PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM
DI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
FORMAL DAN NON FORMAL
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Kapita Selekta Pendidikan Islam
Dosen Pengampu:
Rahman
Afandi, S.Ag, M.S.I.
Disusun Oleh:
Novalia Adi Siwi 1423305251
PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN )
PURWOKERTO
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Berbicara pendidikan adalah berbicara tentang
keyakinan, pandangan dan cita-cita tentang hidup dan kehidupan umat manusia
dari generasi ke generasi (Fadjar, 1999). Pernyataan tersebut dapat digali
maknanya lebih luas lagi, bahwa pendidikan tidak hanya dipahami sebatas “proses
pengajaran” mentransfer pengetahuan, melainkan proses menanamkan nilai-nilai
sikap dan tingkah laku (akhlaq), melatih dan memekarkan pengalaman, srta
menumbuh-kembangkan kecakapan hidup (life
skill) manusia.
Pendidikan Islam merupakan proses pendewasaan dan
sekaligus “memanusiakan” jati diri manusia. Dikatakan “memanusiakan,” karena
manusia lahir hanya membawa bekal potensi. Melalui proses pendidikan, potensi
manusia harap dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan sempurna, sehingga
ia dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai manusia.[1]
Islam sebagai petunjuk Illahi mengandung implikasi
kependidikan yang mampu membimbing dan mengarahkan kependidikan yang mampu
membibing dan mengarahkan manusia menjadi seorang mumin, muslim, muhsin, dan
muttakin melalui proses tahap demi tahap. Islam sebagai ajaran mengandung
sistem nilai dimana proses pendidikan islam berlangsung dan berkembang secara
konsisten untuk mencapai tujuannya. Pendidikan Islam yang diartikan sebagai
suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan
oleh hamba Allah sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek
kehidupan manusia, baik duniawi maupun ukhrawi.
Pendidikan yang berkembang dibagi menjadi dua
ketegori umum yaitu pendidkian formal dan non formal. Pendidikan formal adalah sistem
pendidikan modern yang dibagi-bagi secara berjenjang, tersusun, dan berurutan,
sejak dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Selanjutnya, selain
keterbatasan sekolah-sekolah dasar dan ketidak efesiennya. Karena itu untuk
memenuhi kebutuhan belajar pokok lainnya mereka bergantung pada lembaga
pendidikan non-formal.
Pendidikan non-formal yakni beraneka warna bentuk
kegiatan pendidikan yang terorganisasi atau setengah organisasi yang
berlangsung diluar sistem persekolahan, yang ditujukan untuk melayani sejumlah
besar kebutuhan belajar dari berbagai kekompakan penduduk, baik tua maupun
muda.[2]
Adapun yang menjadi objek penelitian lembaga
pendidikan formal yaitu SD Negeri 2 Selabaya, dan pendidikan non-fromal yaitu
Majelis Ta’lim Nuuru Saalim. Penulis mengkaji pelaksanaan pendidikan Islam yang
ada didalam lembaga pendidikan tersebut dengan maksud mempelajari lebih dalam
bagaiman problematika pendidikan islam yang ada.
Dari latar belakang tersebut penulis bermaksud
mengadakan penelitian tentang problematika pendidikan Islam di lembaga formal
dan non-formal yang ada di Desa Selabaya dan Desa Karang Cegak.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian yang berada dalam latar belakang
belakang diatas, maka penulis mengemukakan rumusan maalah sebagai berikut :
“Bagaimana
problematika pendidikan Islam di lembaga pendidikan formal dan non-fromal ?”
C.
Tujuan
tujuan
penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran entang problematika pendidikan
Islam di lembaga pendidikan formal dan non-fromal di Desa Selabaya dan Desa
Karang Cegak.
BAB
II
METODOLOGI PENELITIAN
A. Subyek Penelitian
Subjek
Penelitian adalah lembaga pendidikan Islam formal yang ada di desa Selabaya dan lembaga pendidikan Islam non formal yang
ada di desa Karang Cegak.
Lembaga
Pendidikan Islam formal yang di teliti yaitu SD N 2 Selabaya. Sedangakan
lembaga pendidikan Islam non formalnya yaitu Majelis Ta’lim Nuuru Salim.
B. Metode Penelitian
Penelitian
ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Metode penelitian deskriptif
adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Metode ini dilakukan
dengan cara menggambarkan problematika
pendidikan Islam di lembaga pendidikan formal dan non formal.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1.
Observasi
Observasi berasal dari bahasa latin
yang berarti memperhatikan dan mengikuti. Cartwright & Cartwright
mendefinisikan observasi sebagai suatu proses melihat, mengamati, dan
mencermati serta “merekam” perilaku secara sistematis untuk suatu tujuan
tertentu. Observasi ialah suatu kegiatan mencari data yang dapat digunakan
untuk memberikan sutau kesimpulan atau diagnosis.[3]
Inti dari observasi adalah adanya
perilaku yang tampak dan adanya tujuan yang ingin dicapai. Perilaku yang tampak
dapat berupa perilaku yang dapat dilihat langsung oleh mata, dapat didengar,
dapat dihitung, dan dapat diukur. Potensi perilaku seperti sikap dan minat yang
masih dlam bentuk kognisi, afeksi, atau intensi atau kecenderungan perilaku
tidak dapat diobservasi. Tujuan dari observasi adalah untuk mendeskripsikan
lingkungan (site) yang diamati, aktivitas-aktivitas yang berlangsung,
individu-individu yang terlibat dalam lingkungan tersebut berserta aktivitas
dan perilaku yang dimunculkan, serta makna kejadian berdasarkan perspektif
individu yang telibat tersebut.[4]
Observasi adalah suatu proses
pengamatan dan pecatatan secara sistematis, logis, objektif, dan rasional mengenaiberbagai
fenomena, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk
mencapai tujuan tertentu.[5]
Ada beberapa teknik observasi,
yaitu sebagai berikut :
a.
Teknik obervasi
langsung
Teknik ini adalah cara mengumpulkan
data yang dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan gejala-gejala yang tampak
pada objek penelitian yang pelaksanaannya langsung pada tempat dimana suatu
peristiwa, keadaan atau situasi sedang terjadi. Peristiwa, keadaan atau situasi
itu dapat dibuat dan dapat pula yang sebernanya. Pengamatan dilakukan dengan
atau tanpa bantuan alat.
b.
Teknik observasi
tidak langsung
Teknik ini adalah cara menggunakan
data yang dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan gejala-gejala yang tampak
pada objek penelitian yang pelaksanaannya tidak langsung di tempat atau pada
saat peristiwa, keadaan atau situasi itu terjadi. Peristiwa, keadaan atau
situasi itu dapat sengaja dibuat dan dapat pula yang sebernanya. Pengamatannya
dilakukan dengan atau tanpa bantuan alat.[6]
2.
Wawancara
Menurut Moleong (2005), wawancara
adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak,
yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee)emberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Menurut Gorden (dalam
Herdiansyah, 2009) wawancara adalah percakapan antara dua orang yang salah
satunya bertugas untuk menggali dan mendapatkan informasi untuk suatu tujuan
tertentu.Stewart & Cash, mendefinisikan wawancara sebagai sebuah interaksi
yang didalamnya terdapat pertukaran atau berbagi aturan, tanggung jawab,
perasaan, kepercayaan, motif, dan informasi. Wawancara bukanlah suatu kegiatan
dengan kondisi satu orang melakukan/memulai pembicaraan sementara yang lain
hanya mendengarkan.[7]Menurut
Denzim & Lincoln, wawancara adalah percakapan seni bertanya dan mendengar.[8]
Wawancara secara garis besar di
bagi menjadi dua, yakni wawancara tak terstruktur dan wawancara terstruktur.
Wawancara tak terstruktur sering juga
disebut wawancara mendalam, wawancara intensif, wawancara kualitatif, wawancara
terbuka, dan wawancara etnografis. Sedangakan wawancara terstruktur sering juga
disebut wawancara baku, yang susunan pertanyaannya sudah di tetapkan sebelumnya
dengan pilihan-pilihan jawaban yang juga sudah disediakan.[9]
Wawancara yang dilakukan dengan
pembicaraan santai dalam berbagai situasi, dan di lakukan secara terus menerus,
maka akan mendapatkan informasi dan penjelasan yang lebih utuh, mendalam,
terperinci dan lengkap.[10]
Di sini peneliti menggunakan
wawancara tak terstruktur, dimana walaupun susunan pertanyaannya sudah di
tetapkan sebelumnya, namun untuk jawabannya tergantungdari responden. Dan
susunan pertanyaannya dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat
diubah pada saat wawancara, disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi saat
wawancara.
3.
Dokumentasi
Dokumentasi adalah salah satu metode
pengumpulan data kualitatif dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen
yang dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang subjek.
Dokumentasi merupakan salah satu cara yang dilakukan peneliti untuk mendapatkan
gambaran dari sudut pandang subjek melalui suatu media tertulis dan dokemen
lainnya yang tertulis atau dibuat langsung oleh subjek yang bersangkutan.[11]
BAB
III
PEMBAHASAN
A.
Waktu
dan Tempat Pelaksanaan
Kegiatan penelitian dilakukan di SD N 2
Selabaya dan Majelis Ta’lim Nuurus Saalim. Kegiatan ini dilaksanakan pada
tanggal 27-29 April 2017. Sehingga kegiatan ini hanya dilakukan hanya dalam
tiga hari, namun peneliti mendapatkan cukup informasi.
B.
Gambaran
Umum Sekolah
1.
Lembaga
Pendidikan Formal
a.
Identitas
Sekolah
·
NPSN : 20302887
·
NSS :
-
·
Nama :
SD N 2 SELABAYA
·
Akreditasi : -
·
Alamat : Jl Desa Selabaya RT 03 RW 01
·
Kode Pos : 53371
·
Nomor Telepon : (0281)7620655
·
Nomor Faks : -
·
Email : dianahandoko71@yahoo.com
·
Jenjang : SD
·
Status : Negeri
·
Situs : -
·
Kota : Kabupaten Purbalingga
·
Propinsi : Jawa Tengah
·
Kecamatan : Kalimanah
·
Kelurahan : Selabaya
Sejarah
berdirinya SD N 2 Selabaya yaitu berawal dari keinginan masyarakat sekitar yang
menghendaki adanya sekolah dasar formal yang keberadaannya tidak jauh dari
wilayah masyarakat sekitar desa Selabaya, maka pemerintah yang berhubungan
dengan pendidikan membangun SD Negeri 2 Selabaya. SD Negeri 2 Selabaya berdiri
sejak tahun 2000 di atas tanah milik desa Selabaya Kecamatan Kalimanah seluas
1585 m2. Awal berdiri SD Negeri 2 Selabaya ini karena belum adanya sekolah
dasar yang dekat dengan lingkungan tersebut.
b.
Visi Dan Misi SD
Negeri 2 Selabaya
· Visi :
“Tercipta peserta didik
yang berkualitas, kompetitif, dan berakhlak mulia”.
· Misi
:
1)
Menyelanggarakan
pendidian untuk
mengembangkan kemampaun
dan kompetensi peserta didik.
2)
Menyelenggarakan
pendidikan untuk mengembangkan kepribadian, nilai-nilai agama dan budaya
peserta didik.
3)
Memberdayakan
seluruh potensi secara optimal serta mendorong warga sekolah untuk belajar
sepanjang hayat dan proaktif terhadap perubahan sosial.
4)
Membangun citra
sekolah sebagai mitra terpercaya masyarakat.
5)
Merealisaikan
peningkatan prestasi akademik dan non akademik.
c.
Ekstrakulikuler
Ekstrakulikuler yang
ada di Sd Negeri 2 Selabaya yaitu pramuka.
d.
Prestasi
1)
Juara II Lomba
cerdas cermat tingkat kecamata Kalimanah Tahun 2015/2016.
2)
Juara harapan I
Lomba bulu tangkis putri tingkat kecamatan Kalimanah 20142015.
3)
Juara III Lomba
tenis meja putri tingkat kecamatan Kalimanah 2014/2015.
4)
Juara III Lomba
tenis meja tangkis putri tingkat kecamatan kalimanah 2014/2015.
5)
Juara II Lomba
tembang macapat antara Sekolah Dasar Se kecamatan Kalimanah.
2.
Lembaga
Pendidikan Non-formal
a. Identitas
· Nama : Majelis Ta’lim Nuurus Saalim
· Alamat : Desa Karangcegak RT 05 RW 01
· Waktu
Belajar : Pukul 14.00 – 14.30 WIB
b. Visi
dan Misi Majelis Ta’lim Nuusu Saalim
Visi :
Menyatu dalam ridho Allah, mewujudkan amal sholeh, menegakkan
kebenaran dan keadilan yang dilandasi Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Misi :
1)
Menyampaikan
risalah tauhid.
2)
Mengenalkan asma
ul husna dan implementasinya dalam kehidupan.
3)
Menumbuhkan rasa
cinta ikhlas, sabar, dan syukur serta sera diri kepada Allah Swt.
4)
Menjadikan
Al-Hadits dan Al-Qur’an sebagai dasar hukum.
5)
Mencari ridho
Allah Swt.
6)
Mencetak santri
yang berkualitas dalam bidang agama Islam dan menjadi santri yang shalih dan
shalihah..
C.
Hasil
Penelitian tentang Problematika Pendidikan Islam
Istilah problema/problematika berasal dari bahasa Inggris yaitu "problematic"
yang artinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, problema
berarti hal yang belum dapat dipecahkan yang menimbulkan permasalahan.
Sedangkan
yang lain menyatakan bahwa problema atau problematika merupakan suatu kesenjangan antara harapan dan
kenyataan.[12]
Dapat disimpulkan bahwa problematika adalah berbagai
persoalan yang belum dapat terselesaikan, hingga terjadi kesenjangan antara
harapan dan kenyataan yang dihadapi dalam proses pemberdayaan, baik yang datang
dari individu Guru maupun dalam upaya pemberdayaan masyarakat Islami secara
langsung dalam masyarakat.
Sedangkan pendidikan Islam
adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik) dapat
mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam.
Dapat
disimpulkan dari pengertian problematika dan pendidikan islam. Berarti
problematika pendidikan islam adalah masalah-masalah yang terjadi dalam
pendidikan Islam.
Pendidikan
Islam seringkali dikesankan sebagai pendidikan yang tradisional dan
konservatif. Hal itu wajar karena orang memandang bahwa kegiatan pendidikan
Islam dianggap oleh lemahnya penggunaan metodologis pembelajaran yang cenderung
tidak menarik perhatian dan memberdayakan. Jika problem tersebut tidak segera
ditanggapi secara serius dan berkelanjutan, maka peran pendidikan Islam akan
kehilangan daya tariknya.
Amin
Abdullah (1998) mengemukakan bahwa pendidikan Islam terasa kurang terkait atau
kurang concern terhadap persoalan
bagaimana mengubah pengetahuan agama yang bersifat kognitif menjadi “makna dan
nilai” yang perlu diinternalisasikan dalam diri seseorang lewat berbagai cara,
media dan forum. Selama ini metodologi pengajaran agama berjalan secara konvesional-tradisional,
yakni menitik beratkan pada aspek korespondensi-tekstual yang lebih menekankan
sudah ada pada kemampuan anak didik untuk menghapal teks-teks keagamaan
daripada isu-isu sosial keagamaan yang dihadapi manusia pada era modern seperti
kriminalitas, white callar crime,
kesenjangan sosial, penggusuran tanah, keadilan, hak asasi manusia, hak warga
negara, yang dapat membangkitkan pemikiran kritis perlu juga disinggung dalam
ruang lingkup pendidikan agama Islam.
Agar
pendidikan Islam tidak kehilangan daya tarik dan fungsionalnya, perlu diangkat
topik-topik, isu-isu, tema-tema, problema-problema sosial keagamaan dan
problema kemasyarakatan yang konkret dan relevan sehingga problema-problma
tersebut dapat berbicara dengan sendirinya, tanpa berpotensi dan menggurui.
Dengan cara ini siswa dimanusiakan (dipedulikan dan dihargai eksistensinya),
dan terasa pula lebih demokratis.[13]
Jadi untuk
problematika pendidikan Islam dalam lembaga pendidikan formal dan non-formal,
yaitu :
1.
Problematika pendidikan
Islam pada lembaga pendidikan formal
Pada lembaga pendidikan
formal yaitu di SD N 2 Selabaya, yang dilihat dari fasilitas yan ada sudah
cukup memadai, tapi tetap ada masih adanya kendala, antara lain :
a. Latar
belakang tanaga pengajar dengan apa yang mereka ajarkan kurang adanya
kesesuaian pada pengajaran Pendidikan Agama Islam.
b. Walaupun
adanya BOS, tetapi di dalamnya masih saja terdapat kekurangan di bidang
fasilitas untuk pembelajaran pada Pendidikan Agama Islam, seperti buku pegangan
guru dan siswa, alat peraga dan lain sebagainya.
c. Perubahan
kurikulum yang menggunakan KTSP sekarang diganti dengan K-13.
2.
Problematika pendidikan
Islam pada lembaga pendidikan non-formal
Masalah-masalah yang kerap
terjadi di Majelis Ta’lim Nuurus Saalim ini berbeda dengan apa yang terjadi
pada pendidikan formal. Adapun kendalanya antara lain :
a. Masalah
IQ pada santri yang IQ’nya rendah terkadang saat membaca al-Qur’an maupun
hafalan ada rasa malu.
b. Dana
yang sangatlah minim, sehingga faslitas yang digunakan kurang memadai.
c. Adanya
cuaca yang tidak mendukung menyebabkan santri terlambat atau agak susah untuk
berangkat mengaji.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
penulisan laporan yang telah dipaparkan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut
:
Problematika adalah berbagai persoalan
yang belum dapat terselesaikan, hingga terjadi kesenjangan antara harapan dan
kenyataan yang dihadapi dalam proses pemberdayaan, baik yang datang dari
individu Guru maupun dalam upaya pemberdayaan masyarakat Islami secara langsung
dalam masyarakat. Sedangkan pendidikan Islam
adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik) dapat
mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam.
Dapat disimpulkan dari pengertian problematika dan
pendidikan islam. Berarti problematika pendidikan islam adalah masalah-masalah
yang terjadi dalam pendidikan Islam.
Jika problem tersebut tidak segera ditanggapi secara
serius dan berkelanjutan, maka peran pendidikan Islam akan kehilangan daya
tariknya.
B.
Saran
Dari
hasil penelitian ini, maka penulis menyarankan untuk
1.
Lembaga
pendidikan formal
Adapun langkah untuk
mengatasi kendala-kendala tersebut ,menurut saya :
- Guru
Pendidikan Agama Islam dituntut kreatif, inovatif, efektif dan lain sebaginya.
2.
Lembaga pendidikan
non-formal
Sedangkan langkah untuk
mengatasi kendala-kendala di Majelis Ta’lim Nuuru Saalim tersebut, menurut saya
:
-
Adanya sebuah
kenegasan dari ustadznya, seperti adanya mengunjungi wali santri apabila ada
santri yang tidak masuk selama 3x dan lain sebaginya.
-
Ustadz dituntut
harus mempunyai target yang pasti dalam PBM berlangsung.
DAFTAR
PUSTAKA
Herdiansyah, Haris. 2014. Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu
Sosial, Jakarta : Salemba Humanika
Mujtahid.
2011. REFORMASI PENDIDIKAN ISLAM.
Malang
Mulyana, Deddy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif; Paradigma
Baru Ilmu Komunikasi dan ilmu sosial lainnya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Putra, Nusa. 2013. Penelitian Kualitatif Pendidikan Agama Islam.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Rohmad. 2015. Pengembangan Instrumen Evaluasi dan Penelitian. Purwokerto : STAIN
Press
Sidik, Djafar. 2006. KONSEP DASAR ILMU PENDIDIKAN ISLAM. Bandung
: Cita Pustaka Media
Soehadha. 2012. Metode Penelitian Sosial Kualitatif untuk
Studi Agama. Yogyakarta : SUKA-Press
Syukir.1983.
Dasar-dasar Strategi Dakwah Islami.
Surabaya : Al-Ikhlas
[1]
Mujtahid, REFORMASI PENDIDIKAN ISLAM, (Malang,
2011), hal. 31.
[2]
Djafar Sidik, KONSEP DASAR ILMU PENDIDIKAN ISLAM, (Bandung
: Cita Pustaka Media, 2006), hal. 76.
[3]Haris Herdiansyah, Metode Penelitian Kualitatif untuk
Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta : Salemba Humanika, 2014), hlm. 131.
[4]Haris Herdiansyah, Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu
Sosial, (Jakarta : Salemba Humanika, 2014), hlm. 132.
[5]Rohmad, Pengembangan Instrumen Evaluasi dan Penelitian, (Purwokerto : STAIN
Press, 2015), hlm. 121.
[6]Rohmad, Pengembangan Instrumen Evaluasi dan Penelitian, (Purwokerto : STAIN
Press, 2015), hlm. 122-123.
[7]Haris Herdiansyah, Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu
Sosial, (Jakarta : Salemba Humanika, 2014), hlm. 118.
[8]Moh Soehadha, Metode Penelitian Sosial Kualitatif untuk
Studi Agama, (Yogyakarta : SUKA-Press,2012), hlm. 112.
[9]Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif; Paradigma
Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2006), hlm. 180.
[10]Nusa Putra dan Santi Lisnawati, Penelitian Kualitatif Pendidikan Agama
Islam, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 33.
[11]Haris Herdiansyah, Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu
Sosial, (Jakarta : Salemba Humanika, 2014), hlm. 143.
[12]Syukir, Dasar-dasar Strategi
Dakwah Islami, (Surabaya : Al-Ikhlas, 1983), hal. 65.
[13]
Mujtahid, REFORMASI PENDIDIKAN ISLAM, (Malang,
2011), hal. 35-38.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar