PROBLEMATIKA PEDIDIKAN ISLAM
DI PENDIDIKAN FORMAL DAN NON FORMAL
Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur
Mata kuliah Kapita Selekta Pendidikan Islam
Dosen pengampu : Rahman Afandi, S.Ag.M.S.I
DisusunOleh :
Ika Adiningrum (1423305240)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU
MADRASAH IBTIDAIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN MADRASAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PURWOKERTO
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Disadari bahwa semakin maju peradaban suatu masyarakat akan semakin
bertambah banyak masalah yang harus dihadapi, termasuk dalam bidang pendidikan.
Permasalahan pendidikan adalah amat banyak, antara satu masalah dengan yang
lain mempunyai hubungan yang kompleks. Mungkin saja tidak ada permasalahan yang
lebih kompleks di Indonesia dibandingkan dengan permasalahan pendidikan.
Kompleksitas permasalahan pendidikan itu muncul tidak saja karena tuntutan
perubahan eksternal dalam skala global,tetapi juga karena tuntutan perubahan
internal dalam skala nasional bahkan skala lokal.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
Problematika Pendidikan Islam yang ada di Lembaga Pendidikan Formal?
2.
Apa
Problematika Pendidikan Islam yang ada di Lembaga Pendidikan Non Formal?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui Problematika Pendidikan Islam
yang ada di Lembaga Pendidikan Formal
2.
Untuk
mengetahui Problematika Pendidikan Islam yang ada di Lembaga Pendidikan Non
Formal
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Problematika Pendidikan
Bila ditinjau dari segi etimologi, kata “problematika” berasala
dari bahasa inggris, yaitu dari kata “problematic”, sebuah kata
adjective yang dibentuk dari akar kata”problema”. Dalam “webster’s World
University Dictionary”, kata
“problem” diartikan dengan:” a question for solution; a difficult matter
requiring settlement;an exercise for student to work out”. Dalam kaitannya
dengan pendidikan,masalah itu dapat berupa adanya kesenjangan antara teori
(idea, cita) dengan kenyataan (realita, fakta), antara apa yang seharusnya ada
dengan apa yang nyata-nyata ada dalam pendidikan; dapat berupa adanya
kejutan-kejutan tertentu mengenai faktor-faktor pendidikan; dapat berupa adanya
perbedaan bahkan mungkin pertentangan pemikiran terhadap suatu hal mengenai
pendidikan sebagai akibat dari interpretasi yang bias atau suatu fakta yang
mungkin telah berubah selaras dengan perubahan keadaan jaman.
Atas dasar uraian di atas, dan dengan meminjam istilah sosiologi,
maka yang dimaksud dengan” masalah pendidikan” adalah ketidaksesuaian antara
yang seharusnya dengan kenyataan yang timbul dalam penyelenggaraan sistem
pendidikan nasional yang perlu dicari kejelasannya, terutama mengenai hal-hal
yang melatar belakangi munculnya permasalahan itu, supaya dapat dengan jelas
diketahui dulu masalahny dan dapat ditentukan jalan penyelesaian/pemecahannya
secara jitu.[1]
B.
Pengertian
Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan merupakan suatu institusi, media, forum, atau
situasi dan kondisi tertentu yang memungkinkan terselenggranya proses
pembelajaran, baik secara terstruktur maupun secara tradisi yang telah
diciptakan sebelumnya. Pengertian tersebut didasarkan pada pemahaman bahwa
seluruh proses kehidupan manusia pada dasarnya merupakan kegiatan
belajar-mengajar atau pendidikan.
Lembaga pendidikan juga dapat berarti sebuah institusi yang memang
sengaja dibentuk untuk keperluan khusus kependidikan dan ada pula lembaga yang
memang tanpa disadari telah berfungsi sebagai sarana pendidikan dan
pembelajaran. Pengertian berimplikasi pada pemahaman yang luas tentang lembaga
pendidikan sehingga bisa memasukkan segala hal yang bisa mendatangkan nilai
positif dalam proses kependidikan dan penyelenggaranya dikategorikan sebagai
lembaga pendidikan.
C.
Macam-Macam
Lembaga Pendidikan
1.
Lembaga
Pendidikan Formal
Lembaga pendidikan formal sering kali dilekatkan dengan lembaga
sekolahyang memiliki tujuan, sistem, kurikulum, gedung, jenjang, dan jangka
waktu yang telah tersususn rapi dan lengkap.[2]
2.
Lembaga
Pendidikan Non Formal
Lembaga pendidikan nonformal keberadaannya diluar sekolah atau di
masyarakat (umum) dan masyarakat itulah yang mengkondisikan dan menjadi guru
atau pendidik sekaligus sebagai subjek didik[3]. Dalam
mengembangkan pendidikan luar sekolah (nonformal) kea rah pengembangan sistem
belajar masyarakat M. Soedomo (1989) menguraikannya dalam lima hal yang
didetail secara anatomis yakni terdiri atas;
a.
Warga belajar
dalam latar sistem belajar masyarakat
b.
Pamong belajar
masyarakat
c.
Bahan belajar
d.
Pendekatan dan
metode pembelajaran, dan
e.
Pengembangan
program belajar masyarakat.
Lima komponen di atas menjadi format karakteristik yang membedakan
antara pendidikan formal dengan nonformal. Untuk itu pendidikan nonformal
memang harus dibangun dikembangkan dan di bina ditengah-tengah masyarakat, maka
diperlukan strategi-strategi tertentu untuk menjadikan pendidikan nonformal
agar dapat dilahirkan sendiri oleh masyarakatnya. Kegiatan pendidikan luar
sekolah di Indonesia terakhir dinyatakan dalam UU No.2 tahun 1989 secara
implicit disebut dengan istilah pendidikan luar sekolah. Sementara pada UU No.
20 tahun 2003 maka istilah ini dikembalikan menjadi pendidikan nonformal. Kegiatan
pendidikan yang dikembangkan pada dasarnya adalah sama dimana bukan saja
sekedar menanggulangi tidak tertampungnya keiatan pendidikan di lembaga
persekolahan atau formal akan tetapi pendidikan ini memang juga memiliki
kekhasan sendiri.[4]
D.
Contoh Lembaga Formal
dan Nonformal
1.
Lembaga Formal
MA
(Madrasah Aliyah)
Madrasah Aliyah negeri
pertama kali didirikan melalui proses penegeriaan berdasarkan SK Menteri Agama
No 80 tahun 1967, yaitu dengan menegerikan MA Al-Islam di Surakarta dan
kemudian MA di Magetan Jawa Timur, MA di Palangki di Sumatera Barat dan
seterusnya sampai dengan tahun1970, seluruhnya berjumlah 43 buah. Madrasah
Aliyah (MA) sebagai salah satu jenis pendidikan menengah umum, berfungsi
menyiapkan peserta didik untuk memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap, rasa
keindahan dan harmoni yang diperlukan untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi
atau untuk hidup di masyarakat sejalan dengan pencapaian tujuan pendidikan
nasional. Karena itu MA ditujukan untuk membentuk manusia berkualitas
spiritual, hidup sehat, memperluas pengetahuan dan seni, memiliki keahlian dan
keterampilan menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab serta
mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut sejalan
dengan tujuan pendidikan nasional.[5]
2.
Lembaga Nonformal
a.
TPQ (Taman
Pendidikan Al-Qur’an)
Apabila seseorang akan mengembangkan suatu organisasi atau lembaga
pendidkan maka ia sendiri harus “berkembang” atau minimal telah memiliki
karakter yang mampu mengembangkan organisasi atau lembaga tersebut. Sikap
demokratis, senang ilmu, progresif, jujur, dan ikhlas merupakan sebagian di
antaranya.
Pengembangan TPQ harus
dimulai dari niat yang tulus untuk mengabdi kepada Allah dan kepada kepentingan
pendidikan umat. Setelah itu bru melangkah pada upaya mengembangkan
manajemennya. Manajemen merupakan proses perencanaan, pengoorganisasian, dan
penggunaan sumber daya organisasi agar mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan. Untuk itu, pimpinan lembaga harus mampu memberikan pengarahan dan
fasilitas kerja pada “partner” agar mereka kooperatif menuju cita-cita dan
tujuan organisasi.
Untuk mencapai tujuan organisasi, pengelolaan TPQ harus menjaga
keseimbangan di antara tujuan pengelola yang ungkin berbeda atau saling
bertentangan agar terjaga efisien dan efektivitas kerja organisasi sehingga
setiap individu yang terlibat dapat terpuaskan secara materiil dan immaterial.
Adapun yang harus dilakukan oleh pengelola untuk menjadikan TPQ
menjadi yang terbaik adalah menjadikan pengelolanya memiliki motivasi untuk
menjadi yang terbaik dan berkualitas sehingga ia dapat menjadi subjek yang
bermanfaat bagi yang lain. Motivasi untuk maju seperti itu harus dibangun dan
diikuti dengan bekerja keras sembari terus belajar dan sekaligus mentradisikan
kerja sama sehingga menjadi bagian dari kehidupan personal lembaga untuk menuju
insan kamil yang diridhai oleh
Allah.[6]
b.
Madrasah
Seperti halnya dalam kasus TPQ dalam upaya mengembangkan madrasah
juga harus dilakukan dengan langkah-langkah manajemen yang baik. Madrasah dalam
arti formal adalah MI (Madrasah Ibtidaiyah), MTs (Madrasah Tsanawiyah), dan MA
(Madrasah Aliyah). Kesemuanya ini merupakan lembaga sekolah yang sudah
mengalami pengembangan sehingga berbeda dengan Madrasah Diniyah atau Sekolah
Keagamaan yang cenderung seperti lembaga pengajian yang jauh dari kemajuan dan
kejelasan manajemennya.[7]
E.
Hasil Observasi
di Lembaga Pendidikan Formal ( MAN 1 Banyumas)
1.
Profil MAN 1
Banyumas
MAN Purwokerto 1 atau MAN 1 Banyumas sebagai lembaga pendidikan
formal, Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Purwokerto 1 yang beralamat di Jalan
Senopati 1 Purwokerto Timur adalah salah satu Sekolah Lanjutan Atas yang diakui
oleh masyarakat baik status maupun keberadaannya. Madrasah Aliyah Negeri (MAN)
Purwokerto 1 merupakan penjelmaan dari Sekolah Persiapan Institut Agama Islam
Negeri (SP. IAIN) Sunan Kalijaga Purwokerto. SP IAIN ini berdirinya diresmikan
oleh Menteri Agama Republik Indonesia pada tanggal 5 Oktober 1962 bertepatan
tanggal 6 Jumadilawal 1382 H.
Adapun visi dan misi dari MAN 1
Banyumas adalah sebagai berikut:
Visi
Madrasah Aliyan Negeri Purwokerto 1 sebagai Lembaga Pendidikan
tingkat Menengah Umum atau Sekolah Umum yang berciri khas Islam yang dikelola
oleh Departemen Agama dapat menghasilkan tamatan yang memiliki keunggulan
kompetitif dalam bidang IMTQ dan IPTEK.
Misi
Madarasah Aliyah Purwokerto 1 sebagai lembaga formal yang berciri
khas agama islam, dalam rangka mewujudkan visinya melakukan upaya:
a.
Profesional
tenaga kependidikan
b.
Pembelajaran
yang efektif
c.
Nuansa
pergaulan yang islami
MAN Purwokerto 1 memiliki 2335 siswa, 61 guru,3 jurusan, 32 kelas, pel
dan 20 ekstrakurikuler. Adapun ekstrakulikuler yang ada di MAN Purwokerto 1
yaitu Pencak Silat (Merpati Putih), Pramuka, Karya Ilmiah (KIR), Basket,
Futsal, Paduan Suara, Band, Kajian Agama Islam (FUQI), PMR, Olimpiade
Matematika, Olimpiade Kimia, Olimpiade Fisika, Olimpiade Biologi, Olimpiade
Ekonomi, Olimpiade Geografi, Pecinta Alam, Kewirausahaan dan Multimedia.
2.
Data Observasi
a.
Hari, tanggal : Selasa, 11 April 2017
b.
Tempat : MAN 1 Banyumas
c.
Alamat Sekolah : J l. Senopati 1 Arcawinangun
Purwokerto
Timur
d.
Nama Kepala Sekolah : Drs. H. Mohamad
Alwi, M.Pd.I
e.
Nama Guru (Narasumber) : Ibu Ninung Saifunah, M.Pd. I
3.
Kronologi Kegiatan dan Hasil Wawancara
Pada hari
selasa, 11 April 2017 saya melakukan observasi ke salah satu sekolah almamater
saya yaitu di MAN 1 Banyumas. Saya melakukan wawancara tepatnya pukul 14.00
WIB. Salah satu guru yang menjadi Narasumber adalah Ibu Ninung Saifunah, M.Pd.
I, dimana beliau adalah satu guru pengampu mata pelajaran fiqih. Alamat rumah beliau berada di Desa Karang Nangka
Kecamatan Kedung Banteng.
Hasil wawancara
yang saya peroleh dari IBU Ninung Saifunah sebagai berikut:
a.
Pengertian Problematika Pendidikan Islam
Menurut beliau
problematika pendidikan islam adalah
suatu masalah-masalah yang ditimbulkan
dari proses belajar dengan SDM yang berbeda-beda. Dalam hal ini guru memberikan
materi kepada peserta didik baik keilmuan yang menyangkut keagamaan maupun
akhlak yang baik guna menjadikan peserta didik itu menjadi seorang muslim yang
baik akhlak dan perilakunya.
b.
Problematika Pendidikan Islam
(1)
Kurikulum
Kurikulum pendidikan islam memiliki misi untuk
menjabarkan pesan kitab suci dan sunnah Nabi agar dapat membentuk kualitas
hidup manusia kea rah lebih baik. Secara keseluruhan mata pelajaran yang
diajarkan di sekolah merupakan jabaran dari kurikulum yang hakikatnya tidak ada
yang terpisah dari konteks ajaran wahyu dan sunnah. Kurikulum pendidikan islam
dimaksudkan untuk memecahkan problematika dalam dunia pendidikan (islam). Agar
pendidikan islam tidak jatuh kelubang kehancuran, maka proses improvisasi
kurikulum harus dilakukan adaptasi dan kontekstualisasi terus menerus.
Kurikulum pendidikan islam harus mencari terobosan baru yang sesuai dengan
nafas pola hidup umat manusia yang menitikberatkan nilai kemajuan dan terbebas
dari kebodohan dan kemiskinan. [8]
(2)
Sholat Berjamaah
Problematika yang ada di MAN 1 Banyumas adalah
terkait dengan sholat berjamaah. MAN 1 Banyumas telah menerapkan sholat
berjamaah bagi guru dan peserta didik. Tujuan dari dilaksanakannya sholat
berjamaah adalah menjadikan peserta didik yang berkepribadiaan baik dan islami.
Sholat berjamaah telah dimasukkan kedalam jadwal wajib. Sholat berjamaah
biasanya dilaksakan pada waktu dzuhur. Sekolah telah mengatur pelaksanaan
sholat berjamaah menjadi 5 shift, mengingat dengan banyaknya jumlah peserta dan
guru dengan daya tampung masjid sekolah. Pihak sekolah telah membuat absen
sholat berjamaah bagi setiap kelas agar guru dapat memantau perkembangan sholat
berjamaah setiap harinya. Tetapi dari beberapa tahun yang lalu hingga sekarang
ini, problematika terkait sholat berjamaah masih ada. Problematika tersebut
timbul karena kurang sadarnya peserta ddidik terhadap kewajiban. Ketika azan
sudah berkumandang siswa lebih memilih pergi ke kantin dibandingakan
menyegerakan pergi kemasjid untuk melaksanakan shlat berjamaah. Hal tersebut
dikarenakan kurangnya kesadaran dan pengetahuan islam. Menurut beliau keluarga
juga berpengaruh terhadap anak. Jika dalam keluarga telah mendidik anak sejak
kecil mengenai kewajiban sholat pastinya anak akan disiplin dalam menjalankan
sholatnya. Karena sholat adalah kewajiban sebagai umat muslim yang harus
dijalankan. Jika dalam keluarga anak tidak dididik mengenai sholat pasti anak akan
sulit untuk menjalankan sholat.
(3)
Pembiasaan Berjabat tangan atau bersalaman
c.
Solusi
(1)
Sanksi bagi peserta didik yang tidak
melaksanakan shlolat berjamaah berupa teguran dari semua guru. Tidak hanya dari
guru PAI saja tetapi dari semua guru.
(2)
Memberikan materi dan pemahaman bersama tentang
PAI atau fiqih agar berjalan dengan baik dan didukung oleh pihak sekolah.
(3)
Mamasukkan jadwal sholat berjamaah secara
bergilir
(4)
Mewajibkan peserta didik untuk mengikuti ekstra
kulikuler yang ada disekolah. Seperti Fuqi, Pramuka, Olahraga, dll yang berguna
untuk mendidik peserta didik dan menambah pengetahuan.
F.
Hasil Observasi
di Lembaga Pendidikan Non Formal
1.
Profil Madrasah Diniyah Al-Fattah Arcawinangun
Madrasah
Diniyyah Al-Fattah Arcawinangun didirikan pada tanggal 3 Oktober 2017 dengan
diresmikan oleh Departemen Agama dengan berupa pemberian piagam. Madrasah
tersebut dididrikan oleh beberapa warga masyarakat setempat diantaranya adalah
Muhamad Saifulloh, Bapak Warsim, Bapak H Warsiam, Bapak Medi, Bapak Awan, dll.
Sejarah
berdirinya Madrasah Diniyah Al-Fattah Arcawinangun berawal dari sekedar
kegiatan biasa yang berupa anak-anak yang mengaji di rumah Ustd Muhamad Saifulloh. Jumlah
santri pada saat itu adalah 15 anak. Pada saat mendirikan madrasah terdapat kendala-kendala
, yaitu kendala yang berasal dari dalam dan kendala yang berasal dari luar.
Jumlah santri di madrasah tersebut kini telah mencapai 97 anak dengan beberapa
kelas, diantaranya : untuk siswa TK-2 SD masuk kategori kelas Istidad, untuk
siswa 1-4 SD masuk kategori kelas 3 atau biasa disebut dengan Diniyah Awal, dan
untuk siswa SMP & SMA masuk kategori Majlis Ta’lim. Madrasah ini mempunyai
visi da misi berupa untuk mencetakan akhlak karimah, jujur dan mengembangkan
ilmu pengetahuan sesuai Al-Qur’an dan Hadits. Adapun tujuannya dalah untuk
meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT melalui jalur keagamaan. Madrasah ini
memiliki beberapa kegiatan yang dilakukan secara rutin , diantaranya adalah
hadroh, Murotal, dan tilawah.
Adapun prestasi
yang telah berhasil di raih oleh Madrasah Diniyah adalah (a) Juara 1 Tingkat
Kecamatan Lomba Hadroh
(b) Juara 1
Tingkat Kabupaten Banyumas Lomba Hadroh
(c) Juara 1
Murotal Qur’an Antar Madrasah
(d) Juara 1
& 2 Lomba Pildacil
(e) Sebagai
Juara Umum 2 Kali Berturut-Turut
2.
Data Observasi
a.Hari, tanggal : Kamis, 27 April 2017
b.
Tempat :
Madrasah Diniyah Al- Fattah
Arcawinangun
c.Alamat Madrasah : Arcawinangun
d.
Nama Guru (Narasumber) : Ustd Muhamad Saifulloh
3.
Kronologi Kegiatan dan Hasil Wawancara
Pada hari
kamis, 23 April 2017 saya melakukan observasi ke salah satu pendidikan non
formal yaitu di Madrasah Diniyyah Al-Fattah Arcawinangun.. Saya melakukan
wawancara tepatnya pukul 20.00 WIB. Salah satu orang yang menjadi Narasumber
adalah Ustd Muhamad Saifulloh, dimana beliau adalah pendiri Madrasah Diniyyah
Al-Fattah Arcawinangun. Hasil wawancara yang saya peroleh dari Ustd Muhamad
Saifulloh sebagai berikut:
a.
Pengertian Problematika Pendidikan Islam
Menurut beliau
problematika pendidikan islam adalah kurangnya perhatian pemerintah kepada
lembaga pendidikan islam sehingga banyak kegiatan yang berbenturan dari
kegiatan formal dengan pendidikan non formal.
b.
Problematika Pendidikan Islam
(1)
Kurangnya Pengajar
Pengajar adalah orang yang paling bertanggung
jawab dalam tugas menstransfer nilai-nilai. Keberhasilan aktivitas pendidikan
banyak bergantung pada keberhasilan pendidik dalam mengemban misi
kependidikannya. Tanpa pengajar maka proses belajar mengajar tidak akan
berjalan dengan lancar. Pengajar disini adalah sebagai orang yang mengajarkan
para santrinya ilmu yang kelak santri itu akan dibekali dengan ilmu agama. Jika
pengajar kurang maka proses belajar mengajar akan tehambat.
(2)
Kurangnya Fasilitas
Fasilitas adalah segala sesuatu yang
bersifat fisik/material, yang dapat diartikan sebagai sarana dan prasarana yang
dapat memudahkan terselenggaranya dalam pembelajaran pendidikan Islam. Kurangnya
fasilitas di madrasah ini salah satunya adalah buku, karena buku menjadi sumber
belajar bagi santri. Kurangnya buku karena ketidak mampuan santri dalam membeli
buku, karena harga buku yang mahal .
c.
Solusi
(1)
Solusi untuk menanangani kurangnya fasilitas
yaitu santri bisa mendapatkan buku dengan mengcopy buku dari buku milik
madrasah maupun milik temannya.
(2)
Solusi untuk kurangnya pengajar yaitu dengan
menmbah pengajar agar kegiatan belajr santrinya tidak terganggu. Syarat bagi
pengajar dimadrasah ini adalah lancar membaca Al-Qu’an, bisa memahami ilmu
tajwid, bisa memahami ilmu agam dan berakhlak baik.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
problematika pendidikan islam yang ada di lembaga formal diantaranya adalah
kurikulum, sholat berjamaah dan berjabat tangan. Sedangkan problematika
pendidikan islam yang ada di lembaga pendidikan non formal adalah kurangnya pengajar
dan fasilitas.
B.
Saran
1.
Lembaga Pendidikan Formal
Sebaiknya sholat berjamaah dan kebiasaan
bersalaman tetap dijalankan sesuai dengan ketentuan yang ada pada lembaga
tersebut.
2.
Lembaga
Pendidikan Non Formal
Sebaiknya pihak madrasah bisa memenuhi fasilitas
yang berupa buku kepada santri, agar santri dapat belajar dengan giat dan
mendapat wawasan yang lebih dari apa yang mereka ketahui.
DAFTAR PUSTAKA
Rohmad Ali. 2009. Kapita Selekta Pendidika., Yogyakarta:
Penerbit Teras.
Roqib Moh.
2009. Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah,
Keluarga, dan Masyarakat. Yogyakarta: PT LKiS Printing Cemerlang.
Mardianto.
2005. Pesantren Kilat Konsep, Panduan, & Pengembanga. Ciputat:
CIputat Press.
Mujtahid. 2011.
Reformasi Pendidikan Islam. Malang:
UIN Maliki Press.
Ali Suryadharma. 2013. Reformasi Paradigma Keilmuan Islam
Meneguhkan Epistemologi Islam,Menggerakakkan Pendidikan Islam. Malang: UIN
Maliki Press, 2013.
[1] Ali Rohmad, Kapita Selekta Pendidikan, (Yogyakarta;Penerbit
Teras, 2009), hlm 2-3.
[2] Moh Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan
Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat, (Yogyakarta: PT LKiS
Printing Cemerlang, 2009), hlm 122.
[3] Moh Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan
Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat, (Yogyakarta: PT LKiS
Printing Cemerlang, 2009), hlm 122.
[4] Mardianto, Pesantren Kilat Konsep, Panduan, & Pengembangan,
(Ciputat; Cputat Press, 2005), hlm 27-34.
[5] Suryadharma Ali, Reformasi Paradigma Keilmuan Islam Meneguhkan
Epistemologi Islam,Menggerakakkan Pendidikan Islam, (Malang; UIN Maliki
Press, 2013), hlm 117.
[6] Moh Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan
Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat, (Yogyakarta: PT LKiS
Printing Cemerlang, 2009), hlm 133
[7] Moh Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan
Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat, (Yogyakarta: PT LKiS
Printing Cemerlang, 2009), hlm 134.
[8] Mujtahid, Reformasi Pendidikan Islam, (Malang:UIN Maliki
Press, 2011), hlm 27-29.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar