LAPORAN OBSERVASI LAPANGAN
“PROBLEMATIKA DALAM PENDIDIKAN ISLAM”
Laporan ini disusun untuk
memenuhi tugas
Mata Kuliah :Kapita Selekta Pendidikan Islam
Dosen Pengampu :Rahman Afandi, S.Ag.,M,S.I.
Disusun Oleh:
Rojihatud Dianah (1423305257)
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU PENDIDIKAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO
2017
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Dalam suatu
proses pembelajaran harus terjadi kerjasama yang baik antara siswa dan guru
sebagai fasilitator dalam proses
keberhasilan pembelajaran harus bisa menciptakan pembelajaran yang
menyenangkan bagi peserta didik.
Pada anak usia sekolah dasar, anak cenderung lebih tertarik pada
pembelajaran yang melibatkan mereka secara langsung, karena mereka akan lebih
paham dan mengerti dengan pembelajaran yang konkrit. Guru menjadi faktor
penentu manakala siswa sudah mulai tidak tertarik dengan pembelajaran, itu
sebabnya sebagai guru yang professional harus bisa mengondisikan semua aspek
pembelajaran menjadi satu kesatuan yang utuh, baik dari aspek persiapan guru
seperti materi pembelajaran dan pada aspek teknis disekolah.
Observasi
merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam mengetahui bagaimana proses
pembelajaran di dalam kelas. Dalam hal ini kami selaku mahasiswa jurusan
pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah melakukan observasi pendidikan formal di MI Dukuhwaluh dan pendidikan Non-formal di Pondok Pesantren Darul Abror
Watumas, Purwanegara, Purwokerto Utara. untuk mengetahui problematika-problematika yang terjadi khususnya dalam pembelajaran
agamanya (PAI) di kelas.
B.
Rumusan Masalah
Bagaimana problematika yang terjadi di MI Dukuhwaluh,
Purwokerto dan Pondok pesantren Darul Abror Watumas, Purwokerto?
C.
Tujuan
Untuk
mengetahui problematika-problematika
yang terjadi dalam pembelajaran PAI pada khususnya di MI Dukuhwaluh dan di
pondok pesantren Darul Abror Purwokerto.
D.
Metode penelitian
Metode yang
digunakan adalah pengamatan langsung, melihat pembelajaran PAI kelas 3 di MI Dukuhwaluh Purwokerto dan di
Pondok Pesantren Darul Abror (tentang BTA&PPI) dengan mewawamcarai guru pengampunya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan
dalam bahasa indonesia, berasal dari kata “didik” dengan memberi awalan “pe”
dan akhiran “kan”, yang mengandung arti “perbuatan” (hal, cara, dan
sebagainya). Istilah pendidikan pada mulanya berasal dari bahasa Yunani yaitu “paedagogie” yang berarti bimbingan yang
diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan kedalam bahasa
Inggris dengan “eduction” yang
berarti pengembangan atau bimbingan.[1]
Menurut
syed Muhammad al-Nuquib al- Attas, pendidikan adalah suatu proses penanaman
sesuatu ke dalam diri manusia.
Menurut
Muhammad SA. Ibrahim mengatakan bahwa pendidikan islam : Islamic education in true sense of the learn, is the sysstem of
education whice enable a man to lead his life according to the islamic ideology,
so that he may easily mould his life in accordance whit tenets of islam (pendidikan
islam dalam pandangan yang sebenarnya adalah suatu sistem pendidikan yang
memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi
islam, sehingga dengan mudah ia dapat
membentuk hidupnya sesuai dengan ajaran islam). Dengan demikian bahwa
pendidikan islam merupakan suatu sistem yang didalamnya terdapat beberapa
komponen yang saling terkait. misalnyasistem akidah, syariah dan akhlak, yang
meliputi domain efektif, kognitif, dan psikomotorik, yang keberartian satu
unsur terpengaruh dari keberartian unsur yang lain.[2]
Sedangkan
dalam pandangan Muhammad Athiyah al Abrasyi, pendidikan islam adalah sebuah
proses untuk mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan berbahagia,
mencintai tanah air,tegap jasmaninya, sempurna akhlaknya, teratur fikirannya,
mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya baik lisan atau tulisan. Menurut
Marimba, pendidikan islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum
agama islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran
islam.
Dapat
disimpulkan bahwa pendidikan islam adalah proses trans-internalisasi
pengetahuan dan nilai islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran,
pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan, pengarahan, dan pengembangan
potensi-potensinya guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup didunia dan
akhirat, jasmani dan rohani.[3]
B.
Macam-Macam Pendidikan Islam
1. Pendidikan Formal
Pendidikan
formal adalah pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Sekolah
adalah lembaga pendidikan yang secara resmi menyelenggarakan kegiatan
pembelajaran secara sistematis, berencana, sengaja dan terarah yang dilakukan
oleh pendidik yang profesional dengan program yang dituangkan ke dalam
kurikulum tertentu dan diikuti oleh peserta didik pada jenjang tertentu, mulai
dari tingkat Kanak-Kanak (TK) sampai Pendidikan Tinggi (PT).
Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan
formal mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap berlangsungnya proses
pendidikan, yang dibagi dalam tiga kategori :
a)
Tanggung
jawab formal. Sesuai dengan fungsinya. Lembaga pendidikan bertugas untuk
mencapai tujuan pendidikan berdasarkan undang-undang yang berlaku.
b)
Tanggung
jawab keilmuwan. Berdasarkan bentuk, isi dan tujuan serta jenjang pendidikan
yang dipercayakan kepadanya oleh masyarakat.
c)
Tanggung
jawab fungsional. Tanggung jawab yang diterima sebagai pengelola fungsional
dalam melaksanakan pendidikan oleh para pendidik yang pelaksanakannya
berdasarkan kurikulum.[4]
Yang dimaksud dengan pendidikan sekolah
di sini adalah pendidikan yang diperoleh seseorang di sekolah secara teratur,
sistematis, bertingkat, dan dengan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat
(mulai) dari Taman Kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
Ada beberapa karakteristik proses
pendidikan yang berlangsung di sekolah ini, yaitu sebagai berikut:
a)
Pendidikan
diselenggarakan secara khusus dan dibagi atas jenjang yang memiliki hubungan
hierarkis
b)
Usia
anak didik di suatu jenjang pendidikan relatif homogen
c)
Waktu
pendidikan relatif lama sesuai dengan program pendidikan yang harus
diselesaikan
d)
Materi
atau isi pendidikan lebih banyak bersifat akademis dan umum
e)
Adanya
penekanan tentang kualitas pendidikan sebagai jawaban terhadap kebutuhan di
masa yang akan datang
Sebagai
lembaga pendidikan formal, sekolah yang lahir dan berkembang secara
efektif dan efisien dari dan oleh serta untuk masyarakat, merupakan perangkat
yang berkewajiban memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam mendidik warga
negara. Sekolah di kelola secara formal, hierarkis dan kronologis yang
berhaluan pada falsafah dan tujuan pendidikan nasional.
Sebagai pendidikan yang bersifat formal,
sekolah menerima fungsi pendidikan berdasarkan asas-asas tanggung jawab
berikut:
a)
Tanggung
jawab formal kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan yang ditetapkan
menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku, dalam hal ini undang-undang
pendidikan, USSPN Nomor 20/2003
b)
Tanggung
jawab keilmuan berdasarkan bentuk, isi dan tujuan dan tingkat pendidikan yang
dipercayakan kepadanya oleh masyarakat dan bangsa
c)
Tanggung
jawab fungsional adalah tanggung jawab profesional pengelola dan pelaksanaan
pendidikan yang menerima ketetapan ini berdasarkan ketentuan-ketentuan
jabatannya. Tanggung jawab ini merupakan pelimpahan tanggung jawab dan
kepercayaan orang tua kepada sekolah dari para guru.[5]
2. Pendidikan Non formal
Pendidikan
pada dasarnya merupakan kegiatan seumur hidup (lifelong learning) yang
diwujudkan dalam tiga kategori dasar institusi pembelajaran yaitu pembelajaran
formal (formal learning), pembelajaran nonformal (nonformal learning),
dan pembelajaran informal (informal learning). Ketiga institusi tersebut
bersifat sinergis dan sama pentingnya mempengaruhi kehidupan manusia.
Menurut
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, jalur
pendidikan terdiri dari tiga, yaitu pendidikan informal, pendidikan formal dan pendidikan
nonformal. Pendidikan nonformal adalah pendidikan yang diselenggarakan bagi
warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai
pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka
mendukung pendidikan sepanjang hayat.[6]
Faktanya,
masyarakat indonesia menganggap tiga jalur pendidikan tersebut dengan pandangan
yang tidak setara. Masyarakat menganggap bahwa pendidikan formal sebagai
institusi terpenting. Sekolah dianggap memiliki peran paling strategis untuk menentukan
kualitas pada diri seseorang. Anggapan ini bahkan sampai menderivasi pendidikan
bukan lagi sebagai proses belajar, namun semata – mata memenuhi formalitas
sebagaimana yang di tentukan oleh sekolah. Lembaga pendidikan formal banyak
yang menjelma menjadi tempat yang “ mengebiri” siswa dan menjadikannya sebagai
robot-robot yang kaku. Ruh sekolah atau lembaga pendidikan modern sesungguhnya
adalah merupakan tempat belajar yang menjadikan siswa memiliki learning
habit atau budaya belajar sehingga dia akan belajar terus sepanjang hayat.
Julian
Sefton Green (2013:17) menyatakan bahwa pendidikan nonformal menggambarkan
rangkaian institusi yang luas dan biasanya didanai secara privat/pribadi, atau
didanai oleh masyarakat dan didedikasikan untuk serangkaian aktivitas dan
disiplin yang luas. Sektor pendidikan nonformal secara definitif berisi
serangkaian yang diajarkan dan dipelajari tetapi tidak sesempit kurikulumyang
digunakan dalam pendidikan formal. Dalam pendidikan formal dan nonformal ada
gagasan tentang kurikulum, yaitu aturan, rencana, dan struktur yang
dikembangkan, sedangkan dalam pendidikan informal pengetahuan dibentuk dan
dirancang sendiri oleh individu, bukan oleh masyarakat.
Coombs
dan Ahmed (1980 : 8) dalam riset dalam berjudul Attacking Rural Poverty :
How Nonformal Education Can Help, membedakan tiga jenis model pendidikan,
yaitu (1) informal education,(2)
formal education,and (3) nonformal education. [7]Definisi
pendidikan nonformal adalah setiap kegiatan yang terorganisasi dan sistematis,
di luar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan
bagian penting dari aktifitas yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk
melayani belajar peserta didik tertentu dalam mencapai tujuan belajarnya.
Pendidikan nonformal melayani pendidikan kepada masyarakat baik orag dewasa
maupun anak-anak (Munzir, 2010 : 7). Berdasarkan pemikiran tersebut, maka
pendidikan nonformal dapat mengisi kekosongan aktivitas, termasuk aktivitas
anak-anak agar dapat mengembangkan kecerdasan, kreativitas dan karakternya
secara optimal.
Menurut
Thompson (2001 : 1) dalam paper yang di presentasikan dalam Biennal
Coference di Arusha, Republik Tanzania : 7-8 Oktober 2001, berjudul Succsesful
Eksperiences in Nonformal Education and alternatife Aproaches to Basic
Educationin Africa bahwa pendidikan nonformal secara umum merupakan
ekspresi dari keinginan mendapatkan pendidikan dan fasilitas belajar melalui
metode alternatif yang disediakan untuk anak-anakdan generasi muda yang tidak
mendaatkan kesempatan untuk mengakses pendidikan formal.
Thompson
(2001 : 1) menyatakan konsep pendidikan nonformal dikenlakan oleh Coombs dalam
analisisnya terhadap krisis pendidikan dunia dalam dua laporan penelitian yang
dilakukan untuk World Bank and the United Nations International Childerns
Fund (UNICEF) dan dipersiapkan oleh International Council for Education
Development (ICED). Riset Coombs berjudul New Pats to Learning for Rural
Childern and Youth (1973), and Attacking Rural Poverty : How Nonformal
Education can Help (1974) mendiskusikan tentang kemampuan pendidikan
nonformal dalam mengatasi siklus kemiskinan.[8]
Pandangan fungsional tentang pendidikan
nonformal kemudian diadopsi dalam kapasitas pendidikan nonformal meningkatkan
kualitas hidup manusia dengan cara peningkatan produktivitas pertanian.
Penggunaan
istilah pendidikan nonformal muncul dalam konteks yang luas dari masyarakat
yang merasakan bahwa pendidikan (formal) yang telah dilaksanakan dianggap telah
gagal (misalnya dalam kasus ivan illich, 1973). Pendidikan tidak hanya dianggap
di Negara berkembang, tetapi juga mengalami kegagalan di masyarakat Barat. Di
dunia Barat, gerakan reformasi tampil dalam bentuk yang berbeda-beda namun
dalam semua perencanaan dan pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan
pendidikan di negara berkembang pada tahun 1968 sampai pada tahun 1986,
pendidikan nonformal dianggap sebagai “ panacea” dalam mengatasi semua
permasalahan dalam pendidikan.
Tobias
(1992 : 78) menyatakan sejak tahun 1988 ketika didirikan Comunity learning
Aotearoa/ New Zealand (CLANZ) 1988. Istilah nonformal learning digunakan sebagai sinonim dari ‘nonformal
edcation’. Nonformal edcation didefnisikan sebagai kesempatan
belajar yang bertruktur dalam suatu kelompok masyarakat yang dapat mengontrol
proses pembelajarannya secara independen tidak bergantung pada kurikulum.
Tujuannya adalah untuk membantu seseorang atau sekelompok orang untuk mengatur
kehidupannya, membuat pilihan mereka sendiri dan mengembangkan masyarakatnya.
Menurut
Nonformal Edcation Manual dari PEACE CORPS 2004, bahwa pendidikan
nonformal berdasarkan kepercayaan bahwa anggota komunitas perlu untuk didorong
untuk berpikir kritis tentang problem kehidupan sehari-hari mereka agar dapat
mengambil keputusan dan dapat bertindak dengan baik. Manuela du-bois Raymond
(2003 : 14-15) menyatakan bahwa nonformal edcation yang harus menerima
peran sebagai pelayan bagi generasi muda yang potensial atau benar-benar tidak
beruntung dengan compensatory purpose. Konsep komunitas sekolahnya adalah
sebagai “ second chance school”. Jadi, pendidikan nonformal berupaya
menampung atau mendidik seseoang atau sekelompok orang yang tidak tertampung
dalam pendidikan formal. Pada kenyataannya, ada orang yang memang tidak mampu
untuk belajar pada sekolah formal karena alasan ekonomi atau alasan kemampuan
akademik. Namun ada pula seseorang yang tidak ingin belajar pada pendidikan
fomal karena tidak percaya dengan fungsi pendidikan formal yang dapat
mengembangkan potensi mereka. Manuela du Bois-Reymond (2003 : 10) menyatakan
bahwa pendidikan formal yang dilaksanakan memang tidak menjamin sepanjang hidup
dan tidak berkaitan dengan pekerjaan yang bergaji tinggi, namun pada
kenyataannya di banyak negara masih ada kaitan yang erat antara tingkat
pendidikan dan kesempatan seseorang mendapatkan pekerjaan. Riwayat pekerjaan
normal bukan meupakan hasil pembuktian diri dalam pembelajaran di sekolah
menjadikan sekolah formal memiliki kelemahan. Ada banyak generasi muda yang
berpendidikan rendah bertekad untuk“to do something” dan mereka
melakukannya dengan tidak belajar disekolah, mereka tidak bisa merasa
membutuhkan belajar di sekolah karena sekolah tidak membantu mereka menemukan
pekerjaan. [9]
Menurut
Manual Pendidikan Nonformal dari PEACE Corps (2004: 5-6), beberapa hal yang
harus diidentifikasi ketika akan melaksanakan pendidikan nonformal adalah :
a)
Pendidikan
nonformal berfokus pada kebutuhan peserta didik
b)
Peserta
didik sebagai sumber daya
c)
Menekankan
pada aktivitas yang relevan dan tujuan yang bersifat praktis.
C.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
1.
Waktu
Pada
hari Rabu tanggal,5 Maret 2017, pukul 09:00 di MI Dukuhwaluh Purwokerto dan
pada hari jum’at tanggal 7 Maret 2017, pukul 14:00 di pondok pesantren Darul
Abror Purwokerto.
2.
Tempat kegiatan observasi Mata Kuliah Kapita Selekta Pendidikan Islam yaitu di MI
Dukuhwaluh, Purwokerto dan Pondok Pesantren Darul Abror Watumas,
Purwanegara, Purwokerto Utara.
D. Gambaran Umum
Pendidikan
1.
Lembaga Pendidikan Formal
a. Identitas Sekolah : MI Dukuhwaluh Purwokerto.
b. Ekstrakulikuler : Pramuka.
2.
Lembaga Pendidikan Nonformal
a.
Identitas : Pondok Pesantren Darul Abror Watumas,
Purwanegara, Purwokerto Utara.
b.
Asas pondok pesantren Darul abror
Asas yang menjiwai Pondok Pesantren Darul
Abror adalah Al-Qur’an dan Assunnah. Maka segala aktivitas di pondok pesantren
Darul Abror hanya bertumpu dan mengacu kepada nilai-nilai dari pedoman hidup
yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Assunnah.
c.
Ekstrakulikuler : rebana, darullughoh, kepenulisan.
E. Hasil
Penelitian (Problematika)
1.
Lembaga Pendidikan Formal
a)
Kronologi kegiatan
Pada hari senin tanggal 5 Maret 2017, tepatnya
pada pukul 08.30 WIB saya berangkat dari kampus IAIN Menuju MI Dukuhwaluh,
sesampainya di sana saya langsung menuju kantor kepala sekolah, kebetulan pada
saat itu ibu kepala sekolah sedang ada rapat di luar sekolah, jadi kami menemui
guru yang ada, dan membicarakan tentang maksud dan tujuan kami datang ke MI
Dukuhwaluh dan menyerahkan surat tugas observasi kepada guru. Setelah kami
mebicarakan bahwa tujuan saya datang ke MI Dukuhwaluh untuk mengamati atau meneliti
proses problematika pembelajaran khususnya pembelajaran PAI di MI Dukuhwaluh,
saya memilih penelitian di salah satu kelas yaitu di kelas 3 MI Dukuhwaluh.
Setelah itu saya bertemu dengan
guru kelas 3 MI Dukuhwaluh, dan saya di
persilahkan untuk mengamati pembelajaran di kelas 3 MI Dukuhwaluh. Saya pun masuk kelas, melihat,
meneliti, dan mengamati bagaimana proses pembelajaran PAI di MI dukuhwaluh sampai
selesai.
Kemudian pada hari jum’at, tanggal 7 maret
2017, saya melakukan wawancara di aula utama pondok pesantren Darul abror
dengan ustadz ‘imla pondok pesantren Darul abror, pada pukul 14:00 sampai
selesai.
b)
Hasil wawancara (Pendidikan Formal)
1)
Apa pembelajaran PAI dalam tingkat MI sangat diperlukan
pada zaman sekarang?
Jawab: Karena
pergaulan dan perkembangan zaman yang sangat berpengaruh terhadap anak-anak
maka, pembelajaran PAI sangat di perlukan untuk membentengi agar anak tidak
terjerumus dalam pergaulan bebas.
2)
Apakah ada respon yang baik dari siswa ketika dalam mapel
PAI tersebut?
Jawab: Sangatlah sulit mba untuk mengajarkan anak-anak
mapel agama mba,butuh kesabaran dan kekuatan ekstra. Mungkin kalau teori
mungkina anak mudah merespon dengan baik, tapi dalam kegiatan prakteknya
anak-anak masih perlu ditekankan dan diingatkan terus.
3)
Apakah ketika ibu masuk ke kelas mengajar anak-anak sudah
mempunyai bekal atakah dimulai dari nol?
Jawab: Sudah ada bekal mba, tapi ya masih harus kerja
keras lagi dan selalu diingatkan terutama dalam praktek sehari-hari.
4)
Bagaimana keadaan kelas dan siswa tempat ibu mengajar
khususnya dalam mapel PAI?
Jawab: Gimana ya mba, tidak semua anak menyukai mapel
PAI, mayoritas menyukai mapel umum, katanya mapel PAI susah.
5)
Apa pendekatan yang ibu gunakan ketika melaksanakan
pembelajaran PAI?
Jawab: Ya paling saya menggunakan pendekatan personal
mba, saya memperhatikan anak satu persatu dan mendekati anak satu persatu juga.
6)
Apa metode yang di gunakan dalam pembelajaran PAI di
Kelas 3 MI Dukuhwaluh?
Jawab: Metode
yang digunakan di MI Dukuhwaluh adalah ceramah,
Diskusi dan Tanya jawab.
7)
Apa strategi dalam pembelajaran PAI di
Kelas 3 MI Dukuhwaluh?
Jawab: Strategi
yang digunakan disini adalah Menyanyi
sesuai dengan materi yang sedang berlangsung.
8)
Bagaimana antusias anak dalam pembelajaran PAI di
kelas 3 MI Dukuhwaluh ?
Jawab: Antusias
anak dalam mengikuti pembelajaran sangat baik, mereka mengikuti dengan semangat
pembelajaran tersebut dan nurut dengan apa yang di perintahkan oleh guru,seperti guru
dan siswa bersama-sama membaca materi, kemudian guru menyuruh siswa untuk
menggaris bawahi kalimat-kalimat yang penting yang mana berhubungan dengan
soal-soal latihan sederhana, sehingga dengan cara tersebut dianggap lebih
efektif dalam memahamkan materi kepada anak.
9)
Bagaimana Proses evaluasi dalam pembelajaran PAI kelas
3 MI Dukuhwaluh?
Jawab: Proses
evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran PAI di
MI Dukuhwaluh adalah setiap selesai pembelajaran dan ketika selesai dalam satu
bab materi PAI.
10)
Apa saja kendala dalam pembelajaran PAI di
kelas 3 MI Dukuhwaluh?
Jawab: Kendala
dalam pembelajaran PAI di MI Dukuhwaluh adalah dalam pengondisian anak, dan kurangnya sarana prasarana
yang memadai.
11) Bagaimana rata-rata, kemampuan siswa dalam
menerima mapel PAI. Dengan metode yang diterapkan tersebut?
Jawab: Ya kan kemampuan anak itu berbeda-beda mba, jadi
ya ada yang nilainya diatas KKM, ada yang pas KKM, dan ada juga yang di bawah
KKM. Tapi ya kebanyakan diatas rata-rata KKM dan pas KKM, kalau yang dibawah
KKM ya sedikit mba.
12) Bagaimana dengan manajemen pendidikan islam
agar pembelajaranya bisa efektif dan berkualitas?
Jawab: Agar pembelajaran bisa efektif yang utama yaitu
seorang guru harus betul-betul mengetahui karakter siswa, kemudian menggunakan
media yang tepat, guru dalam menyampaikan materi juga harus menggunakan bahasa
yang mudah dipahami oleh siswa, serta memberikan perhatian pada siswa. Agar
siswa lebih semangat biasanya dengan memuji siswa apabila siswa dapat menjawab
pertanyaan yang diberikan.
c)
Hasil Wawancara Pendidikan Non-formal
1)
Bagaimana pendapat ustadz, mengenai adanya program wajib
mondok dari IAIN Purwokerto?
Jawab: Saya sangat setuju mba dengan adanya program wajib
mondok ini, ya kalau bisa semua mahasiswa wajib mondok, untuk meningkkatkan
kualitas mahasiswa di IAIN Purwokerto.
2)
Apa tujuan diadakannya pembelajaran BTA & PPI di
Pondok Pesantren ini?
Jawab: Agar mahasiswa bisa memahami praktek ibadah dan
pengetahuan dasar Islam. Kebanyakan pembelajaran tersebut untuk mahasiswa yang
belum lulus ujian BTA & PPI, namun secara umum untuk seluruh santri.
3)
Bagaiman saja proses pembelajaran BTA & PPI di Pondok
Pwsantren Darul Abror ini? Apa saja metode, strategi dan media yang digunakan?
Jawab: Kalau saya sendiri, yang kebetulan mengajar ‘Imla,
pada tahap awal yaitu menulis kalimat toyyibah, seperti ta’awud yang
sebelumnya telak saya diktekan. Kemudian santri menulisakan dan setelah itu
dikoreksi bersama. Dalam proses ini saya menggunakan metode ceramah, dimana
saya menerangkan dulu, kemudian santri menuliskan. Lalu metode demostrasi dan
metode qiro’ati. Sedangkan media yang digunakan adalah kapur, papan tulis,
al-Qur’an dan modul BTA & PPI.
4)
Kemudian untuk evaluasinya sendiri itu bagaimana tadz?
Jawab: Untuk evaluasi sendriri, saya biasanya melakukan
praktek secara langsung mengenai materi yang telah disampaikan setiap kali
pertemuan. Misalnya santri maju kedepan untuk menuliskan salah satu ayat,
kemudian saya juga memberikan tugas atau PR kepada santri-santri tersebut.
5)
Melihat dari pembelajaran BTA & PPI pada angkatan
sebelumnya, adakah perbedaan dengan pembelajaran BTA & PPI pada angkatan
sekarang?
Jawab: Perbedaanya, kalau tahun sebelumnya lebih sulit
mba. Sulit disini dari segi tingkat keinginan santri dalam belajar. Mereka
kurang bersemangat ketika berangkat dan mengikuti proses pembelajarannya.
Sedangkan untuk tahun sekarang lebih mudah untuk belajarnya, santri semangat
dalam belajar, mereka berangkat lkebih awal dan mengikuti pmbelajarannnya
secara aktif.
6)
Adakah hambatan-hambatan selama proses pembelajaran BTA
& PPI?
Jawab: Ya pastinya ada hambatan mba. Seperti ada santri
yang sudah bisa dan belum bisa. Jadi dalam hal ini sering banget terjadi sebuah
kesenjangan (perbedaan). Kemudian ada yang ingin pembelajarannya dipercepat
mengenai pembahasan materi tertentu, dan mengenai ketertiban santri yang masih
minim.
7)
Upaya apa saja yang dilakukan untuk mengatasi hambatan
tersebut tadz?
Jawab: Upayanya ya saya selalu memberikn motivasi kepada
santri intuk lebih rajin dalam mengaji dan berangkatnya lebih awal. Saya juga
berusaha untuk mencari jalan tengahnya apabila ada sebuah permasalahan yang
muncul.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan islam adalah
proses trans-internalisasi pengetahuan dan nilai islam kepada peserta didik melalui
upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan, pengarahan,
dan pengembangan potensi-potensinya guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan
hidup didunia dan akhirat, jasmani dan rohani.
Adapun jenis pendidikan ada 3 yaitu:
1.
Pendidikan formal
2.
Pendidikan Nonformal
3.
Pendidikan informal
Dari ke tiga jenis pendidikan diatas mempunyai kelebihan
dan kekurangan masing-masing. Misalnya dalam pendidikan formal dan nonformal
yang penulis teliti yaitu adanya permasalah dalam sarana dan prasarana, strategi
dan metode yang digunakan belum bisa maksimal, pengkondisian peserta didik dan
lain sebagainya.
B. Saran
Kegiatan observasi merupakan suatu kegiatan yang sangat bermanfaat, untuk
itu disarankan kepada calon guru seperti kita dapat mengetahui bagaimana
seorang guru mengajarkan suatu pelajaran dengan baik. Kemudian kita sebagai
calon guru tentunya dapat memilih mana yang baik dan mana yang kurang baik
untuk diajarkan kepada murid kita ketika kita sudah mengajar kelak
1. Lembaga pendidikan formal
Perlu adanya perbaikan baik dari segi sarana dan
prasarana yang masih kurang, metode dan strategi yang masih belum
maksimal, dan guru sebaiknya harus bisa
lebih kreatif dalam keterbatasan sarana
dan prasarana yang tersedia.
2. Lembaga pendidikan Nonformal
Dengan adanya observasi yang telah dilakukan
penulis menyarankan agar kedisiplinan dalam mengaji harus lebih di tingkatkan kembali,
yaitu dengan cara memberi dukungan atau motivasi kepada santri agar lebih rajin
dalam mengaji khususnya, jika perlu santri yang rajin dalam mengaji dikasih
penghargaan.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu
Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Penerbit teras, 2011).
Sumiarti, Ilmu Pendidikan,
(Purwokerto: STAIN PRESS, 2016).
Nurfuadi, Profesionalisme
Guru, (Purwokerto : STAIN Press, 2012).
[1] Muhammad
Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta
: Penerbit teras, 2011) hal 1
[2] Muhammad
Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan
Islam.......................hal. 22- 23
[3] Muhammad
Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta
: Penerbit teras, 2011) hal 26
[4] Nurfuadi, Profesionalisme Guru, (Purwokerto :
STAIN Press, 2012), hal 174- 175
[5]Nurfuadi, Profesionalisme Guru................hal
176
[6]Sumiarti, Ilmu
Pendidikan, (Purwokerto: STAIN PRESS,
2016) hal. 39
[7]Sumiarti, Ilmu
Pendidikan, .............hal. 40
[8]
Sumiarti, Ilmu
Pendidikan, .............hal. 41
[9]
Sumiarti, Ilmu
Pendidikan, .............hal. 42
Tidak ada komentar:
Posting Komentar