POBLEMATIKA
PENDIDIKAN ISLAM DI
MADRASAH
ALIYAH DAN
PONDOK
PESANTREN AL- AZIZ BANJAR PATOMAN AMADANOM, DAMPIT, MALANG
Laporan
Observasi ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Kapita
Selekta Pendidikan Islam
Dosen
Pengampu:
Rahman
Afandi, S. Ag., M. S. I.,
Oleh:
Tri Wahyuni (1423305265)
PRODI
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN )
PURWOKERTO
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bahasa
merupakan suatu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.
“Bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh
anggota suatu masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar
sesamanya, berlandaskan pada budaya yang mereka miliki bersama”.
Manusia
mengakui kepentingan bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa bahasa, manusia
akan hidup terasing dari masyarakat dan tidak ada kemajuan, maka dengan adanya
keinginan untuk selalu melakukan hubungan dengan orang lain/mitratutur itulah
yang menyebabkan bahasa tidak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia.
“Faktor-faktor di luar bahasa itu tidak lain dari pada segala hal yang
berkaitan dengan kegiatan manusia di dalam masyarakat, sebab tidak ada kegiatan
yang tanpa berhubungan dengan bahasa”.
B.
Rumusan Masalah
1.
Kapan waktu pelaksanaan dan
bagaimana gambaran lembaga yang diteliti?
2.
Bagaimana problematika pendidikan
Islam formal dan non formal yang diteliti tesebut?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui kapan waktu
pelaksanaan dan bagaimana gambaran lembaga yang diteliti.
2.
Untuk mengetahui problematika
pendidikan Islam formal dan non formal yang diteliti tesebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
WAKTU DAN PELAKSANAAN
1.
Waktu : Senin, 01 Mei 2017
2.
Tempat : MA Al- aziz Banjar Patoman Amadanom, Dampit,Malang
: Pondok
Pesantren Al- aziz Banjar Patoman Amadanom, Dampit, malang
GAMBARAN UMUM SEKOLAH
1.
Lembaga Pendidikan Formal
a.
Nama Lembaga : MA Al- aziz
Banjar Patoman Amadanom, Dampit, Malang
b.
Visi
Terbentuknya
sumber daya manusia yang berakhlak mulia sebagai khalifah berkarakter wirausaha
tangguh dan berpengetahuan luas dengan ketakwaan dan kepedulian yang tinggi
kepada umat.
Misi
1.
Membangun
pemahaman Tauhid sebagai landasan utama seluruh kegiatan pendidikan dengan
menjadikan Al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber utama karakter.
2.
Membangun
sistem pendidikan yang mengintegrasikan konsepsi iman, islam dan ihsan dalam
diri siswa secara komperhensif.
3.
Membangun
akhlak mulia dengan kualitas iman dan takwa yang tinggi, membentuk jiwa
wirausaha tangguh, insisatif, kreatif, inovatif, dan berperilaku produktif
dalam semua kebaikan.
4.
Menjadikan
sekolah sebagai lembaga pembentukkan para pemimpin masa depan yang berjiwa
wirausaha
2.
Lembaga Pndidikan Non Formal
a.
Nama Lembaga : Pondok Pesantren Al- aziz Banjar Patoman Amadanom,
Dampit, malang
b.
Visi
Sebagai lembaga pendidikan pencetak
kader- kader pemimpin umat, menjadi tempat ibadah talab al-‘ilmi dan menjadi
sumber pengetahuan Islam, bahasa al-Qur’an, dan ilmu pengetahuan umum dengan
tetap berjiwa pesantren.
Misi
1.
Membentuk generasi yang unggul
menuju terbentuknya khaira ummah.
2.
Mendidik dan mengembangkan generasi
mukmin muslim yang berbudi tingi, berpengetahuan luas, berkhimat kepada
masyarakat.
3.
Menerapkan prinsip taat prioritas
ilmu yang bermanfaat bagi keselamatan hidup di dunia dan akhirat ( akhlak, tauhid
dan ibadah).
B.
HASIL PENELITIAN ( PROBLEMATIKA)
1.
Problematika Pendidikan Islam di MA
Al-Aziz malang
Dalam upaya
mengembangkan madrasah juga harus dilakukan dengan langkah- langkah yang baik.
Madrasah dalam arti formal adalah MI (Madrasah Ibtidaiyah), MTs (Madrasah
Tsanawiyah), dan MA (Madrasah Aliyah). Kesemuaanya ini merupakan lembaga
sekolah yang sudah mengalami perkembangan sehingga berbeda dengan Madrasah
Diniyah atau Sekolah Keagamaan yang cenderung seperti lembaga pengajian yang
jauh dari kemajuan dan kejelasan manajemennya.
Dalam
sejarahnya, perkembangan madrasah dan lembaga pendidikan Islam lain boleh
dikatakan termajinalkan oleh kebijakan umum sistem pendidikan nasional,
meskipun akhir- akhir ini telah ada upaya yang cukup signitifikan untuk menempatkan
pendidikan Islam sebagai pendidikan alternatif yang menjadi rujukan dan model
bagi pendidikan lain di Nusantara.
Secara umum, potensi dan kelemahan
yang dimiiki lembaga pendidikan Islam ini bisa digambarkan sebagai berikut:
c.
Madrasah memiliki potensi besar
sebagai sekolah umum bercorak islam yang telah “ berusaha” memadukan antara
ilmu- ilmu agama dengan ilmu- ilmu umum yang kemudian disebut dengan sekolah
dasar (SD) puls.
d.
Masih mengalami kendala
ketersediaan SDM profesional dan fasilitas yang memadai. Maka masyarakat dan
pemerintah pun belum memberikan apresiasi yang cukup kepada lembaga ini.
e.
Sikap konsisten ini sebagaian
besarnya didasarkan pada komitmen perjuangan untuk memajukan umat dan
beribadah.
f.
Komitmen yang pertama merupakan potensi
luar biasa untuk kemajuan sebuah lembaga jika dikelola dengan baik, sedangkan
komitmen yang kedua merupakan bagian dari motivasi ekstrinsik yang bisa
berimplikasi pada kualitas kerja yang rendah dan mudah putus asa.
Upaya untuk mewujudkan madrasah yang lebih
berprestasi dari sekolah umum adalah dengan bekerja keras, komitmen yang tinggi
untuk mengembangkannya, dan kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk
pemerintah. Dukugan politik dan peran politik santri yang semakin kondusif di
era reformasi ini diharapkan mampu mengangkat citra dan prestasi madrasah.
Madrasah bahkan sangat mungkin memberikan beasiswa kepada peserta didiknya,
disamping mengembangkan tradisi kerja keras, berpikir kreatif, berjiwa positif,
bermotivasi tinggi, dan mandiri.[1]
Problematika dalam pendidikan agama Islam
terdapat suatu potensi yang mengacu kepada dua fenomena perkembangan yaitu :
a.
Potensi psikologi dan pedagogis
yang mempengaruhi manusia untuk menjadi sosok pribadi yang berkualitas bajik
dan menyandang derajat mulia melibihi makhluk- makhluk lainnya.
b.
Potensi pengembangan kehidupan
manusia sebagai “ khalifah” di muka bumi yang dinamis dan kreatif serta
responsif terhadap lingkungan sekitarnya yang baik yang alamiah maupun yang
ijtima’iah di mana Tuhan menjadi potensi sentral perkembangan.[2]
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif yaitu penelitian yang digunakan untuk memberi gambaran
yang secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok
tertentu secara objektif. Istilah deskriptif itu menyarankan bahwa penelitian
yang dilakukan dengan menelaah objek sebagaimana adanya pada saat tertentu.[3]
Berdasarkan penelitian sekolah yang berbasis
agama atau madrasah aliyah(MA) Al- Aziz ini memiliki problematika dalam
pendidikan. Terutama dalam proses belajar mengajar, disini proses belajar
mengajar dijadikan dua periode pembelajaran. Yaitu di waktu pagi untuk
perempuan dan siang hari untuk laki- laki. Kenapa kok dipisah? Ya, karna emang
madrasah tersebut merupakan milik yayasan dari seorang ulama besar yaitu KH.
ABDULLOH. Jadi, pembelajaran kadang berjalan secara aktif kadang tidak, karena
sebagian besar peserta didik dari kalangan santri. Maka kadang ada siswa yang
memperhatikannya kadang tidak. Pendidik di madrasah tersebut juga banyak yang
dari keluarga beliau (kyai) dan juga beberapa santri yang sudah menggelar
sarjana dan dirujuk untuk mengajar disitu, tapi juga ada dari guru di dari
luar.
Sebagian besar guru yang didalam itu mengajar
mata pelajaran yang bersifat agama (Qurdis, fiqh, akhlak, SKI, ASWAJA),
sedangkan guru yang dari luar itu yang bersifat umum (IPS ( geografi,
sosiologi, ekonomi), akuntansi). Mata pelajaran yang bersifat Islam inilah yang
kadang atau termasuk sering tidak rawuh( datang) gurunya karna yang mengajar
juga dari keluarga ndalem. Tapi itu tidak mengurangi belajar siswa dalam
mempelajarinya karna disetiap pelajaran siswa disuruh untuk mengerjakan LKS dan
dikumpulkannya kepata staf.
Selain itu juga mengkondisikan waktu juga
karna terbatasnya waktu dan harus bergantian dan setiap hari mata pelajaran
yang di ajar juga 3/ 4 mata pelajaran per hari berbeda dengan yang sekolah
lainnya. Madrasah ini memiliki jurusan dalam bidang IPS salah satunya akutansi.
Dalam madrasah tersebut tersedia juga sarana, dan prasarana juga untuk melancarkan
proses pembelajarannya. Serta kondisi lingkungan juga mempengaruhi pendidikan
Islam dalam madrasah tersebut selain itu juga kawasan pondok tapi masyarakat
juga antusias untuk menyekolahkan anaknya ke madrasah tersebut. Karna madrasah
tersebut cukup banyak prestasi yang diperoleh dan sudah terakreditas A baru-
buru ini.
2.
Problematika Pendidikan Islam di
Pondok Pesantren Al- Aziz malang
Pondok
pesantren sebagai lembaga pendidikan menurut Abdurrahman Wahid (2001) mempunyai
watak utama, yaitu sebaga lembaga pendidikan yang memiliki ciri- ciri tertentu.
Karena pondok pesantren memiliki tradisi keilmuan yang berbeda dengan tradisi
keilmuan lembaga- lembaga pendidikan lainnya, seperti madrasah atau sekolah.
Salah satu hal yang menjadi ciri utama pondok pesantren sebagai pembeda dengan
lembaga pendidikan lain adalah pengajaran kitab kuning, kitab- kitab Islam
Klasik yang ditulis dengan bahasa Arab baik yang ditulis oleh para tokoh muslim
Arab maupun para pemikir muslim Indonesia.
Kitab kuning
sebagai bagian dari kurkulum pesantren ditempatkan pada posisi istimewa. Karena
keberadaannya menjadi unsur utama sekaligus ciri pembeda antara pesantren dan
lembaga- lembaga pendidikan Islam lainnya. Pada pesantren di Jawa dan Madura,
penyebaran keilmuan jeis kitab dan sistem pengajaran kitab kuning memiliki
kesamaan yaitu sorogan dan bandongan. Kasamaan- kesamaan ini
menghasilkan homogenitas pandangan hidup, kultur dan praktik- praktik keagamaan
di kalangan santri.karakter utaa yang melekat misalnya adalah pandangan
kiai-kiai yang sedari dulu berjuang untuk merubah tatanan masyarakat menuju
tatanan masyarakat yang lebih baik secara moral.
Sebagai
lembaga pendidikan Islam tertua di negeri ini, pondok pesantren memiliki
pandangan yang mendasar bahwa mencari ilmu maupun mengajarkannya merupakan
ibadah, sehingga prosesnya menafikan hal-hal yang bersifat pamrih, utamanya
yang bersifat duniawi. Muatan kurikulum pondok pesantren menekankan pentingnya
ilmu-ilmu keagamaan (al-ulum al-diniyah). Hal ini dimaksudkan untuk
diajarkan dalam rangka mengenal hukum-hukum Allah, agar bisa menghindari diri
dari larangan dan menjalankan perintah-Nya.
Paradigma
pemikiran berimplikasi terhadap metode belajar yang digunakan di dalam
pesantren. Metode belajar yang digunakan oleh pondok pesantren juga menjadi
sangat berbeda dengan disiplin ilmu lainnya. Kalau al-ulum al- dunyawiyah
al-ijtima’iyah (ilmu kemasyarakatan) dipelajari dengan metode rasional-
empirik, maka al-ulum al-diniyah tidak hanya berhenti di sini, akan
tetapi selain dipelajari secara rasional juga dipelajari secara spiritual,
misalnya riyadhah (latihan) dan tazkiyatun
nafs ( penyucian diri).
Dengan
demikian, kajian keilmuan di pondok pesantren tidak semata bersifat
intelektualistik saja, melainkan juga berwatak moral dan spiritual. Implikasi
dari sifat demikian ini, paramater keberhasilan ilmu yang didapatkan juga bukan
hanya pada nilai intelektualitas, tetapi juga moral.[4]
Pondok
pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan yang telah berakar dalam sistem
pendidikan islam di Indonesia. Lembaga pendidikan ini banyak dikunjungi santri
dari berbagai etnis dengan membawa bahasa masing-masing sehingga bahasa di
masyarakat pesantren menjadi lebih bervariasi dan memiliki fungsi tertentu.
Santri Pondok Pesantren al-Aziz (selanjutnya disingkat dengan PPA)
Banjarpatoman Dampit Kabupaten Malang berasal dari berbagai daerah. Akibatnya
di PPA tersebut didapati berbagai jenis bahasa yang dipergunakan untuk
berinteraksi di lingkungannya, sehingga terjadilah problematika pendidikan
Islam di sini terutama dalam kontak bahasa, seperti pemilihan bahasa,
multilingual, bilingual, alih kode, dan campur kode. Tapi kebanyakan yang di
gunakan dilingkungan pndok tersebut ialah dengan campur kode (penuturan santri
yang sudah mukim dua tahun).
Problem yang
ada di PPA dalam penelitian ini adalah (1) proses pembelajaran di kelas, (2)
proses belajar di luar kelas, dan (3) bercengkrama yang terjadi di masyarakat
pesantren al-Aziz. Data yang dianalisis adalah data berupa pemilihan kode yang
mencakup campur kode dan alih kode bahasa masyarakat pesantren al-Aziz.
(1)
Proses pembelajaran di kelas
(Madin), disini proses pembelajaran dilakukan dengan kitab yang bertuliskan
bahasa Arab dan di artikan/ dimaknai dengan arab jawa (pegon). Dikelas
pemula banyak yang belum bisa baca dan masih
harus menyesuaikan bahasanya dengan disini bagi dari luar daerah misalnya orang
jawa tengah, riau, sumatra, madura, dan sebagainya. Maka menggunakan kitab yang
masih dasar seperti fasholatan. Dan untuk yang kelas atas sudah harus
bisa atau menguasai bahasa tersebut.
(2)
Proses belajar di luar kelas, baik
diluar kelas juga belajaranya santri sesuai dengan di atasa terkendala pada
bahasanya juga. Tapi kalau diluar kelas santri bisa bertanya langsung ke para
ustadz/ ustadzah atau kata lainnya yaitu khursus.
(3)
Bercengkrama yang terjadi di
masyarakat pesantren al-Aziz, Faktor yang mempengaruhi terjadinya campur kode
pada peristiwa tutur yang terjadi di masyarakat pesantren al-Aziz Banjarpatoman
Dampit dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor keterbatasan
bahasa, dan faktor penggunaan istilah yang lebih populer.
Faktor
keterbatasan bahasa biasanya terjadi jika penutur tersebut adalah penutur yang
belum lama menetap di pesantren. Penutur yang baru bermukim di pesantren kurang
dari dua tahun, pada umumnya masih belum begitu menguasai kode BA(bahasa Arab)
dan kode bahasa daerah lain. Misalnya saat santri yang berasal dari daerah
Banyumas berkomunikasi dengan santri yang berasal dari daerah Malang, saat
masing-masing penutur tidak megetahui bahasa yang akan diungkapkan,
masing-masing penutur akan beralih ke kode B1masing-masing.
Sedangkan
faktor penggunaan istilah populer adalah kode-kode yang dianggap populer di
kalanagn masyarakat pesantren. Kode bahasa yang popular digunakan dalam
masyarakat pesantren al-Aziz adalah kode BA( Bahasa Arab). Misalnya kata tamasya,
min aina, dan kata ya’kul
Semua sistem
pendidikan dalam pesantren ini sudah bisa berjalan dengan baik, hanya
terkendala dari bahasa yang digunakan santri dalam belajar maupun dalam
omunikasi sehari- hari. Terkadang juga bisa menjadi problem bagi santri yang
tidak manut( nakal) peraturan pondok, maka akan dihukum/ ta’ziran oleh
para pengurus sesuai dengan langgaran apa yang telah diperbuat. Dan kalau sudah
melampaui batas maka akan di maturkan ke ndalem langsung.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari hasil
paparan data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa yayasan atas naungan KH.
ABDULLOH sudah bisa diakuai sebuah lembaga pendidikan yang baik dan sudah
diakui oleh dinas pendidikan di kabupaten malang dan sudah memiliki banyak
prestasi yang lumayan baik. Sedangkan pada lembaga noformalnya yaitu PPA sudah
bagus dalam pengajarannya karena didasarkan al-qur’an dan hadits serta pada
sikap ketuhanan (Tauhid), yang menjadi masalah di sini adalah dari segi konteks
bahasa. Pada masyarakat tutur di pesantren
al-Aziz Banjarpatoman Dampit terdapat beberapa wujud alih kode dan campur kode,
serta faktor-faktor yang mempengaruhi alih kode dan campur kode.
B.
Saran
1.
Lembaga Pendidikan Formal
a.
Bagi peneliti selanjutnya sebagai
bahan referensi dalam melakukan penelitian lanjutan yang sejenis.
b.
Penelitian ini sangat bermakna
karna bisa tahu perkembangan madrasah tersebut dan bisa menyambung tali
silatuhrami pada para guru/ ustadz ustadzah.
c.
Perlu adanya perhatian khusus dalam
bidang ilmu agama meskipun sudah sangat kental keagamaannya dan biar lebih
spesifik dalam pembelajaran.
2.
Lembaga Pendidikan Non Formal
a.
Penelitian ini merupakan penelitian
eksploratif yang berhubungan dengan masalah pemilihan kode pada masyarakat
tutur di pesantren al-Aziz Banjarpatoman Dampit yang jangkauannya masih luas.
Oleh karena itu, penelitian pemilihan bahasa ini masih perlu ditindaklanjuti
dengan penelitian yang memiliki ruang lingkup lebih spesifik. Dengan penelitian
yang memiliki ruang lingkup labih spesifik tersebut dimaksudkan agar analisis yang
dilakukan dapat mencapai hal yang lebih mendasar pada masalah pemilihan bahasa.
b.
Penelitian ini sangat bermakna
dalam upaya pembinaan dan pengembangan bahasa daerah. Mengingat adanya
kekhawatiran tentang adanya pergeseran dan kepunahan bahasa Daerah.
c.
Mengingat keterbatasan peneliti
dalam meneliti pemilihan kode masyarakat pesantren di pesantren al-Aziz
Banjarpatoman Dampit, diharapkan bagi pembaca untuk menambah referensi tentang
pemilihan kode yang berhubungan dengan alih kode dan campur kode pada masyarakat
dwibahasa.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. H. Moh.
Roqib, M.Ag, 2016, ILMU PENDIDIKAN ISLAM: pengembangan intergatif di
sekolah, keluarga, dan masyarakat, ( yogyakarta: PT.LkiS Pelangi Aksara
dengan Pesma An Najah Press).
Prof. H.M.
Arifin , 2000, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta:
Bumi Aksara).
Prof. Dr.
Sugiyono, 2015, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta).
Sumardharma
Ali, 2013, REMORMASI PARADIGMA KEILMUAN ISLAM; Meneguhkan Epistemologi
Keilmuan, Menggerakan Pendidikan Islam, ( Malang: UIN-MALIKI PRESS).
[1]
Dr. H. Moh. Roqib, M.Ag, ILMU pENDIDIKAN ISLAM: pengembangan intergatif di
sekolah, keluarga, dan masyarakat, ( yogyakarta: PT.LkiS Pelangi Aksara
dengan Pesma An Najah Press), 2016. Hal 134- 137
[2]
Prof. H.M. Arifin , Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum),
(Jakarta: Bumi Aksara), 2000. Hal 2
[3]
Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian
Pendidikan, (Bandung: Alfabeta), 2015. Hal 13
[4]
Sumardharma Ali, REMORMASI PARADIGMA KEILMUAN ISLAM; Meneguhkan Epistemologi
Keilmuan, Menggerakan Pendidikan Islam, ( Malang: UIN-MALIKI PRESS), 2013.
HAL 72-74
Tidak ada komentar:
Posting Komentar