Selasa, 02 Mei 2017

1423305265 Tri Wahyuni (Madrasah Aliyah Dan Pondok Pesantren Al- Aziz Banjar Patoman Amadanom, Dampit, Malang)



POBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM DI
MADRASAH ALIYAH DAN
PONDOK PESANTREN AL- AZIZ BANJAR PATOMAN AMADANOM, DAMPIT, MALANG



Laporan Observasi ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Kapita Selekta Pendidikan Islam
Dosen Pengampu:
Rahman Afandi, S. Ag., M. S. I.,


Oleh:
Tri Wahyuni                   (1423305265)


PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN )
PURWOKERTO
2017



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Bahasa merupakan suatu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. “Bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota suatu masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar sesamanya, berlandaskan pada budaya yang mereka miliki bersama”.
Manusia mengakui kepentingan bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa bahasa, manusia akan hidup terasing dari masyarakat dan tidak ada kemajuan, maka dengan adanya keinginan untuk selalu melakukan hubungan dengan orang lain/mitratutur itulah yang menyebabkan bahasa tidak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia. “Faktor-faktor di luar bahasa itu tidak lain dari pada segala hal yang berkaitan dengan kegiatan manusia di dalam masyarakat, sebab tidak ada kegiatan yang tanpa berhubungan dengan bahasa”.

B.     Rumusan Masalah
1.      Kapan waktu pelaksanaan dan bagaimana gambaran lembaga yang diteliti?
2.      Bagaimana problematika pendidikan Islam formal dan non formal yang diteliti tesebut?

C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui kapan waktu pelaksanaan dan bagaimana gambaran lembaga yang diteliti.
2.      Untuk mengetahui problematika pendidikan Islam formal dan non formal yang diteliti tesebut.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    WAKTU DAN PELAKSANAAN
1.      Waktu           : Senin, 01 Mei 2017
2.      Tempat          : MA Al- aziz Banjar Patoman Amadanom, Dampit,Malang
: Pondok Pesantren Al- aziz Banjar Patoman Amadanom, Dampit, malang

GAMBARAN UMUM SEKOLAH
1.      Lembaga Pendidikan Formal
a.         Nama Lembaga              : MA Al- aziz Banjar Patoman Amadanom, Dampit, Malang
b.     Visi
Terbentuknya sumber daya manusia yang berakhlak mulia sebagai khalifah berkarakter wirausaha tangguh dan berpengetahuan luas dengan ketakwaan dan kepedulian yang tinggi kepada umat.
Misi
1.       Membangun pemahaman Tauhid sebagai landasan utama seluruh kegiatan pendidikan dengan menjadikan Al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber utama karakter.
2.       Membangun sistem pendidikan yang mengintegrasikan konsepsi iman, islam dan ihsan dalam diri siswa secara komperhensif.
3.       Membangun akhlak mulia dengan kualitas iman dan takwa yang tinggi, membentuk jiwa wirausaha tangguh, insisatif, kreatif, inovatif, dan berperilaku produktif dalam semua kebaikan.
4.       Menjadikan sekolah sebagai lembaga pembentukkan para pemimpin masa depan yang berjiwa wirausaha
2.      Lembaga Pndidikan Non Formal
a.       Nama Lembaga              : Pondok Pesantren Al- aziz Banjar Patoman Amadanom, Dampit, malang
b.      Visi
Sebagai lembaga pendidikan pencetak kader- kader pemimpin umat, menjadi tempat ibadah talab al-‘ilmi dan menjadi sumber pengetahuan Islam, bahasa al-Qur’an, dan ilmu pengetahuan umum dengan tetap berjiwa pesantren.
Misi
1.      Membentuk generasi yang unggul menuju terbentuknya khaira ummah.
2.      Mendidik dan mengembangkan generasi mukmin muslim yang berbudi tingi, berpengetahuan luas, berkhimat kepada masyarakat.
3.      Menerapkan prinsip taat prioritas ilmu yang bermanfaat bagi keselamatan hidup di dunia dan akhirat ( akhlak, tauhid dan ibadah).

B.     HASIL PENELITIAN ( PROBLEMATIKA)
1.    Problematika Pendidikan Islam di MA Al-Aziz malang
Dalam upaya mengembangkan madrasah juga harus dilakukan dengan langkah- langkah yang baik. Madrasah dalam arti formal adalah MI (Madrasah Ibtidaiyah), MTs (Madrasah Tsanawiyah), dan MA (Madrasah Aliyah). Kesemuaanya ini merupakan lembaga sekolah yang sudah mengalami perkembangan sehingga berbeda dengan Madrasah Diniyah atau Sekolah Keagamaan yang cenderung seperti lembaga pengajian yang jauh dari kemajuan dan kejelasan manajemennya.
Dalam sejarahnya, perkembangan madrasah dan lembaga pendidikan Islam lain boleh dikatakan termajinalkan oleh kebijakan umum sistem pendidikan nasional, meskipun akhir- akhir ini telah ada upaya yang cukup signitifikan untuk menempatkan pendidikan Islam sebagai pendidikan alternatif yang menjadi rujukan dan model bagi pendidikan lain di Nusantara.
Secara umum, potensi dan kelemahan yang dimiiki lembaga pendidikan Islam ini bisa digambarkan sebagai berikut:
c.       Madrasah memiliki potensi besar sebagai sekolah umum bercorak islam yang telah “ berusaha” memadukan antara ilmu- ilmu agama dengan ilmu- ilmu umum yang kemudian disebut dengan sekolah dasar (SD) puls.
d.      Masih mengalami kendala ketersediaan SDM profesional dan fasilitas yang memadai. Maka masyarakat dan pemerintah pun belum memberikan apresiasi yang cukup kepada lembaga ini.
e.       Sikap konsisten ini sebagaian besarnya didasarkan pada komitmen perjuangan untuk memajukan umat dan beribadah.
f.       Komitmen yang pertama merupakan potensi luar biasa untuk kemajuan sebuah lembaga jika dikelola dengan baik, sedangkan komitmen yang kedua merupakan bagian dari motivasi ekstrinsik yang bisa berimplikasi pada kualitas kerja yang rendah dan mudah putus asa.
Upaya untuk mewujudkan madrasah yang lebih berprestasi dari sekolah umum adalah dengan bekerja keras, komitmen yang tinggi untuk mengembangkannya, dan kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah. Dukugan politik dan peran politik santri yang semakin kondusif di era reformasi ini diharapkan mampu mengangkat citra dan prestasi madrasah. Madrasah bahkan sangat mungkin memberikan beasiswa kepada peserta didiknya, disamping mengembangkan tradisi kerja keras, berpikir kreatif, berjiwa positif, bermotivasi tinggi, dan mandiri.[1]
Problematika dalam pendidikan agama Islam terdapat suatu potensi yang mengacu kepada dua fenomena perkembangan yaitu :
a.       Potensi psikologi dan pedagogis yang mempengaruhi manusia untuk menjadi sosok pribadi yang berkualitas bajik dan menyandang derajat mulia melibihi makhluk- makhluk lainnya.
b.      Potensi pengembangan kehidupan manusia sebagai “ khalifah” di muka bumi yang dinamis dan kreatif serta responsif terhadap lingkungan sekitarnya yang baik yang alamiah maupun yang ijtima’iah di mana Tuhan menjadi potensi sentral perkembangan.[2]
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu penelitian yang digunakan untuk memberi gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu secara objektif. Istilah deskriptif itu menyarankan bahwa penelitian yang dilakukan dengan menelaah objek sebagaimana adanya pada saat tertentu.[3]
Berdasarkan penelitian sekolah yang berbasis agama atau madrasah aliyah(MA) Al- Aziz ini memiliki problematika dalam pendidikan. Terutama dalam proses belajar mengajar, disini proses belajar mengajar dijadikan dua periode pembelajaran. Yaitu di waktu pagi untuk perempuan dan siang hari untuk laki- laki. Kenapa kok dipisah? Ya, karna emang madrasah tersebut merupakan milik yayasan dari seorang ulama besar yaitu KH. ABDULLOH. Jadi, pembelajaran kadang berjalan secara aktif kadang tidak, karena sebagian besar peserta didik dari kalangan santri. Maka kadang ada siswa yang memperhatikannya kadang tidak. Pendidik di madrasah tersebut juga banyak yang dari keluarga beliau (kyai) dan juga beberapa santri yang sudah menggelar sarjana dan dirujuk untuk mengajar disitu, tapi juga ada dari guru di dari luar.
Sebagian besar guru yang didalam itu mengajar mata pelajaran yang bersifat agama (Qurdis, fiqh, akhlak, SKI, ASWAJA), sedangkan guru yang dari luar itu yang bersifat umum (IPS ( geografi, sosiologi, ekonomi), akuntansi). Mata pelajaran yang bersifat Islam inilah yang kadang atau termasuk sering tidak rawuh( datang) gurunya karna yang mengajar juga dari keluarga ndalem. Tapi itu tidak mengurangi belajar siswa dalam mempelajarinya karna disetiap pelajaran siswa disuruh untuk mengerjakan LKS dan dikumpulkannya kepata staf.
Selain itu juga mengkondisikan waktu juga karna terbatasnya waktu dan harus bergantian dan setiap hari mata pelajaran yang di ajar juga 3/ 4 mata pelajaran per hari berbeda dengan yang sekolah lainnya. Madrasah ini memiliki jurusan dalam bidang IPS salah satunya akutansi. Dalam madrasah tersebut tersedia juga sarana, dan prasarana juga untuk melancarkan proses pembelajarannya. Serta kondisi lingkungan juga mempengaruhi pendidikan Islam dalam madrasah tersebut selain itu juga kawasan pondok tapi masyarakat juga antusias untuk menyekolahkan anaknya ke madrasah tersebut. Karna madrasah tersebut cukup banyak prestasi yang diperoleh dan sudah terakreditas A baru- buru ini.

2.      Problematika Pendidikan Islam di Pondok Pesantren Al- Aziz malang
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan menurut Abdurrahman Wahid (2001) mempunyai watak utama, yaitu sebaga lembaga pendidikan yang memiliki ciri- ciri tertentu. Karena pondok pesantren memiliki tradisi keilmuan yang berbeda dengan tradisi keilmuan lembaga- lembaga pendidikan lainnya, seperti madrasah atau sekolah. Salah satu hal yang menjadi ciri utama pondok pesantren sebagai pembeda dengan lembaga pendidikan lain adalah pengajaran kitab kuning, kitab- kitab Islam Klasik yang ditulis dengan bahasa Arab baik yang ditulis oleh para tokoh muslim Arab maupun para pemikir muslim Indonesia.
Kitab kuning sebagai bagian dari kurkulum pesantren ditempatkan pada posisi istimewa. Karena keberadaannya menjadi unsur utama sekaligus ciri pembeda antara pesantren dan lembaga- lembaga pendidikan Islam lainnya. Pada pesantren di Jawa dan Madura, penyebaran keilmuan jeis kitab dan sistem pengajaran kitab kuning memiliki kesamaan yaitu sorogan dan bandongan. Kasamaan- kesamaan ini menghasilkan homogenitas pandangan hidup, kultur dan praktik- praktik keagamaan di kalangan santri.karakter utaa yang melekat misalnya adalah pandangan kiai-kiai yang sedari dulu berjuang untuk merubah tatanan masyarakat menuju tatanan masyarakat yang lebih baik secara moral.
Sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di negeri ini, pondok pesantren memiliki pandangan yang mendasar bahwa mencari ilmu maupun mengajarkannya merupakan ibadah, sehingga prosesnya menafikan hal-hal yang bersifat pamrih, utamanya yang bersifat duniawi. Muatan kurikulum pondok pesantren menekankan pentingnya ilmu-ilmu keagamaan (al-ulum al-diniyah). Hal ini dimaksudkan untuk diajarkan dalam rangka mengenal hukum-hukum Allah, agar bisa menghindari diri dari larangan dan menjalankan perintah-Nya.
Paradigma pemikiran berimplikasi terhadap metode belajar yang digunakan di dalam pesantren. Metode belajar yang digunakan oleh pondok pesantren juga menjadi sangat berbeda dengan disiplin ilmu lainnya. Kalau al-ulum al- dunyawiyah al-ijtima’iyah (ilmu kemasyarakatan) dipelajari dengan metode rasional- empirik, maka al-ulum al-diniyah tidak hanya berhenti di sini, akan tetapi selain dipelajari secara rasional juga dipelajari secara spiritual, misalnya  riyadhah (latihan) dan tazkiyatun nafs ( penyucian diri).
Dengan demikian, kajian keilmuan di pondok pesantren tidak semata bersifat intelektualistik saja, melainkan juga berwatak moral dan spiritual. Implikasi dari sifat demikian ini, paramater keberhasilan ilmu yang didapatkan juga bukan hanya pada nilai intelektualitas, tetapi juga moral.[4]
Pondok pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan yang telah berakar dalam sistem pendidikan islam di Indonesia. Lembaga pendidikan ini banyak dikunjungi santri dari berbagai etnis dengan membawa bahasa masing-masing sehingga bahasa di masyarakat pesantren menjadi lebih bervariasi dan memiliki fungsi tertentu. Santri Pondok Pesantren al-Aziz (selanjutnya disingkat dengan PPA) Banjarpatoman Dampit Kabupaten Malang berasal dari berbagai daerah. Akibatnya di PPA tersebut didapati berbagai jenis bahasa yang dipergunakan untuk berinteraksi di lingkungannya, sehingga terjadilah problematika pendidikan Islam di sini terutama dalam kontak bahasa, seperti pemilihan bahasa, multilingual, bilingual, alih kode, dan campur kode. Tapi kebanyakan yang di gunakan dilingkungan pndok tersebut ialah dengan campur kode (penuturan santri yang sudah mukim dua tahun).
Problem yang ada di PPA dalam penelitian ini adalah (1) proses pembelajaran di kelas, (2) proses belajar di luar kelas, dan (3) bercengkrama yang terjadi di masyarakat pesantren al-Aziz. Data yang dianalisis adalah data berupa pemilihan kode yang mencakup campur kode dan alih kode bahasa masyarakat pesantren al-Aziz.
(1)   Proses pembelajaran di kelas (Madin), disini proses pembelajaran dilakukan dengan kitab yang bertuliskan bahasa Arab dan di artikan/ dimaknai dengan arab jawa (pegon). Dikelas pemula banyak yang belum  bisa baca dan masih harus menyesuaikan bahasanya dengan disini bagi dari luar daerah misalnya orang jawa tengah, riau, sumatra, madura, dan sebagainya. Maka menggunakan kitab yang masih dasar seperti fasholatan. Dan untuk yang kelas atas sudah harus bisa atau menguasai bahasa tersebut.
(2)   Proses belajar di luar kelas, baik diluar kelas juga belajaranya santri sesuai dengan di atasa terkendala pada bahasanya juga. Tapi kalau diluar kelas santri bisa bertanya langsung ke para ustadz/ ustadzah atau kata lainnya yaitu khursus.
(3)   Bercengkrama yang terjadi di masyarakat pesantren al-Aziz, Faktor yang mempengaruhi terjadinya campur kode pada peristiwa tutur yang terjadi di masyarakat pesantren al-Aziz Banjarpatoman Dampit dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor keterbatasan bahasa, dan faktor penggunaan istilah yang lebih populer.
Faktor keterbatasan bahasa biasanya terjadi jika penutur tersebut adalah penutur yang belum lama menetap di pesantren. Penutur yang baru bermukim di pesantren kurang dari dua tahun, pada umumnya masih belum begitu menguasai kode BA(bahasa Arab) dan kode bahasa daerah lain. Misalnya saat santri yang berasal dari daerah Banyumas berkomunikasi dengan santri yang berasal dari daerah Malang, saat masing-masing penutur tidak megetahui bahasa yang akan diungkapkan, masing-masing penutur akan beralih ke kode B1masing-masing.
Sedangkan faktor penggunaan istilah populer adalah kode-kode yang dianggap populer di kalanagn masyarakat pesantren. Kode bahasa yang popular digunakan dalam masyarakat pesantren al-Aziz adalah kode BA( Bahasa Arab). Misalnya kata tamasya, min aina, dan kata ya’kul
Semua sistem pendidikan dalam pesantren ini sudah bisa berjalan dengan baik, hanya terkendala dari bahasa yang digunakan santri dalam belajar maupun dalam omunikasi sehari- hari. Terkadang juga bisa menjadi problem bagi santri yang tidak manut( nakal) peraturan pondok, maka akan dihukum/ ta’ziran oleh para pengurus sesuai dengan langgaran apa yang telah diperbuat. Dan kalau sudah melampaui batas maka akan di maturkan ke ndalem langsung.


















BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Dari hasil paparan data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa yayasan atas naungan KH. ABDULLOH sudah bisa diakuai sebuah lembaga pendidikan yang baik dan sudah diakui oleh dinas pendidikan di kabupaten malang dan sudah memiliki banyak prestasi yang lumayan baik. Sedangkan pada lembaga noformalnya yaitu PPA sudah bagus dalam pengajarannya karena didasarkan al-qur’an dan hadits serta pada sikap ketuhanan (Tauhid), yang menjadi masalah di sini adalah dari segi konteks bahasa. Pada  masyarakat tutur di pesantren al-Aziz Banjarpatoman Dampit terdapat beberapa wujud alih kode dan campur kode, serta faktor-faktor yang mempengaruhi alih kode dan campur kode.
B.       Saran
1.      Lembaga Pendidikan Formal
a.       Bagi peneliti selanjutnya sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian lanjutan yang sejenis.
b.      Penelitian ini sangat bermakna karna bisa tahu perkembangan madrasah tersebut dan bisa menyambung tali silatuhrami pada para guru/ ustadz ustadzah.
c.       Perlu adanya perhatian khusus dalam bidang ilmu agama meskipun sudah sangat kental keagamaannya dan biar lebih spesifik dalam pembelajaran.
2.      Lembaga Pendidikan Non Formal
a.       Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif yang berhubungan dengan masalah pemilihan kode pada masyarakat tutur di pesantren al-Aziz Banjarpatoman Dampit yang jangkauannya masih luas. Oleh karena itu, penelitian pemilihan bahasa ini masih perlu ditindaklanjuti dengan penelitian yang memiliki ruang lingkup lebih spesifik. Dengan penelitian yang memiliki ruang lingkup labih spesifik tersebut dimaksudkan agar analisis yang dilakukan dapat mencapai hal yang lebih mendasar pada masalah pemilihan bahasa.
b.      Penelitian ini sangat bermakna dalam upaya pembinaan dan pengembangan bahasa daerah. Mengingat adanya kekhawatiran tentang adanya pergeseran dan kepunahan bahasa Daerah.
c.       Mengingat keterbatasan peneliti dalam meneliti pemilihan kode masyarakat pesantren di pesantren al-Aziz Banjarpatoman Dampit, diharapkan bagi pembaca untuk menambah referensi tentang pemilihan kode yang berhubungan dengan alih kode dan campur kode pada masyarakat dwibahasa.





DAFTAR PUSTAKA
Dr. H. Moh. Roqib, M.Ag, 2016, ILMU PENDIDIKAN ISLAM: pengembangan intergatif di sekolah, keluarga, dan masyarakat, ( yogyakarta: PT.LkiS Pelangi Aksara dengan Pesma An Najah Press).
Prof. H.M. Arifin , 2000, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara).
Prof. Dr. Sugiyono, 2015, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta).
Sumardharma Ali, 2013, REMORMASI PARADIGMA KEILMUAN ISLAM; Meneguhkan Epistemologi Keilmuan, Menggerakan Pendidikan Islam, ( Malang: UIN-MALIKI PRESS).


[1] Dr. H. Moh. Roqib, M.Ag, ILMU pENDIDIKAN ISLAM: pengembangan intergatif di sekolah, keluarga, dan masyarakat, ( yogyakarta: PT.LkiS Pelangi Aksara dengan Pesma An Najah Press), 2016. Hal 134- 137
[2] Prof. H.M. Arifin , Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara), 2000. Hal 2
[3]  Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta), 2015. Hal 13
[4] Sumardharma Ali, REMORMASI PARADIGMA KEILMUAN ISLAM; Meneguhkan Epistemologi Keilmuan, Menggerakan Pendidikan Islam, ( Malang: UIN-MALIKI PRESS), 2013. HAL 72-74

Tidak ada komentar:

Posting Komentar