Senin, 01 Mei 2017

1423305235 Eva Septiana (problematika pendidikan islam di MI Ma'arif NU 1 Panusupan dan TPQ Al-Furqon Wangon)



PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM DI MI MA’ARIF NU 1 PANUSUPAN DAN TPQ AL FURQON WANGON


 

Diajukan untuk memenuhi tugas individu mata kuliah
“Kapita Selekta Pendidikan Islam ”
Dosen Pengampu: Rahman Afandi, S.Ag., M.S.I


                                                                    Oleh:
Eva Septiana
1423305235

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN MADRASAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PURWOKERTO
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Berbicara tentang lembaga-lembaga pendidikan islam di Indonesia memang terdapat banyak jenis dan bentuknya, baik pendidikan formal, informal dan nonformal. Akan tetapi dalam konteks ini hanya sebagian saja yang penulis coba kemukaakan, yaitu pendidikan formal dan nonformal seperti madrasah dan Tempat  Pendidikan Al-Qur’an yang mana keduanya memiliki persamaan serta perbedaan yang sedikit mencolok. Berikut ini pembahasan yang lebih lengkap.
B.     Rumusan masalah
1.      Apa pengertian pendidikan islam pada sekolah umum?
2.      Bagaimana pendidikan islam formal dan nonformal?
3.      Bagaimana profil MI Ma’arif NU 1 Panusupan?
4.      Bagaiman Taman Pendidikan Al-Quran?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian pendidikan islam pada sekolah umum.
2.      Untuk mengetahui pendidikan islam formal dan nonformal
3.      Untuk mengetahui profil MI Ma’arif NU 1 Panusupan
4.      Untuk mengetahui Taman Pendidikan Al-Quran















BAB II
ISI

A.    Pendidikan Islam pada Sekolah Umum
Pendidikan secara cultural pada umumnya berada dalam lingkup peran, fungsi dan tujuan yang tidak berbeda. Semuanya hidup dalam upaya yang bermaksud menganggkat dan menegakkan martabat manusia melalui transmisi yang dimilikinya, terutama dalam membentuk transfer of knowledge dan transfer of  value.
Dalam konteks ini secara jelas juga menjadi sasaran jangkauan pendidikan islam, karena bagaimanapun pendidikan islam merupakan bagian dari system pendidikan nasional, sekalipun dalam kehidupan bangsa Indonesia tampak sekali terbedakan eksistensinya secara structural. Tapi secara kuat ia telah berusaha untuk mengambil peran yang kompetitif dalam seting sosialogis bangsa, walaupun tetap saja tidak mampu menyamai pendidikan umum yang ada dengan otonomi dan dukungan yang lebih luas,dalam mewujudkan tujuan pendidikan secara nyata. 
Sebagai pendidikan yang berlebel agama, maka pendidikan islam memiliki transmisi spiritual yang lebih nyata dalam proses pengajarannya dibanding dengan pendidikan umum, sekalipun lembaga ini juga memiliki muatan serupa. Kejelasannya terletak pada keinginan pendidikan islam untuk mengembangkan keseluruhan aspek dalam diri anak didik secara berimbang, baik aspek intelektual, imajinasi dan keilmiahan, cultural serta kepribadian. Karena itulah pendidikan berusaha memadukan unsure profane dan imanen, dimana dengan pemaduan ini, akan membuka kemungkinan terwujudnya tujuan inti pendidikan islam yaitu melahirkan manusia-manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan, yang satu sama lainnya menunjang. [1]
Antara ilmu pengetahuan dan pendidikan islam tidak dapat dipisahkan, karena perkembangan masyarakat islam, serta tuntutannya dalam membangun manusia seutuhnya (jasmani dan rohani) sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas ilmu pengetahauan yang dicerna melalui proses pendidikan. Proses pendidikan tidak hanya menggali dan mengembangkan sains, tetapi juga dan lebih penting lagi yaitu dapat menemukan konsepsi baru ilmu penegetahuan yang utuh, sehingga membangun masyarakat islam sesuai dengan keinginan dan kebutuhan yang diperlukan.
Ilmu pendidikan yang dikembangkan dalam pendidikan haruslah berorientasi pada nilai-nilai islami, yaitu ilmu pengetahuan yang bertolak dari metode ilmiah dan metode profetik. Ilmu pengetahuan tersebut bertujuan menemukan dan mengukur paradigm dan premis intelektual yang berorientasi pada pembaharuan dan pembangunan masyarakat,  juga berpijak pada kebenaran yang merupakan sumber dari segala sumber.
Pendidikan islam tidak menghendaki terjadinya dikotomi keilmuan, sebab dengan adanya system dikotomi menyebabkan system pendidikan islam menjadi sekularitism rasionalisme-empirism intuitif materialis. Keadaan yang demikian tidak mendukung tata kehidupan umat yang mampu melahirkan peradaban islam. Dan memang di dalam islam tidak mengenal adanya  pemilihan dan perbedaan bahkan pemisahan antara ilmu pengetahuan yang bersifat umum dengan ilmu-ilmu agama. Berikut realitas membuktikan bahwa pendidikan agama (islam) dan pendidikan umum selama ini sering diberikan batasan pengertian sebagai berikut :
1.      Pendidikan agama yaitu penyelenggaraan pendidikan yang memberikan materi atau mata pelajaran agamam sedang pendidikan umum yaitu penyelenggaraan pendidikan yang memberikan materi atau mata pelajaran umum.
2.      Pendidikan agama sebagai lembaga pendidikan pada madrasah atau sejenisnya, sedangkan pendidikan umum sebagai lembaga pendidikan umum seperti SD,SMP, SMA dan sejenisnya.[2]

B.     Pendidikan Islam Formal dan Nonformal
Pendidikan pada dasarnya merupakan kegiatan seumur hidup (lifelong learning) yang diwujudkan dalam tiga kategori dasar institusi pembelajaran (Longworth,2003 : 44), yaitu pembelajaran formal (formal learning), pembelajaran nonformal (nonformal learning), dan pembelajaran informal (informal learning). ketiga institusi tersebut bersifat sinergis dan sama pentingnya mempengaruhi kebutuhan manusia.
Menurut undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, jalur pendidikan terdiri dari tiga, yaitu pendidikan informa, pendidikan formal dan pendidikan nonformal. jalur pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Jalur pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang dilaksanakan dalam beberapa jenjang yaitu : jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. sedangkan pendidikan nonformal adalah pendidikan yang diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambahm dan/atau pelengkapan pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
pendidikan formal adalah pendidikan yang sangat terlembagam adanya kelas yang bertingkat dan struktur system pendidikan yang hirarkis, yaitu tingkatan sekolah terendah adalah sekolah dasar dan yang tertinggi adalah universitas. sedangkan pendidikan nonformal dimaknai sebagai setiap aktifitas pendidikan diluar pendidikan formal, yaitu setiap aktifitas pendidikan yang terorganisasi dan sistematis yang berada di luat jalur pendidikan formal yang memberikan pendidikan pada kelompok tertentu,baik orang dewasa maupun anak-anak. Jadi, pendidikan nonformal misalnya berupa program pelatihan pertanian, program keaksaraan pada orang dewasa, pelatihan dalam ketrampilan tertentu, kelompok pemuda yang memiliki substansi tujuan pendidikan tertentu dan berbagai program pembelajaran dalam komunitas kesehatan, nutrisim keluarga berencana,dan sebagainya.ada persamaan dan perbedaan penting antara pendidikan formal dan nonformal saat ini. persamaan keduanya mungkin pada bentuk dan metode pendidikan, misalnya sama-sama mengajarkan baca tulis. Sedangkan perbedaan keduanya ada pada faktor pendukung dan pengarur kelembagaannya, yaitu pada kelompok yang dilayani.
Definisi pendidikan nonformal adalah setiap kegiatan yang terorganisasi dan sistematis, di luar system persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari aktifitas yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani belajar peserta didik tertentu dalam mencapai tujuan belajarnya. Pendidikan nonformal melayani pendidikan kepada masyarakat baik orang dewasa maupun anak-anak (Mundzir, 2010: 7). Berdasarkan pemikiran tersebut, maka pendidikan nonformal dapat mengembangkan kecerdasan, kreativitas dan karakternya secara optimal.[3] Sedangkan para ahli mendefinisikan pendidikan nonformal sebagai berikut :
a.       Pendidikan nonformal adalah usaha yang terorganisir secara sistematis dan kontinyu di luar sisitem persekolahan, melalui hubungan sosial untuk membimbing individu, kelompok dan masyarakat agar memiliki sikap dan cita-cita sosial (yang efektif) guna meningkatkan taraf hidup dibidang materil, sosial, dan mental dalam rangka usaha mewujudkan kesejahteraan sosial . Hamojo (1973 : vii)
b.      Secara luas Coombos (1973 : 11) memberikan rumusan tentang pendidikan nonformal adalah setiap pendidikan yang terorganisasi, diselenggarakan diluar pendidikan persekolahan, diselenggarakan secara tersendiri atau merupakan bagian penting  dari suatu kegiatan yang lebih luas dengan maksud memberikan layanan khusus kepada warga belajar didalam mencapai tujuan belajar.
c.       Sedangkan yang dimaksud pendidikan sosial dalam hal ini adalah semua kegiatan pendidikan termasuk didalamnya pendidikan olah raga dan rekreasi yang diselenggarakan diluar sekolah bagi pemuda dan orang dewasa, tidak termasuk kegiatan-kegiatan pendidikan yang diselenggarakan dengan menggunakan kurikulum sekolah. (article 2) lifelong learning in japan (1992 : 39).[4]
Mundzir (2010: 8) mengutip Simkins (1976), membedakan pendidikan formal dan nonformal dari sisi tujuannya, waktu, isi, system penyampaian, dan control. perbedaan tersebut sebagai berikut :
a.       Segi tujuan ;pendidikan formal (PF) bersifat jangka panjang dan bertujuan untuk memperoleh ijazah, sedangkan pendidikan nonformal (PFN) lebih bersifat jangka pendek dan spesifik serta tidak selalu atau kurang berrientasi ijazah.
b.      Segi waktu, pendidikan formal programnya lebih lama dan menjadi dasar bagi program untuk tingkat berikutnya dan merupakan persiapan untuk masa depan yang panjang dan waktunya full time, sedangkan PNF waktunya lebih pendek tergantung yang akan dicapai dan bukan persiapan untuk hidup tetapi tergantung kebutuhan baik untuk orang dewasa maupun anak – anak, dan bersifat part time.
c.       Segi isi program,  PF biasanya lebih bersifat akademik sedangkan PNF isi programnya lebih bersifat praktis dan berguna dalam kehidupan langsung.
d.      Segi system penyampaian, perbedaan PF lebih berorientasi pada kelembagaan, programnya kurang berhubungan langsung dengan masyarakat sekitar, lebih berorientasi pada guru, penggunaan sumber lebih intensif sedang PNF lebih berorientasi pada lingkungan, programnya juga berkaitan langsung dengan kebutuhan lingkungan, berorientasi pada warga belajar, lebih hemat dalam pembiayaan.
e.       Segi control dan evaluasi, pada PF maka evaluasi dilakukan oleh pihak diluar diri siswa, sedang PNF evaluasi ditekankan pada evaluasi diri dan lebih bersifat demokratis. pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. adapun fungsi ialah untuk mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasa pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional.[5]  
Konsep dan fungsi kurikulum dalam satuan pendidikan baik formal maupun nonformal. Dalam berbagai sumber referensi disebutkan bahwa definisi kurikulum memiliki ragam pengertian. Tetapi, ada sebuah kata kunci bahwa kurikulum yaitu alat untuk mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan. Kurikulum dan pendidikan adalah dua hal uang sangat erat berkaitan, tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain (Nurgiyantoro, 1988:2).
Dalam kamus, kurikulum diartikan dua macam, yaitu pertama sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari siswa di sekolah atau di perguruan tinggi untuk memperoleh ijazah tertentu. Kedua sejumlah mata pelajaran yang ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan ataunjuurusan (Tafsir, 1994: 53).
Secara umum fungsi kurikulum adalah penyesuaian, pengintergrasian, deferensiasi, persiapan, pemilihan dan diadnostik (Wiryokusumo, 1988: 8-9). Sedangkan menurut Nurgiyantoro, bahwa kurikulum mempunyai fungsi tiga hal. Pertama,fungsi kurikulum bagi sekolah. Yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan mulai dari tujuan nasional sampai tujuan instruksional dan kurikulum dijadikan pedoman untuk mengatur kegiatan pendidikan yang dilaksanakan lembaga pendidikan. Kedua, kurikulum dapat mengontrol kesinambungan proses pendidikan. Ketiga, kurikulum dimaksudkan untuk menyiapkan kebutuhan masyarakat atau lapangan kerja.
Dari pengertian dan fungsi kurikulum diatas alangkah baiknya jika para pendidik mengenal dan memahami kurikulum PAI. Dengan mengacu pengertian sebelumnya kurikulum pendidikan islam merupakan suatu rencana dan program studi yang berkaitan dengan materi atau pembelajaran islam, tujuan proses pembelajaran, metode, dan pendekatan, serta bentuk evaluasinya. Karena itu, yang dimaksud dengan kurikulum PAI adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didikmengenal, memahami,menghayati hingga mengimani dan mengamalkan ajaran islam secarakaffah (totalitas).
Sesuai dengan kurukulum nasional bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjangpendidikan wajib menurut antara lain pendidikan agama, tak terkecuali islam. Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat iman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esasesuai agama yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan. [6]

C.    MI Ma’arif NU 1 Panusupan
Madrasah merupakan “isim makan” kata “dasarnya” dalam bahasa arab, yang berarti “tempat duduk untuk belajar” atau popular dengan sekolah. Lembaga pendidikan ke-20. Kelahiran madrasah ini tidak terlepas dari ketidakpuasan terhadap system pesantren yang semata-mata menitik beratkan agama, dilain pihak sistem pendidikan umum justru ketika itu tidak menghiraukan agama.
Dengan demikian, kehadiran dilatarbelakangi oleh keinginan untuk memberlakukan secara berimbang antara ilmu agama dengan ilmu pengetahuan umum dalam kegiatan pendidikan dikalangan umat isalam. Atau dengan kata lain madrasah merupakan perpaduan system pendidikan pesantren dengan system pendidikan colonial.
Adanya perbedaan yang sangat kontradiktif dari kedua system pendidikan rupanya merupakan penggugah bagi kaum pribumi. Mereka menyadari akan pentingnya pendidikan umum dengan tidak mengesampingkan dan meninggalkan pola pendidikan pesantren.
Dengan demikian, setidak-tidaknya kehadiran madrasah sebagai lembaga pendidikan islam mempunyai beberapa latar belakang, yaitu :
1.      Sebagai manifestasi dan realisasi pembaharuan system pendidikan islam.
2.      Usaha penyempurna terhadap system pesantren kearah suatu system pendidikan yang lebih memungkinkan lulusannya untuk memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah umum.
3.      Adanya sikap mental pada sementara golongan umat islam, khususnya santri yang terpukau pada barat sebagai system pendidikan mereka.
4.      Sebagai sisitem untuk menjembatani antara system pendidikan tradisional yang dilaksanakan oleh pesantren dan system pendidikan modern dari hasil akulturasi.[7] 
Dari hasil rangkuman tentang madrasah diatas, penulispun melakukan observasi dan menggali informasi di lembaga pendidikan formal yaitu di MI Ma’arif NU 1 Panusupan, meliputi :
1.      Profil MI Ma’arif NU 1 Panusupan
MI Ma’arif NU 1 Panusupan beralamatkan di desa Panusupan kecamatan Cilongok, tepatnyaa di Komplek Balaidesa Panusupan RT 03 RW 05 kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas. Yang mana di Madrasah ini memiliki segudang prestasi yang diraih oleh para siswa-siswinya meskipun berasal dari desa. Serta kualitas dari MI Ma’arif NU 1 Panusupan  tidaklah  kalah dengan sekolah-sekolah yang ada di perkotaan.
Dari segudang prestasi yang diraih, menyebabkan MI Ma’arif NU 1 Panusupan menjadi faforit masyarakat untuk menyekolahkan anak-anaknya di sana, sehingga dapat terlihat dari jumlah siswa yang bersekolah di sana yaitu 228 yang terdiri dari  laki-laki 108 dan perempuan 120.
MI Ma’arif NU 1 Panusupan memiliki berbagai fasilitas pendukung untuk menunjang prestasi belajar siswa-siswinya, antara lain :
a.       Ruang kelas yang nyaman terdiri dari kelas 1-6
b.      Ruang perpustakaan yang dilengkapi buku-buku pelajaran yang lengkap
c.       Tenaga pendidik yang berkopeten dibidangnya
d.      Leb IPA
e.       Perlengkapan olahraga
f.       Perlengkapan marching band
g.      Alat musik kentongan
h.      Pelengkapan pramuka
i.        Lapangan Olahraga
j.        Musholah
k.      Kantin sekolah
2.      Daftar Guru MI Ma’arif NU 1 Panusupan
Berikut ini daftar guru mata pelajaran yang ada di MI Ma’arif NU 1 Panusupan :
a.       Jawahirul Bukhori, S.Th.I. sebagai guru mata pelajaran Al-Qur’an Hadist dan Bahasa Arab
b.      Heni Wachyudin, S.Pd.i sebagai guru mata pelajaran Fiqih, Penjasorkes, dan Mulok budaya
Serta berikut ini merupakan daftar guru kelas di MI Ma’arif NU 1 Panusupan :
a.       Alfiana Rosanti, S.Pd.i sebagai guru kelas 1A
b.      Mega Setiani, S.Pd.i sebagai guru kelas 1B
c.       Sarifah, S.Pd.i sebagai guru kelas 2A
d.      Diny Khasanah, S.Pd.i sebagai guru kelas 2B
e.       Mudiati, S.Pd.i sebagai guru kelas 3
f.       Maftukoh, S.Pd.i sebagai guru kelas 4
g.      Fathonah, S.Pd.i sebagai guru kelas 5
h.      Mafudhotul Mar’ah, S.Pd.i sebagai guru kelas 6
3.      Sistematika pembelajaran fiqih di MI Ma’arif NU 1 Panusupan
Di MI Ma’arif NU 1 Panusupan pembelajaran Fiqih diajarkan pada kelas satu sampai dengan enam, dan pembelajarannya dilakukan satu minggu sekali yang mana setiap satu kali pertemuan hanya 35 menit saja.
Terkait dengan materi yang akan dijarkan dalam pelajaran fiqih dibagi menjadi dua yaitu materi pada  kelas rendah dan materi pada kelas tinggi materi di kelas rendah masih seputar rukun iman dan rukun islam, sedangkan di kelas tinggi yaitu kelas empat sampai enam seputar materi haid, mandi besar dan solat sunah yang mana  dalam penyampaian pelajarannya di pecah-pecah sesuai dengan tema pada hari itu.
Dalam proses pembelajaran fiqih biasanya pendidik (guru) menggunakan metode yang beragam agar menambah semangat belajar anak dan meningkatkan hasil dari pembelajaran fiqih tersebut, akan tetapi dalam proses pembelajaran tidak semua anak dapat langsung memahami apa yang disampaikan oleh guru mata pelajaran tersebut. Hal itu disebabkan oleh latar belakang dari keluagra siswa-siswi berasal, ada yang berasal dari keluarga yang bernotabene agamis adapula yang berasal dari keluarga awam. Serta perhatian dari orang tua seperti dalam hal mengaji dan belajar, hal ini juga sangat mempengaruhi hasil belajar anaknya.
Akan tetapi terkadang pembelajaran berjalan kurang maksimal dikarenakan fasilitas pembelajaran yang antara kelas satu sampai enam kurang lengkap, contohnya pada saat pendidik (guru) menggunakan metode audio visual tidak tersedia LCD proyektor di setiap ruang kelas atau dengan kata lain jumlahnya terbatas, serta tidak semua guru memiliki serta dapat mengoperasikan computer atau laptop.

D.    Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ)
Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) merupakan tempat pendidikan nonformal yang berkecimpung di bidang keagamaan khususnya baca tulis Al-Qur’an, fiqih, hadist dll, yang mendidik dari anak-anak sampai orang dewasa diluar jam sekolah, saat ini jumlah TPQ di setiap desa sudah banyak.TPQ sangatlah membantu masyarakat yang buta akan baca tulis al-qur’an, serta memiliki peran dalam masyarakat.
Dari sekilas tentang Taman Baca Al-Qur’an (TPQ) penulis akan menyajikan hasil observasinya di TPQ Al-Furqon desa Jambu Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas, meliputi :
1.      Profil TPQ Al-Furqon
TPQ al-Furqon merupakan sebuah tempat pendidikan nonformal yang di rintis oleh ustad Abdullatif sejak tujuh tahun lalu, beliau seorang khafid (penghafal al-quran). TPQ Al-Furqon bertempat di Desa Jambu RT 02 RW 07 Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas, yang sampai saat ini sudah memiliki dua ruang kelas serta fasilitas yang memadai. Berkembangnya TPQ Al-Furqon tidak lepas dari peran masyarakat sekitar yang sangat mendukung baik secara moral serta financial tedadap kegiatan majelis tersebut.

2.      Daftar ustad dan ustazah TPQ Al-Furqon  
TPQ Al-Furqon dipimpin oleh ustad Abdullatif yang dibantu oleh dua orang ustazah dalam mengajar atau mengurus TPQ tersebut, dimana mereka sudah dikualifikasikan sesuaikan dengan kemampuannya masing-masing. Berikut daftar ustad dan ustazah yang mengelola TPQ Al-Furqon :
a.       Ustad Abdullatif sebagai pengajar khusus untuk al-qur’an, hadist, kitab kuning.
b.      Uatazah Izul sebagai pengajar khusus untuk jus’ama, fiqih, tauhid. 
d.    Ustazah Peni sebagai pengajar khusus untuk iqro.
3.      Sistematika Pengajaran
Metode pengajaran yang diterapkan di TPQ al-furqon menggunakan metode  pengajaran dipondok pesantren yang dimodifikasi dengan metode  pembelajaran di sekolah-sekolah formal, seperti menggunakan metode ujian lisan, tanya jawab, ceramah dan masih banyak lagi. Selain metode pengajaran di TPQ Al-Furqon juga menerapkan sisitem pembagian kelas atau jenjang pendidikan al-qur’an, seperti :
a.       Jenjang pendidikan fiqih
Pada jenjang pendidikan fikih dilaksanakan satu minggu sekali tepatnya pada hari kamis, pelajaran yang diajarkan meliputi hafalan bacaan solat, praktik solat, dan doa sehari-hari.
b.      Jenjang pendidikan baca tulis al-qur’an 
Pada jenjang ini dilaksanakan seminggu lima kali yaitu pada hari senin, selasa, rabu, sabtu dan minggu. Untuk hari sabtu sampai senin untuk mengajarkan iqro, dan al-qur’an saja sedangkan pada hari selasa rabu untuk hafalan jus’ama.
c.       Kegiatan majelis ta’lim untuk orang dewasa
Di TPQ Al-Furqon juga mengadakan kegiatan majelis ta’lim yang dilaksanakan setiap satu bulan sekali pada hari sabtu malam (sabtu manis) yang acaranya biasanya diperuntukan untuk para orang tua santri. Di acara ini biasanya membahas seputar Qur’an Hadist, fiqih, tauhid. Untuk pembicara pada kegiatan majelis ta’lim ini biasanya di datangkan para ustad-ustadzah dari pondok pesantren di daerah wangon akan tetapi ada juga yang didatangkan dari luar kecamatan Wangon.
Dengan sarana dan prasarana yang memadai TPQ Al-Furqon sampai sekarang masih tetap eksis meskipun keadaan zaman sudah sangat maju. TPQ Al-Furqon mempunyai beberapa fasilitas pendukung dalam proses pembelajaran seperti : dua ruang kelas, alat tulis, al-qur’an, buku-buku penunjang pembelajaran, kitab kuning dan semua fasilitas tersebut diperoleh dari para donatur.
d.      Peran TPQ Al-Furqon di masyarakat
1)      Memudahkan masyarakat baik anak-anak maupun orang dewasa belajar agama
2)      Membentuk karakteristik lingkungan yang agamis







.
















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara, yang mana dalam proses pendidikan dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu pendidikan formal, informal dan nonformal.
Yadi yang termasuk pendidikan formal adalah madrasah. Madrasah meupakan tempat pendidikan anak pada jenjang dasar yang mengajarkan materi umum dan agama, seperti yang ada di MI Ma’arif NU 1 Panusupan. Serta pendidikan yang termasuk pendidikan nonformal yaitu Taman pendidikan Al-Qur’an (TPQ) yang memadukan unsur pendidikan formal dengan pendidikan pesantren.




















Daftar Pustaka

Hasbullah.1999.Kapita Selekta Pendidikan.Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Kamil, Mustofa.2011.Pendidikan Nonformal.Bandung: ALFABETA.
Marimba, Ahmad D.1986.Pengantar Filsafat Islam.Bandung: Al Ma’arif.
Mujtahid.2011.Formulasi Pendidikan Islam. Malang.UIN-MALIK Press.
Sumiarti.2016.Ilmu Pendidikan.Purwokerto: STAIN Press.





[1] Ahmad D. Marimba, pengantar filsafat pendidikan islam,Al Ma’arif,(Bandung :  1986), hlm.47-49. 
[2] Hasbullah,kapita selekta pendidikan islam,PT RajaGrafindo Persada,(Jakarta : 1999), hlm.6-8.
[3] Sumiarti,Ilmu Pendidikan,STAIN Press,(Purwokerto : 2016),hlm.39-43
[4] Mustofa.Kamil,Pendidikan Nonformal,ALFABETA,(Bandung : 2011),hlm.13
[5] Sumiarti,Ilmu Pendidikan,STAIN Press,(Purwokerto : 2016),hlm.39-43.
[6]Mujtahid, Formulasi Pendidikan Islam, UIN-MALIK Press, (Malang : 2011),hlm.49-53.

[7] Hasbullah,kapita selekta pendidikan islam,PT RajaGrafindo Persada,(Jakarta : 1999), hlm.66-68.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar