melakukan observasi dan wawancara dengan mengajukan pertanyaan diatas maka
dapat diperoleh hasil bahwa pendidikan islam di MI Ma’arif NU 1 Kalitapen
mengalami berbagai problematika, dan problematika tersebut tidak hanya dialami
salah satu aspek melainkan dialami beberapa aspek.
Yang pertama problematika pendidikan islam di
MI Ma’arif NU 1 Kalitapen pada aspek managemen, yakni management di MI sudah
tertata dengan baik namun komunikasi antara kepala sekolah dengan guru-guru
tertutup sehingga banyak terjadi salah pendapat antara guru dengan kepala
sekolah karena sikap tertutup tersebut. Yang kedua problematika terletak pada
sumber daya manusia/Guru, banyak guru yang tidak menguasai satu bidang mata
pelajaran namun di beri tugas untuk mangajar mata pelajaran tersebut sehingga
pembelajaran berjalan kurang baik karena guru membutuhkan waktu untuk
mempelajari mata pelajaran tersebut, yang ketiga problematika terdapat pada
sarana dan prasarana, masih kurangnya sarana dan prasarana di MI, sebagaimana
yang diketahui sarana dan prasarana merupakan hal yang mendukung kegiatan
pembeajaran sehingga dengan kurangnya sarana dan prasarana dapat menghambat
proses pembelajaran. Problematika lain yang dihadapi di MI adalah dengan
masuknya pengaruh IPTEK yang bisa berdampak kepada siswa dan guru di MI. Lunturnya
nilai-nilai pendidikan islam di kalangan para siiswa juga merupakan salah satu
problematika pendidikan islam yang ada di MI Ma’arif NU 1 Kalitapen, yaitu
dengan menurunnya tingkat menghormati siswa terhadap guru serta menurunnya
sikap sopan santun pada siswa MI.
Peran
guru dalam menghadapi problematika terseut adalah yang pertama dengan
memberikan masukan kepada kepala sekolah pada setiap kegiatan Rapat mingguan
untuk dapat lebih terbuka mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah
sekolah kepada guru-guru yang lain sehingga tidak ada hal yang bersifat
rahasia. Yang kedua adalah dengan belajar kembali mengenai setiap mata
pelajaran yang akan diajarkan sehingga ketika guru ditunjuk untuk mengajar satu
mapel guru sudah menguasai dan kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan
baik, sehingga antara guru dan siswa saling belajar. Yang ketiga adalah dengan
cara guru memanfaatkan setiap sarana dan prasarana yang ada, walaupun sarana
dan prasarana di MI kurang ketika sekolah dapat memanfaatkannya dengan
semaksimal mungkin maka sarana dan prasarana tersebut tidak akan menjadi
kekurangan. Yang keempat peran guru dalam menghadapi problematika di MI terkait
dengan perkembangan serta pengaruh IPTEK adalah dengan memanfaatkan IPTEK untuk
kegiatan yang berhubungan dengan pembelajaran disekolah seperti salah satunya
adalah dengan menggunakan IPTEK sebagai media pembelajaran, itu jika dilihat
dari pengaruh IPTELK untuk guru kemudian selanjutnya peran guru dalam mengahadapi
probematika pengaruh IPTEK untuk siswa yakni dengan memberikan masukan kepada
orang tua untuk membatasi penggunaan gadget dirumah dan lebih memperbanyak
kegiatan membaca buku pelajaran sekolah ataupun memasukan anaknya ke kegiatan
positif misalnya kegiatan ekstrakulikuler di sekolah.
Dalam
menyikapi lunturnya sikap menghormati siswa terhadap guru adalah dengan
menanamkan kembali kebiasaan cium tangan kepada guru ketika pagi hari sampai disekolah, selain itu
guru lebih menunjukan sikap tegasnya menangani siswa. Ketika siswa bersikap
baik maka siswa diberikan reward atau penghargaan dan ketika siswa bersikap
tidak baik maka guru memberikan pengarahan namun ketika pengarahan tidak
mendapatkan respon yang baik maka guru berhak memberiikan punishment atau
hukuman kepada siswa.
2.
Problematika Pendidikan Islam di TPQ Al-Hasan
Problematika
yang dialami di TPQ Al-Hasan yaitu terletak pada beberapa aspek, yang pertama
terletak pada sistem managemennya, karena TPQ ini swasta jadi sistem
managemennya kurang tertata dengan baik serta kepengurusannya juga kurang
jelas, karena tidak terletak pada satu orang sehingga banyak terjadi konflik
pendapat antar pengurus, kedua kurangnya jumlah anak karena banyak anak yang
sudah sekolah SMP sehingga kesadaran untuk mengaji berkurang serta kurangnya
kesadaran orang tua untuk memasukan anaknya mengaji ke TPQ, yang ketiga
kurangnya jumlah tenaga pengajar/ustadz, TPQ Al-Hasan terbagi menjadi 5 kelas
sedangkan tenaga pendidik hanya ada 3 jadi ketika kegiatan sedang berlangsung ada
kelas yang harus menunggu untuk giliran mengaji sehingga keadaan kelas menjadi
tidak kondusif karena banyak anak-anak yang bermain pada saat jam mengaji.
Kemudian yang keempat yaitu kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung
kegiatan, diantaranya adalah kurangnya bangku dan papan tulis.
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Problematika
adalah berbagai persoalan yang belum
dapat terselesaikan, hingga terjadi kesenjangan antara harapan dan kenyataan
yang dihadapi dalam proses pemberdayaan baik yang datang dari individu guru
maupun dalam upaya pemberdayaan masyarakat islami secara langsung dalam
masyarakat. pendidikan islam adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang
(peserta didik) dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi islam. Problematika
pendidikan islam adalah masalah-masalah yang terjadi dalam pendidikan islam.
Dan
dari hasil penelitian diatas dapat dsimpulkan bahwa setiap lembaga pendidikan
islam menghadapi sebuah problematika, dari setiap problematika tersebut dapat dcari
solusi untuk meminimalisir akibat dari adanya problematika tersebut. Dengan
adanya problematika dapat dijadikan sebagai tolak ukur sebuah lembaga
pendidikan dalam melakukan kegiatan pembelajaran.
Dari
problematika pada lembaga pendidikan formal di MI Ma’arif NU 1 Kalitapen
peneliti memberikan saran agar komunikasi antara guru dengan kepala sekolah
harus dilakukan secara lebih terbuka untuk meminimalisir munculnya problematika
yang lain, dan untuk lembaga pendidikan non formal yang di sini adalah TPQ Al-Hasan
saran yang diberikan pun sama yaitu agar komunikasi antar guru/ustadz dengan
pengurus TPQ lebih dilakukan secara terbuka agar problematika yang sudah ada
dapat terselesaikan dan kedepan tidak muncul problematika yang lain lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
.
Herdiansyah, Haris.
2014. Metode Penelitian Kualitatif untuk
Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta : Salemba Humanika.
Mulyana. Deddy. 2006. Metodologi Penelitian
Kualitatif; Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya. Bandung. Remaja Rosdaykarya.
Putra Nusa dan Santi
Lisnawati. 2013. Penelitian Kualitatif Pendidikan Agama Islam, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Rohmad. 2015. Pengembangan
Instrumen Evaluasi dan Penelitian. Purwokerto: STAIN PRESS
Soehadha. Moh. 2012. Metode Peelitian Sosial Kualitatif untuk
Studi Agama, Yogyakarta : SUKA-PRESS.
Syukir.
Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islami.
1983. Surabaya: Al-Ikhlas
Putra Nusa dan Santi
Lisnawati. 2013. Penelitian Kualitatif Pendidikan Agama Islam, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
[1] Haris Herdiansyah, Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu
Sosial, (Jakarta : Salemba Humanika, 2014), hlm. 131.
[2]Haris Herdiansyah, Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu
Sosial, (Jakarta : Salemba Humanika, 2014), hlm. 132.
[3] Rohmad, Pengembangan Instrumen Evaluasi dan Penelitian, (Purwokerto: STAIN
PRESS, 2015), hlm.121.
[4] Haris Herdiansyah, Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu
Sosial, (Jakarta : Salemba Humanika, 2014), hlm. 118.
[5] Moh Soehadha, Metode Peelitian Sosial Kualitatif untuk
Studi Agama, (Yogyakarta :SUKA-PRESS, 2012), hlm. 112.
[6] Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif; Paradigma
Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006), hlm. 180.
[7] Nusa Putra dan Santi Lisnawati, Penelitian Kualitatif Pendidikan Agama Islam,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm.33.
[8] Haris Herdiansyah, Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu
Sosial, (Jakarta : Salemba Humanika, 2014), hlm. 143.
[9] Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islami, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983),
hlm.65.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar