Senin, 01 Mei 2017

1423305240 IKA ADININGRUM (MAN 1 BANYUMAS dan Madrasah Diniyah Al-Fattah Arcawinangun



PROBLEMATIKA PEDIDIKAN ISLAM
DI PENDIDIKAN FORMAL DAN NON FORMAL

Description: Logo IAIN Terbaru Color
 



Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur
Mata kuliah Kapita Selekta Pendidikan Islam
Dosen pengampu : Rahman Afandi, S.Ag.M.S.I
DisusunOleh :
Ika Adiningrum (1423305240)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN MADRASAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN  ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PURWOKERTO
2017


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Disadari bahwa semakin maju peradaban suatu masyarakat akan semakin bertambah banyak masalah yang harus dihadapi, termasuk dalam bidang pendidikan. Permasalahan pendidikan adalah amat banyak, antara satu masalah dengan yang lain mempunyai hubungan yang kompleks. Mungkin saja tidak ada permasalahan yang lebih kompleks di Indonesia dibandingkan dengan permasalahan pendidikan. Kompleksitas permasalahan pendidikan itu muncul tidak saja karena tuntutan perubahan eksternal dalam skala global,tetapi juga karena tuntutan perubahan internal dalam skala nasional bahkan skala lokal.
B.       Rumusan Masalah
1.        Apa Problematika Pendidikan Islam yang ada di Lembaga Pendidikan Formal?
2.        Apa Problematika Pendidikan Islam yang ada di Lembaga Pendidikan Non Formal?
C.       Tujuan
1.      Untuk mengetahui  Problematika Pendidikan Islam yang ada di Lembaga Pendidikan Formal
2.      Untuk mengetahui Problematika Pendidikan Islam yang ada di Lembaga Pendidikan Non Formal




BAB II
PEMBAHASAN
A.           Pengertian Problematika Pendidikan
Bila ditinjau dari segi etimologi, kata “problematika” berasala dari bahasa inggris, yaitu dari kata “problematic”, sebuah kata adjective yang dibentuk dari akar kata”problema”. Dalam “webster’s World University Dictionary”,  kata “problem” diartikan dengan:” a question for solution; a difficult matter requiring settlement;an exercise for student to work out”. Dalam kaitannya dengan pendidikan,masalah itu dapat berupa adanya kesenjangan antara teori (idea, cita) dengan kenyataan (realita, fakta), antara apa yang seharusnya ada dengan apa yang nyata-nyata ada dalam pendidikan; dapat berupa adanya kejutan-kejutan tertentu mengenai faktor-faktor pendidikan; dapat berupa adanya perbedaan bahkan mungkin pertentangan pemikiran terhadap suatu hal mengenai pendidikan sebagai akibat dari interpretasi yang bias atau suatu fakta yang mungkin telah berubah selaras dengan perubahan keadaan jaman.
Atas dasar uraian di atas, dan dengan meminjam istilah sosiologi, maka yang dimaksud dengan” masalah pendidikan” adalah ketidaksesuaian antara yang seharusnya dengan kenyataan yang timbul dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional yang perlu dicari kejelasannya, terutama mengenai hal-hal yang melatar belakangi munculnya permasalahan itu, supaya dapat dengan jelas diketahui dulu masalahny dan dapat ditentukan jalan penyelesaian/pemecahannya secara jitu.[1]
B.       Pengertian Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan merupakan suatu institusi, media, forum, atau situasi dan kondisi tertentu yang memungkinkan terselenggranya proses pembelajaran, baik secara terstruktur maupun secara tradisi yang telah diciptakan sebelumnya. Pengertian tersebut didasarkan pada pemahaman bahwa seluruh proses kehidupan manusia pada dasarnya merupakan kegiatan belajar-mengajar atau pendidikan.
Lembaga pendidikan juga dapat berarti sebuah institusi yang memang sengaja dibentuk untuk keperluan khusus kependidikan dan ada pula lembaga yang memang tanpa disadari telah berfungsi sebagai sarana pendidikan dan pembelajaran. Pengertian berimplikasi pada pemahaman yang luas tentang lembaga pendidikan sehingga bisa memasukkan segala hal yang bisa mendatangkan nilai positif dalam proses kependidikan dan penyelenggaranya dikategorikan sebagai lembaga pendidikan.
C.       Macam-Macam Lembaga Pendidikan
1.        Lembaga Pendidikan Formal
Lembaga pendidikan formal sering kali dilekatkan dengan lembaga sekolahyang memiliki tujuan, sistem, kurikulum, gedung, jenjang, dan jangka waktu yang telah tersususn rapi dan lengkap.[2]
2.        Lembaga Pendidikan Non Formal
Lembaga pendidikan nonformal keberadaannya diluar sekolah atau di masyarakat (umum) dan masyarakat itulah yang mengkondisikan dan menjadi guru atau pendidik sekaligus sebagai subjek didik[3]. Dalam mengembangkan pendidikan luar sekolah (nonformal) kea rah pengembangan sistem belajar masyarakat M. Soedomo (1989) menguraikannya dalam lima hal yang didetail secara anatomis yakni terdiri atas;
a.     Warga belajar dalam latar sistem belajar masyarakat
b.     Pamong belajar masyarakat
c.     Bahan belajar
d.    Pendekatan dan metode pembelajaran, dan
e.     Pengembangan program belajar masyarakat.
Lima komponen di atas menjadi format karakteristik yang membedakan antara pendidikan formal dengan nonformal. Untuk itu pendidikan nonformal memang harus dibangun dikembangkan dan di bina ditengah-tengah masyarakat, maka diperlukan strategi-strategi tertentu untuk menjadikan pendidikan nonformal agar dapat dilahirkan sendiri oleh masyarakatnya. Kegiatan pendidikan luar sekolah di Indonesia terakhir dinyatakan dalam UU No.2 tahun 1989 secara implicit disebut dengan istilah pendidikan luar sekolah. Sementara pada UU No. 20 tahun 2003 maka istilah ini dikembalikan menjadi pendidikan nonformal. Kegiatan pendidikan yang dikembangkan pada dasarnya adalah sama dimana bukan saja sekedar menanggulangi tidak tertampungnya keiatan pendidikan di lembaga persekolahan atau formal akan tetapi pendidikan ini memang juga memiliki kekhasan sendiri.[4]
D.      Contoh Lembaga Formal dan Nonformal
1.      Lembaga Formal
MA (Madrasah Aliyah)
Madrasah Aliyah negeri pertama kali didirikan melalui proses penegeriaan berdasarkan SK Menteri Agama No 80 tahun 1967, yaitu dengan menegerikan MA Al-Islam di Surakarta dan kemudian MA di Magetan Jawa Timur, MA di Palangki di Sumatera Barat dan seterusnya sampai dengan tahun1970, seluruhnya berjumlah 43 buah. Madrasah Aliyah (MA) sebagai salah satu jenis pendidikan menengah umum, berfungsi menyiapkan peserta didik untuk memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap, rasa keindahan dan harmoni yang diperlukan untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi atau untuk hidup di masyarakat sejalan dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional. Karena itu MA ditujukan untuk membentuk manusia berkualitas spiritual, hidup sehat, memperluas pengetahuan dan seni, memiliki keahlian dan keterampilan menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut sejalan dengan tujuan pendidikan nasional.[5]
2.      Lembaga Nonformal
a.       TPQ (Taman Pendidikan Al-Qur’an)
Apabila seseorang akan mengembangkan suatu organisasi atau lembaga pendidkan maka ia sendiri harus “berkembang” atau minimal telah memiliki karakter yang mampu mengembangkan organisasi atau lembaga tersebut. Sikap demokratis, senang ilmu, progresif, jujur, dan ikhlas merupakan sebagian di antaranya.
Pengembangan TPQ harus dimulai dari niat yang tulus untuk mengabdi kepada Allah dan kepada kepentingan pendidikan umat. Setelah itu bru melangkah pada upaya mengembangkan manajemennya. Manajemen merupakan proses perencanaan, pengoorganisasian, dan penggunaan sumber daya organisasi agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Untuk itu, pimpinan lembaga harus mampu memberikan pengarahan dan fasilitas kerja pada “partner” agar mereka kooperatif menuju cita-cita dan tujuan organisasi.
Untuk mencapai tujuan organisasi, pengelolaan TPQ harus menjaga keseimbangan di antara tujuan pengelola yang ungkin berbeda atau saling bertentangan agar terjaga efisien dan efektivitas kerja organisasi sehingga setiap individu yang terlibat dapat terpuaskan secara materiil dan immaterial.
Adapun yang harus dilakukan oleh pengelola untuk menjadikan TPQ menjadi yang terbaik adalah menjadikan pengelolanya memiliki motivasi untuk menjadi yang terbaik dan berkualitas sehingga ia dapat menjadi subjek yang bermanfaat bagi yang lain. Motivasi untuk maju seperti itu harus dibangun dan diikuti dengan bekerja keras sembari terus belajar dan sekaligus mentradisikan kerja sama sehingga menjadi bagian dari kehidupan personal lembaga untuk menuju insan kamil  yang diridhai oleh Allah.[6]
b.      Madrasah
Seperti halnya dalam kasus TPQ dalam upaya mengembangkan madrasah juga harus dilakukan dengan langkah-langkah manajemen yang baik. Madrasah dalam arti formal adalah MI (Madrasah Ibtidaiyah), MTs (Madrasah Tsanawiyah), dan MA (Madrasah Aliyah). Kesemuanya ini merupakan lembaga sekolah yang sudah mengalami pengembangan sehingga berbeda dengan Madrasah Diniyah atau Sekolah Keagamaan yang cenderung seperti lembaga pengajian yang jauh dari kemajuan dan kejelasan manajemennya.[7]
E.            Hasil Observasi di Lembaga Pendidikan Formal ( MAN 1 Banyumas)
1.      Profil MAN 1 Banyumas
MAN Purwokerto 1 atau MAN 1 Banyumas sebagai lembaga pendidikan formal, Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Purwokerto 1 yang beralamat di Jalan Senopati 1 Purwokerto Timur adalah salah satu Sekolah Lanjutan Atas yang diakui oleh masyarakat baik status maupun keberadaannya. Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Purwokerto 1 merupakan penjelmaan dari Sekolah Persiapan Institut Agama Islam Negeri (SP. IAIN) Sunan Kalijaga Purwokerto. SP IAIN ini berdirinya diresmikan oleh Menteri Agama Republik Indonesia pada tanggal 5 Oktober 1962 bertepatan tanggal 6 Jumadilawal 1382 H.
Adapun visi dan misi dari MAN 1 Banyumas adalah sebagai berikut:
Visi
Madrasah Aliyan Negeri Purwokerto 1 sebagai Lembaga Pendidikan tingkat Menengah Umum atau Sekolah Umum yang berciri khas Islam yang dikelola oleh Departemen Agama dapat menghasilkan tamatan yang memiliki keunggulan kompetitif dalam bidang IMTQ dan IPTEK.
Misi
Madarasah Aliyah Purwokerto 1 sebagai lembaga formal yang berciri khas agama islam, dalam rangka mewujudkan visinya melakukan upaya:
a.       Profesional tenaga kependidikan
b.      Pembelajaran yang efektif
c.       Nuansa pergaulan yang islami
MAN Purwokerto 1 memiliki 2335 siswa, 61 guru,3 jurusan, 32 kelas, pel dan 20 ekstrakurikuler. Adapun ekstrakulikuler yang ada di MAN Purwokerto 1 yaitu Pencak Silat (Merpati Putih), Pramuka, Karya Ilmiah (KIR), Basket, Futsal, Paduan Suara, Band, Kajian Agama Islam (FUQI), PMR, Olimpiade Matematika, Olimpiade Kimia, Olimpiade Fisika, Olimpiade Biologi, Olimpiade Ekonomi, Olimpiade Geografi, Pecinta Alam, Kewirausahaan dan Multimedia.
2.      Data Observasi
a.       Hari, tanggal                           : Selasa, 11 April 2017
b.      Tempat                                    : MAN 1 Banyumas
c.       Alamat Sekolah                       : J l. Senopati 1 Arcawinangun Purwokerto
  Timur
d.      Nama Kepala Sekolah             : Drs. H. Mohamad Alwi, M.Pd.I
e.       Nama Guru (Narasumber)       : Ibu Ninung Saifunah, M.Pd. I
3.      Kronologi Kegiatan dan Hasil Wawancara
Pada hari selasa, 11 April 2017 saya melakukan observasi ke salah satu sekolah almamater saya yaitu di MAN 1 Banyumas. Saya melakukan wawancara tepatnya pukul 14.00 WIB. Salah satu guru yang menjadi Narasumber adalah Ibu Ninung Saifunah, M.Pd. I, dimana beliau adalah satu guru pengampu mata pelajaran fiqih. Alamat  rumah beliau berada di Desa Karang Nangka Kecamatan Kedung Banteng.
Hasil wawancara yang saya peroleh dari IBU Ninung Saifunah sebagai berikut:
a.         Pengertian Problematika Pendidikan Islam
Menurut beliau problematika pendidikan islam  adalah suatu masalah-masalah yang  ditimbulkan dari proses belajar dengan SDM yang berbeda-beda. Dalam hal ini guru memberikan materi kepada peserta didik baik keilmuan yang menyangkut keagamaan maupun akhlak yang baik guna menjadikan peserta didik itu menjadi seorang muslim yang baik akhlak dan perilakunya.
b.        Problematika Pendidikan Islam
(1)          Kurikulum
Kurikulum pendidikan islam memiliki misi untuk menjabarkan pesan kitab suci dan sunnah Nabi agar dapat membentuk kualitas hidup manusia kea rah lebih baik. Secara keseluruhan mata pelajaran yang diajarkan di sekolah merupakan jabaran dari kurikulum yang hakikatnya tidak ada yang terpisah dari konteks ajaran wahyu dan sunnah. Kurikulum pendidikan islam dimaksudkan untuk memecahkan problematika dalam dunia pendidikan (islam). Agar pendidikan islam tidak jatuh kelubang kehancuran, maka proses improvisasi kurikulum harus dilakukan adaptasi dan kontekstualisasi terus menerus. Kurikulum pendidikan islam harus mencari terobosan baru yang sesuai dengan nafas pola hidup umat manusia yang menitikberatkan nilai kemajuan dan terbebas dari kebodohan dan kemiskinan. [8]
(2)          Sholat Berjamaah
Problematika yang ada di MAN 1 Banyumas adalah terkait dengan sholat berjamaah. MAN 1 Banyumas telah menerapkan sholat berjamaah bagi guru dan peserta didik. Tujuan dari dilaksanakannya sholat berjamaah adalah menjadikan peserta didik yang berkepribadiaan baik dan islami. Sholat berjamaah telah dimasukkan kedalam jadwal wajib. Sholat berjamaah biasanya dilaksakan pada waktu dzuhur. Sekolah telah mengatur pelaksanaan sholat berjamaah menjadi 5 shift, mengingat dengan banyaknya jumlah peserta dan guru dengan daya tampung masjid sekolah. Pihak sekolah telah membuat absen sholat berjamaah bagi setiap kelas agar guru dapat memantau perkembangan sholat berjamaah setiap harinya. Tetapi dari beberapa tahun yang lalu hingga sekarang ini, problematika terkait sholat berjamaah masih ada. Problematika tersebut timbul karena kurang sadarnya peserta ddidik terhadap kewajiban. Ketika azan sudah berkumandang siswa lebih memilih pergi ke kantin dibandingakan menyegerakan pergi kemasjid untuk melaksanakan shlat berjamaah. Hal tersebut dikarenakan kurangnya kesadaran dan pengetahuan islam. Menurut beliau keluarga juga berpengaruh terhadap anak. Jika dalam keluarga telah mendidik anak sejak kecil mengenai kewajiban sholat pastinya anak akan disiplin dalam menjalankan sholatnya. Karena sholat adalah kewajiban sebagai umat muslim yang harus dijalankan. Jika dalam keluarga anak tidak dididik mengenai sholat pasti anak akan sulit  untuk menjalankan sholat.
(3)          Pembiasaan Berjabat tangan atau bersalaman



c.         Solusi
(1)          Sanksi bagi peserta didik yang tidak melaksanakan shlolat berjamaah berupa teguran dari semua guru. Tidak hanya dari guru PAI saja tetapi dari semua guru.
(2)          Memberikan materi dan pemahaman bersama tentang PAI atau fiqih agar berjalan dengan baik dan didukung oleh pihak sekolah.
(3)          Mamasukkan jadwal sholat berjamaah secara bergilir
(4)          Mewajibkan peserta didik untuk mengikuti ekstra kulikuler yang ada disekolah. Seperti Fuqi, Pramuka, Olahraga, dll yang berguna untuk mendidik peserta didik dan menambah pengetahuan.
F.             Hasil Observasi di Lembaga Pendidikan Non Formal
1.          Profil Madrasah Diniyah Al-Fattah Arcawinangun
Madrasah Diniyyah Al-Fattah Arcawinangun didirikan pada tanggal 3 Oktober 2017 dengan diresmikan oleh Departemen Agama dengan berupa pemberian piagam. Madrasah tersebut dididrikan oleh beberapa warga masyarakat setempat diantaranya adalah Muhamad Saifulloh, Bapak Warsim, Bapak H Warsiam, Bapak Medi, Bapak Awan, dll.
Sejarah berdirinya Madrasah Diniyah Al-Fattah Arcawinangun berawal dari sekedar kegiatan biasa yang berupa anak-anak yang mengaji  di rumah Ustd Muhamad Saifulloh. Jumlah santri pada saat itu adalah 15 anak. Pada saat mendirikan madrasah terdapat kendala-kendala , yaitu kendala yang berasal dari dalam dan kendala yang berasal dari luar. Jumlah santri di madrasah tersebut kini telah mencapai 97 anak dengan beberapa kelas, diantaranya : untuk siswa TK-2 SD masuk kategori kelas Istidad, untuk siswa 1-4 SD masuk kategori kelas 3 atau biasa disebut dengan Diniyah Awal, dan untuk siswa SMP & SMA masuk kategori Majlis Ta’lim. Madrasah ini mempunyai visi da misi berupa untuk mencetakan akhlak karimah, jujur dan mengembangkan ilmu pengetahuan sesuai Al-Qur’an dan Hadits. Adapun tujuannya dalah untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT melalui jalur keagamaan. Madrasah ini memiliki beberapa kegiatan yang dilakukan secara rutin , diantaranya adalah hadroh, Murotal, dan tilawah.
Adapun prestasi yang telah berhasil di raih oleh Madrasah Diniyah adalah (a) Juara 1 Tingkat Kecamatan Lomba Hadroh
(b) Juara 1 Tingkat Kabupaten Banyumas Lomba Hadroh
(c) Juara 1 Murotal Qur’an Antar Madrasah
(d) Juara 1 & 2 Lomba Pildacil
(e) Sebagai Juara Umum 2 Kali Berturut-Turut
2.          Data Observasi
a.Hari, tanggal               : Kamis, 27 April 2017
b.        Tempat                                : Madrasah Diniyah Al- Fattah
                                                  Arcawinangun
c.Alamat Madrasah                    : Arcawinangun
d.        Nama Guru (Narasumber)  : Ustd Muhamad Saifulloh
3.          Kronologi Kegiatan dan Hasil Wawancara
Pada hari kamis, 23 April 2017 saya melakukan observasi ke salah satu pendidikan non formal yaitu di Madrasah Diniyyah Al-Fattah Arcawinangun.. Saya melakukan wawancara tepatnya pukul 20.00 WIB. Salah satu orang yang menjadi Narasumber adalah Ustd Muhamad Saifulloh, dimana beliau adalah pendiri Madrasah Diniyyah Al-Fattah Arcawinangun. Hasil wawancara yang saya peroleh dari Ustd Muhamad Saifulloh sebagai berikut:
a.         Pengertian Problematika Pendidikan Islam
Menurut beliau problematika pendidikan islam adalah kurangnya perhatian pemerintah kepada lembaga pendidikan islam sehingga banyak kegiatan yang berbenturan dari kegiatan formal dengan pendidikan non formal.
b.        Problematika Pendidikan Islam
(1)          Kurangnya Pengajar
Pengajar adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam tugas menstransfer nilai-nilai. Keberhasilan aktivitas pendidikan banyak bergantung pada keberhasilan pendidik dalam mengemban misi kependidikannya. Tanpa pengajar maka proses belajar mengajar tidak akan berjalan dengan lancar. Pengajar disini adalah sebagai orang yang mengajarkan para santrinya ilmu yang kelak santri itu akan dibekali dengan ilmu agama. Jika pengajar kurang maka proses belajar mengajar akan tehambat.
(2)          Kurangnya Fasilitas
Fasilitas adalah segala sesuatu yang bersifat fisik/material, yang dapat diartikan sebagai sarana dan prasarana yang dapat memudahkan terselenggaranya dalam pembelajaran pendidikan Islam. Kurangnya fasilitas di madrasah ini salah satunya adalah buku, karena buku menjadi sumber belajar bagi santri. Kurangnya buku karena ketidak mampuan santri dalam membeli buku, karena harga buku yang mahal .
c.         Solusi
(1)          Solusi untuk menanangani kurangnya fasilitas yaitu santri bisa mendapatkan buku dengan mengcopy buku dari buku milik madrasah maupun milik temannya.
(2)          Solusi untuk kurangnya pengajar yaitu dengan menmbah pengajar agar kegiatan belajr santrinya tidak terganggu. Syarat bagi pengajar dimadrasah ini adalah lancar membaca Al-Qu’an, bisa memahami ilmu tajwid, bisa memahami ilmu agam dan berakhlak baik.










BAB III
PENUTUP

A.           Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa problematika pendidikan islam yang ada di lembaga formal diantaranya adalah kurikulum, sholat berjamaah dan berjabat tangan. Sedangkan problematika pendidikan islam yang ada di lembaga pendidikan non formal adalah kurangnya pengajar dan fasilitas.
B.            Saran
1.      Lembaga Pendidikan Formal
Sebaiknya sholat berjamaah dan kebiasaan bersalaman tetap dijalankan sesuai dengan ketentuan yang ada pada lembaga tersebut.
2.       Lembaga Pendidikan Non Formal
Sebaiknya pihak madrasah bisa memenuhi fasilitas yang berupa buku kepada santri, agar santri dapat belajar dengan giat dan mendapat wawasan yang lebih dari apa yang mereka ketahui.









DAFTAR PUSTAKA

Rohmad Ali. 2009. Kapita Selekta Pendidika., Yogyakarta: Penerbit Teras.
Roqib Moh. 2009. Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat. Yogyakarta: PT LKiS Printing Cemerlang.
Mardianto. 2005. Pesantren Kilat Konsep, Panduan, & Pengembanga. Ciputat: CIputat Press.
Mujtahid. 2011.  Reformasi Pendidikan Islam. Malang: UIN Maliki Press.
Ali Suryadharma. 2013. Reformasi Paradigma Keilmuan Islam Meneguhkan Epistemologi Islam,Menggerakakkan Pendidikan Islam. Malang: UIN Maliki Press, 2013.



[1] Ali Rohmad, Kapita Selekta Pendidikan, (Yogyakarta;Penerbit Teras, 2009), hlm 2-3.
[2] Moh Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat, (Yogyakarta: PT LKiS Printing Cemerlang, 2009), hlm 122.
[3] Moh Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat, (Yogyakarta: PT LKiS Printing Cemerlang, 2009), hlm 122.

[4] Mardianto, Pesantren Kilat Konsep, Panduan, & Pengembangan, (Ciputat; Cputat Press, 2005), hlm 27-34.
[5] Suryadharma Ali, Reformasi Paradigma Keilmuan Islam Meneguhkan Epistemologi Islam,Menggerakakkan Pendidikan Islam, (Malang; UIN Maliki Press, 2013), hlm 117.
[6] Moh Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat, (Yogyakarta: PT LKiS Printing Cemerlang, 2009), hlm 133

[7] Moh Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat, (Yogyakarta: PT LKiS Printing Cemerlang, 2009), hlm 134.

[8] Mujtahid, Reformasi Pendidikan Islam, (Malang:UIN Maliki Press, 2011), hlm 27-29.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar