Selasa, 02 Mei 2017

1423305257 Rojihatud Dianah (MI DUKUH WALUH dan PONDOK PESANTREN DARUL ABROR)



LAPORAN OBSERVASI LAPANGAN
“PROBLEMATIKA DALAM PENDIDIKAN ISLAM”


Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah :Kapita Selekta Pendidikan Islam
Dosen Pengampu :Rahman Afandi, S.Ag.,M,S.I.
Disusun Oleh:
Rojihatud Dianah        (1423305257)

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU PENDIDIKAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Dalam suatu proses pembelajaran harus terjadi kerjasama yang baik antara siswa dan guru sebagai fasilitator dalam proses  keberhasilan pembelajaran harus bisa menciptakan pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik.
Pada anak usia sekolah dasar, anak cenderung lebih tertarik pada pembelajaran yang melibatkan mereka secara langsung, karena mereka akan lebih paham dan mengerti dengan pembelajaran yang konkrit. Guru menjadi faktor penentu manakala siswa sudah mulai tidak tertarik dengan pembelajaran, itu sebabnya sebagai guru yang professional harus bisa mengondisikan semua aspek pembelajaran menjadi satu kesatuan yang utuh, baik dari aspek persiapan guru seperti materi pembelajaran dan pada aspek teknis disekolah.
Observasi merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam mengetahui bagaimana proses pembelajaran di dalam kelas. Dalam hal ini kami selaku mahasiswa jurusan pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah melakukan observasi pendidikan formal di MI Dukuhwaluh dan pendidikan Non-formal di Pondok Pesantren Darul Abror Watumas, Purwanegara, Purwokerto Utara. untuk mengetahui problematika-problematika yang terjadi khususnya dalam pembelajaran agamanya (PAI) di kelas.

B.     Rumusan Masalah
Bagaimana problematika yang terjadi di MI Dukuhwaluh, Purwokerto dan Pondok pesantren Darul Abror Watumas, Purwokerto?



C.    Tujuan
Untuk mengetahui problematika-problematika yang terjadi dalam pembelajaran PAI pada khususnya di MI Dukuhwaluh dan di pondok pesantren Darul Abror Purwokerto.

D.    Metode penelitian
Metode yang digunakan adalah pengamatan langsung, melihat pembelajaran PAI kelas 3 di MI Dukuhwaluh Purwokerto dan di Pondok Pesantren Darul Abror (tentang BTA&PPI) dengan mewawamcarai guru pengampunya.














BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan dalam bahasa indonesia, berasal dari kata “didik” dengan memberi awalan “pe” dan akhiran “kan”, yang mengandung arti “perbuatan” (hal, cara, dan sebagainya). Istilah pendidikan pada mulanya berasal dari bahasa Yunani yaitu “paedagogie” yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Inggris dengan “eduction” yang berarti pengembangan atau bimbingan.[1]
Menurut syed Muhammad al-Nuquib al- Attas, pendidikan adalah suatu proses penanaman sesuatu ke dalam diri manusia.
Menurut Muhammad SA. Ibrahim mengatakan bahwa pendidikan islam : Islamic education in true sense of the learn, is the sysstem of education whice enable a man to lead his life according to the islamic ideology, so that he may easily mould his life in accordance whit tenets of islam (pendidikan islam dalam pandangan yang sebenarnya adalah suatu sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi islam, sehingga  dengan mudah ia dapat membentuk hidupnya sesuai dengan ajaran islam). Dengan demikian bahwa pendidikan islam merupakan suatu sistem yang didalamnya terdapat beberapa komponen yang saling terkait. misalnyasistem akidah, syariah dan akhlak, yang meliputi domain efektif, kognitif, dan psikomotorik, yang keberartian satu unsur terpengaruh dari keberartian unsur yang lain.[2]
Sedangkan dalam pandangan Muhammad Athiyah al Abrasyi, pendidikan islam adalah sebuah proses untuk mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan berbahagia, mencintai tanah air,tegap jasmaninya, sempurna akhlaknya, teratur fikirannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya baik lisan atau tulisan. Menurut Marimba, pendidikan islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran islam.
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan islam adalah proses trans-internalisasi pengetahuan dan nilai islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan, pengarahan, dan pengembangan potensi-potensinya guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup didunia dan akhirat, jasmani dan rohani.[3]

B.       Macam-Macam Pendidikan Islam
1.      Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Sekolah adalah lembaga pendidikan yang secara resmi menyelenggarakan kegiatan pembelajaran secara sistematis, berencana, sengaja dan terarah yang dilakukan oleh pendidik yang profesional dengan program yang dituangkan ke dalam kurikulum tertentu dan diikuti oleh peserta didik pada jenjang tertentu, mulai dari tingkat Kanak-Kanak (TK) sampai Pendidikan Tinggi (PT).
Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan formal mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap berlangsungnya proses pendidikan, yang dibagi dalam tiga kategori :
a)         Tanggung jawab formal. Sesuai dengan fungsinya. Lembaga pendidikan bertugas untuk mencapai tujuan pendidikan berdasarkan undang-undang yang berlaku.
b)        Tanggung jawab keilmuwan. Berdasarkan bentuk, isi dan tujuan serta jenjang pendidikan yang dipercayakan kepadanya oleh masyarakat.
c)         Tanggung jawab fungsional. Tanggung jawab yang diterima sebagai pengelola fungsional dalam melaksanakan pendidikan oleh para pendidik yang pelaksanakannya berdasarkan kurikulum.[4]
Yang dimaksud dengan pendidikan sekolah di sini adalah pendidikan yang diperoleh seseorang di sekolah secara teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat (mulai) dari Taman Kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
Ada beberapa karakteristik proses pendidikan yang berlangsung di sekolah ini, yaitu sebagai berikut:
a)         Pendidikan diselenggarakan secara khusus dan dibagi atas jenjang yang memiliki hubungan hierarkis
b)        Usia anak didik di suatu jenjang pendidikan relatif homogen
c)         Waktu pendidikan relatif lama sesuai dengan program pendidikan yang harus diselesaikan
d)        Materi atau isi pendidikan lebih banyak bersifat akademis dan umum
e)         Adanya penekanan tentang kualitas pendidikan sebagai jawaban terhadap kebutuhan di masa yang akan datang
Sebagai  lembaga pendidikan formal, sekolah yang lahir dan berkembang secara efektif dan efisien dari dan oleh serta untuk masyarakat, merupakan perangkat yang berkewajiban memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam mendidik warga negara. Sekolah di kelola secara formal, hierarkis dan kronologis yang berhaluan pada falsafah dan tujuan pendidikan nasional.
Sebagai pendidikan yang bersifat formal, sekolah menerima fungsi pendidikan berdasarkan asas-asas tanggung jawab berikut:
a)         Tanggung jawab formal kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan yang ditetapkan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku, dalam hal ini undang-undang pendidikan, USSPN Nomor 20/2003
b)        Tanggung jawab keilmuan berdasarkan bentuk, isi dan tujuan dan tingkat pendidikan yang dipercayakan kepadanya oleh masyarakat dan bangsa
c)         Tanggung jawab fungsional adalah tanggung jawab profesional pengelola dan pelaksanaan pendidikan yang menerima ketetapan ini berdasarkan ketentuan-ketentuan jabatannya. Tanggung jawab ini merupakan pelimpahan tanggung jawab dan kepercayaan orang tua kepada sekolah dari para guru.[5]
2.      Pendidikan Non formal
Pendidikan pada dasarnya merupakan kegiatan seumur hidup (lifelong learning) yang diwujudkan dalam tiga kategori dasar institusi pembelajaran yaitu pembelajaran formal (formal learning), pembelajaran nonformal (nonformal learning), dan pembelajaran informal (informal learning). Ketiga institusi tersebut bersifat sinergis dan sama pentingnya mempengaruhi kehidupan manusia.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, jalur pendidikan terdiri dari tiga, yaitu pendidikan informal, pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan nonformal adalah pendidikan yang diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.[6]
Faktanya, masyarakat indonesia menganggap tiga jalur pendidikan tersebut dengan pandangan yang tidak setara. Masyarakat menganggap bahwa pendidikan formal sebagai institusi terpenting. Sekolah dianggap memiliki peran paling strategis untuk menentukan kualitas pada diri seseorang. Anggapan ini bahkan sampai menderivasi pendidikan bukan lagi sebagai proses belajar, namun semata – mata memenuhi formalitas sebagaimana yang di tentukan oleh sekolah. Lembaga pendidikan formal banyak yang menjelma menjadi tempat yang “ mengebiri” siswa dan menjadikannya sebagai robot-robot yang kaku. Ruh sekolah atau lembaga pendidikan modern sesungguhnya adalah merupakan tempat belajar yang menjadikan siswa memiliki learning habit atau budaya belajar sehingga dia akan belajar terus sepanjang hayat.
Julian Sefton Green (2013:17) menyatakan bahwa pendidikan nonformal menggambarkan rangkaian institusi yang luas dan biasanya didanai secara privat/pribadi, atau didanai oleh masyarakat dan didedikasikan untuk serangkaian aktivitas dan disiplin yang luas. Sektor pendidikan nonformal secara definitif berisi serangkaian yang diajarkan dan dipelajari tetapi tidak sesempit kurikulumyang digunakan dalam pendidikan formal. Dalam pendidikan formal dan nonformal ada gagasan tentang kurikulum, yaitu aturan, rencana, dan struktur yang dikembangkan, sedangkan dalam pendidikan informal pengetahuan dibentuk dan dirancang sendiri oleh individu, bukan oleh masyarakat.
Coombs dan Ahmed (1980 : 8) dalam riset dalam berjudul Attacking Rural Poverty : How Nonformal Education Can Help, membedakan tiga jenis model pendidikan, yaitu (1) informal education,(2)  formal education,and (3) nonformal education. [7]Definisi pendidikan nonformal adalah setiap kegiatan yang terorganisasi dan sistematis, di luar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari aktifitas yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani belajar peserta didik tertentu dalam mencapai tujuan belajarnya. Pendidikan nonformal melayani pendidikan kepada masyarakat baik orag dewasa maupun anak-anak (Munzir, 2010 : 7). Berdasarkan pemikiran tersebut, maka pendidikan nonformal dapat mengisi kekosongan aktivitas, termasuk aktivitas anak-anak agar dapat mengembangkan kecerdasan, kreativitas dan karakternya secara optimal.
Menurut Thompson (2001 : 1) dalam paper yang di presentasikan dalam Biennal Coference di Arusha, Republik Tanzania : 7-8 Oktober 2001, berjudul Succsesful Eksperiences in Nonformal Education and alternatife Aproaches to Basic Educationin Africa bahwa pendidikan nonformal secara umum merupakan ekspresi dari keinginan mendapatkan pendidikan dan fasilitas belajar melalui metode alternatif yang disediakan untuk anak-anakdan generasi muda yang tidak mendaatkan kesempatan untuk mengakses pendidikan formal.
Thompson (2001 : 1) menyatakan konsep pendidikan nonformal dikenlakan oleh Coombs dalam analisisnya terhadap krisis pendidikan dunia dalam dua laporan penelitian yang dilakukan untuk World Bank and the United Nations International Childerns Fund (UNICEF) dan dipersiapkan oleh International Council for Education Development (ICED). Riset Coombs berjudul New Pats to Learning for Rural Childern and Youth (1973), and Attacking Rural Poverty : How Nonformal Education can Help (1974) mendiskusikan tentang kemampuan pendidikan nonformal dalam mengatasi siklus kemiskinan.[8]
 Pandangan fungsional tentang pendidikan nonformal kemudian diadopsi dalam kapasitas pendidikan nonformal meningkatkan kualitas hidup manusia dengan cara peningkatan produktivitas pertanian.
Penggunaan istilah pendidikan nonformal muncul dalam konteks yang luas dari masyarakat yang merasakan bahwa pendidikan (formal) yang telah dilaksanakan dianggap telah gagal (misalnya dalam kasus ivan illich, 1973). Pendidikan tidak hanya dianggap di Negara berkembang, tetapi juga mengalami kegagalan di masyarakat Barat. Di dunia Barat, gerakan reformasi tampil dalam bentuk yang berbeda-beda namun dalam semua perencanaan dan pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan di negara berkembang pada tahun 1968 sampai pada tahun 1986, pendidikan nonformal dianggap sebagai “ panacea” dalam mengatasi semua permasalahan dalam pendidikan.
Tobias (1992 : 78) menyatakan sejak tahun 1988 ketika didirikan Comunity learning Aotearoa/ New Zealand (CLANZ) 1988. Istilah nonformal learning  digunakan sebagai sinonim dari ‘nonformal edcation’. Nonformal edcation didefnisikan sebagai kesempatan belajar yang bertruktur dalam suatu kelompok masyarakat yang dapat mengontrol proses pembelajarannya secara independen tidak bergantung pada kurikulum. Tujuannya adalah untuk membantu seseorang atau sekelompok orang untuk mengatur kehidupannya, membuat pilihan mereka sendiri dan mengembangkan masyarakatnya.
Menurut Nonformal Edcation Manual dari PEACE CORPS 2004, bahwa pendidikan nonformal berdasarkan kepercayaan bahwa anggota komunitas perlu untuk didorong untuk berpikir kritis tentang problem kehidupan sehari-hari mereka agar dapat mengambil keputusan dan dapat bertindak dengan baik. Manuela du-bois Raymond (2003 : 14-15) menyatakan bahwa nonformal edcation yang harus menerima peran sebagai pelayan bagi generasi muda yang potensial atau benar-benar tidak beruntung dengan compensatory purpose. Konsep komunitas sekolahnya adalah sebagai “ second chance school”. Jadi, pendidikan nonformal berupaya menampung atau mendidik seseoang atau sekelompok orang yang tidak tertampung dalam pendidikan formal. Pada kenyataannya, ada orang yang memang tidak mampu untuk belajar pada sekolah formal karena alasan ekonomi atau alasan kemampuan akademik. Namun ada pula seseorang yang tidak ingin belajar pada pendidikan fomal karena tidak percaya dengan fungsi pendidikan formal yang dapat mengembangkan potensi mereka. Manuela du Bois-Reymond (2003 : 10) menyatakan bahwa pendidikan formal yang dilaksanakan memang tidak menjamin sepanjang hidup dan tidak berkaitan dengan pekerjaan yang bergaji tinggi, namun pada kenyataannya di banyak negara masih ada kaitan yang erat antara tingkat pendidikan dan kesempatan seseorang mendapatkan pekerjaan. Riwayat pekerjaan normal bukan meupakan hasil pembuktian diri dalam pembelajaran di sekolah menjadikan sekolah formal memiliki kelemahan. Ada banyak generasi muda yang berpendidikan rendah bertekad untuk“to do something” dan mereka melakukannya dengan tidak belajar disekolah, mereka tidak bisa merasa membutuhkan belajar di sekolah karena sekolah tidak membantu mereka menemukan pekerjaan. [9]
Menurut Manual Pendidikan Nonformal dari PEACE Corps (2004: 5-6), beberapa hal yang harus diidentifikasi ketika akan melaksanakan pendidikan nonformal adalah :
a)        Pendidikan nonformal berfokus pada kebutuhan peserta didik
b)        Peserta didik sebagai sumber daya
c)        Menekankan pada aktivitas yang relevan dan tujuan yang bersifat praktis.
C.      Waktu dan Tempat Pelaksanaan
1.         Waktu
Pada hari Rabu tanggal,5 Maret 2017, pukul 09:00 di MI Dukuhwaluh Purwokerto dan pada hari jum’at tanggal 7 Maret 2017, pukul 14:00 di pondok pesantren Darul Abror Purwokerto.
2.         Tempat kegiatan observasi Mata Kuliah Kapita Selekta Pendidikan Islam yaitu di MI Dukuhwaluh, Purwokerto dan Pondok Pesantren Darul Abror Watumas, Purwanegara, Purwokerto Utara.

D.      Gambaran Umum Pendidikan
1.         Lembaga Pendidikan Formal
a.    Identitas Sekolah : MI Dukuhwaluh Purwokerto.
b.    Ekstrakulikuler : Pramuka.
2.         Lembaga Pendidikan Nonformal
a.         Identitas : Pondok Pesantren Darul Abror Watumas, Purwanegara, Purwokerto Utara.
b.        Asas pondok pesantren Darul abror
Asas yang menjiwai Pondok Pesantren Darul Abror adalah Al-Qur’an dan Assunnah. Maka segala aktivitas di pondok pesantren Darul Abror hanya bertumpu dan mengacu kepada nilai-nilai dari pedoman hidup yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Assunnah.
c.         Ekstrakulikuler : rebana, darullughoh, kepenulisan.

E.       Hasil Penelitian (Problematika)
1.         Lembaga Pendidikan Formal
a)        Kronologi kegiatan
Pada hari senin tanggal 5 Maret 2017, tepatnya pada pukul 08.30 WIB saya berangkat dari kampus IAIN Menuju MI Dukuhwaluh, sesampainya di sana saya langsung menuju kantor kepala sekolah, kebetulan pada saat itu ibu kepala sekolah sedang ada rapat di luar sekolah, jadi kami menemui guru yang ada, dan membicarakan tentang maksud dan tujuan kami datang ke MI Dukuhwaluh dan menyerahkan surat tugas observasi kepada guru. Setelah kami mebicarakan bahwa tujuan saya datang ke MI Dukuhwaluh untuk mengamati atau meneliti proses problematika pembelajaran khususnya pembelajaran PAI di MI Dukuhwaluh, saya memilih penelitian di salah satu kelas yaitu di kelas 3 MI Dukuhwaluh.
Setelah itu saya bertemu dengan guru kelas 3 MI Dukuhwaluh, dan saya di persilahkan untuk mengamati pembelajaran di kelas 3 MI Dukuhwaluh. Saya  pun masuk kelas, melihat, meneliti, dan mengamati bagaimana proses pembelajaran PAI di MI dukuhwaluh  sampai selesai.
Kemudian pada hari jum’at, tanggal 7 maret 2017, saya melakukan wawancara di aula utama pondok pesantren Darul abror dengan ustadz ‘imla pondok pesantren Darul abror, pada pukul 14:00 sampai selesai.
b)        Hasil wawancara (Pendidikan Formal)
1)        Apa pembelajaran PAI dalam tingkat MI sangat diperlukan pada zaman sekarang?
Jawab:  Karena pergaulan dan perkembangan zaman yang sangat berpengaruh terhadap anak-anak maka, pembelajaran PAI sangat di perlukan untuk membentengi agar anak tidak terjerumus dalam pergaulan bebas.
2)        Apakah ada respon yang baik dari siswa ketika dalam mapel PAI tersebut?
Jawab: Sangatlah sulit mba untuk mengajarkan anak-anak mapel agama mba,butuh kesabaran dan kekuatan ekstra. Mungkin kalau teori mungkina anak mudah merespon dengan baik, tapi dalam kegiatan prakteknya anak-anak masih perlu ditekankan dan diingatkan terus.
3)        Apakah ketika ibu masuk ke kelas mengajar anak-anak sudah mempunyai bekal atakah dimulai dari nol?
Jawab: Sudah ada bekal mba, tapi ya masih harus kerja keras lagi dan selalu diingatkan terutama dalam praktek sehari-hari.
4)        Bagaimana keadaan kelas dan siswa tempat ibu mengajar khususnya dalam mapel PAI?
Jawab: Gimana ya mba, tidak semua anak menyukai mapel PAI, mayoritas menyukai mapel umum, katanya mapel PAI susah.
5)        Apa pendekatan yang ibu gunakan ketika melaksanakan pembelajaran PAI?
Jawab: Ya paling saya menggunakan pendekatan personal mba, saya memperhatikan anak satu persatu dan mendekati anak satu persatu juga.
6)        Apa metode yang di gunakan dalam pembelajaran PAI di Kelas 3 MI Dukuhwaluh?
Jawab: Metode yang digunakan di MI Dukuhwaluh adalah ceramah, Diskusi dan Tanya jawab.
7)        Apa strategi dalam pembelajaran PAI di Kelas 3 MI Dukuhwaluh?
Jawab: Strategi yang digunakan disini adalah Menyanyi sesuai dengan materi yang sedang berlangsung.
8)        Bagaimana antusias anak dalam pembelajaran PAI di kelas 3 MI Dukuhwaluh ?
Jawab: Antusias anak dalam mengikuti pembelajaran sangat baik, mereka mengikuti dengan semangat pembelajaran tersebut dan nurut dengan apa yang di perintahkan oleh guru,seperti guru dan siswa bersama-sama membaca materi, kemudian guru menyuruh siswa untuk menggaris bawahi kalimat-kalimat yang penting yang mana berhubungan dengan soal-soal latihan sederhana, sehingga dengan cara tersebut dianggap lebih efektif dalam memahamkan materi kepada anak.
9)        Bagaimana Proses evaluasi dalam pembelajaran PAI kelas 3 MI Dukuhwaluh?
Jawab: Proses evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran PAI di MI Dukuhwaluh adalah setiap selesai pembelajaran dan ketika selesai dalam satu bab materi PAI.
10)     Apa saja kendala dalam pembelajaran PAI di kelas 3 MI Dukuhwaluh?
Jawab: Kendala dalam pembelajaran PAI di MI Dukuhwaluh adalah dalam pengondisian anak, dan kurangnya sarana prasarana yang  memadai.
11)     Bagaimana rata-rata, kemampuan siswa dalam menerima mapel PAI. Dengan metode yang diterapkan tersebut?
Jawab: Ya kan kemampuan anak itu berbeda-beda mba, jadi ya ada yang nilainya diatas KKM, ada yang pas KKM, dan ada juga yang di bawah KKM. Tapi ya kebanyakan diatas rata-rata KKM dan pas KKM, kalau yang dibawah KKM ya sedikit mba.
12)     Bagaimana dengan manajemen pendidikan islam agar pembelajaranya bisa efektif dan berkualitas?
Jawab: Agar pembelajaran bisa efektif yang utama yaitu seorang guru harus betul-betul mengetahui karakter siswa, kemudian menggunakan media yang tepat, guru dalam menyampaikan materi juga harus menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa, serta memberikan perhatian pada siswa. Agar siswa lebih semangat biasanya dengan memuji siswa apabila siswa dapat menjawab pertanyaan yang diberikan.

c)        Hasil Wawancara Pendidikan Non-formal
1)        Bagaimana pendapat ustadz, mengenai adanya program wajib mondok dari IAIN Purwokerto?
Jawab: Saya sangat setuju mba dengan adanya program wajib mondok ini, ya kalau bisa semua mahasiswa wajib mondok, untuk meningkkatkan kualitas mahasiswa di IAIN Purwokerto.
2)        Apa tujuan diadakannya pembelajaran BTA & PPI di Pondok Pesantren ini?
Jawab: Agar mahasiswa bisa memahami praktek ibadah dan pengetahuan dasar Islam. Kebanyakan pembelajaran tersebut untuk mahasiswa yang belum lulus ujian BTA & PPI, namun secara umum untuk seluruh santri.
3)        Bagaiman saja proses pembelajaran BTA & PPI di Pondok Pwsantren Darul Abror ini? Apa saja metode, strategi dan media yang digunakan?
Jawab: Kalau saya sendiri, yang kebetulan mengajar ‘Imla, pada tahap awal yaitu menulis kalimat toyyibah, seperti ta’awud yang sebelumnya telak saya diktekan. Kemudian santri menulisakan dan setelah itu dikoreksi bersama. Dalam proses ini saya menggunakan metode ceramah, dimana saya menerangkan dulu, kemudian santri menuliskan. Lalu metode demostrasi dan metode qiro’ati. Sedangkan media yang digunakan adalah kapur, papan tulis, al-Qur’an dan modul BTA & PPI.
4)        Kemudian untuk evaluasinya sendiri itu bagaimana tadz?
Jawab: Untuk evaluasi sendriri, saya biasanya melakukan praktek secara langsung mengenai materi yang telah disampaikan setiap kali pertemuan. Misalnya santri maju kedepan untuk menuliskan salah satu ayat, kemudian saya juga memberikan tugas atau PR kepada santri-santri tersebut.
5)        Melihat dari pembelajaran BTA & PPI pada angkatan sebelumnya, adakah perbedaan dengan pembelajaran BTA & PPI pada angkatan sekarang?
Jawab: Perbedaanya, kalau tahun sebelumnya lebih sulit mba. Sulit disini dari segi tingkat keinginan santri dalam belajar. Mereka kurang bersemangat ketika berangkat dan mengikuti proses pembelajarannya. Sedangkan untuk tahun sekarang lebih mudah untuk belajarnya, santri semangat dalam belajar, mereka berangkat lkebih awal dan mengikuti pmbelajarannnya secara aktif.
6)        Adakah hambatan-hambatan selama proses pembelajaran BTA & PPI?
Jawab: Ya pastinya ada hambatan mba. Seperti ada santri yang sudah bisa dan belum bisa. Jadi dalam hal ini sering banget terjadi sebuah kesenjangan (perbedaan). Kemudian ada yang ingin pembelajarannya dipercepat mengenai pembahasan materi tertentu, dan mengenai ketertiban santri yang masih minim.
7)        Upaya apa saja yang dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut tadz?
Jawab: Upayanya ya saya selalu memberikn motivasi kepada santri intuk lebih rajin dalam mengaji dan berangkatnya lebih awal. Saya juga berusaha untuk mencari jalan tengahnya apabila ada sebuah permasalahan yang muncul.

























BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Pendidikan islam adalah proses trans-internalisasi pengetahuan dan nilai islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan, pengarahan, dan pengembangan potensi-potensinya guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup didunia dan akhirat, jasmani dan rohani.
Adapun jenis pendidikan ada 3 yaitu:
1.      Pendidikan formal
2.      Pendidikan Nonformal
3.      Pendidikan informal
Dari ke tiga jenis pendidikan diatas mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Misalnya dalam pendidikan formal dan nonformal yang penulis teliti yaitu adanya permasalah dalam sarana dan prasarana, strategi dan metode yang digunakan belum bisa maksimal, pengkondisian peserta didik dan lain sebagainya.
B.     Saran
Kegiatan observasi merupakan suatu kegiatan yang sangat bermanfaat, untuk itu disarankan kepada calon guru seperti kita dapat mengetahui bagaimana seorang guru mengajarkan suatu pelajaran dengan baik. Kemudian kita sebagai calon guru tentunya dapat memilih mana yang baik dan mana yang kurang baik untuk diajarkan kepada murid kita ketika kita sudah mengajar kelak
1.      Lembaga pendidikan formal
Perlu adanya perbaikan baik dari segi sarana dan prasarana yang masih kurang, metode dan strategi yang masih belum maksimal,  dan guru sebaiknya harus bisa lebih kreatif  dalam keterbatasan sarana dan prasarana yang tersedia.
2.      Lembaga pendidikan Nonformal
Dengan adanya observasi yang telah dilakukan penulis menyarankan agar kedisiplinan dalam mengaji harus lebih di tingkatkan kembali, yaitu dengan cara memberi dukungan atau motivasi kepada santri agar lebih rajin dalam mengaji khususnya, jika perlu santri yang rajin dalam mengaji dikasih penghargaan.




















DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta :    Penerbit teras, 2011).
Sumiarti, Ilmu Pendidikan,  (Purwokerto: STAIN PRESS, 2016).
Nurfuadi, Profesionalisme Guru, (Purwokerto : STAIN Press, 2012).


[1] Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Penerbit teras, 2011) hal 1
[2] Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam.......................hal. 22- 23
[3] Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Penerbit teras, 2011) hal 26
[4] Nurfuadi, Profesionalisme Guru, (Purwokerto : STAIN Press, 2012), hal 174- 175
[5]Nurfuadi, Profesionalisme Guru................hal 176
[6]Sumiarti, Ilmu Pendidikan,  (Purwokerto: STAIN PRESS, 2016) hal. 39
[7]Sumiarti, Ilmu Pendidikan, .............hal. 40

[8] Sumiarti, Ilmu Pendidikan, .............hal. 41

[9] Sumiarti, Ilmu Pendidikan, .............hal. 42

Tidak ada komentar:

Posting Komentar