PROBLEMATIKA
PENDIDIKAN ISLAM
DI LEMBAGA
PENDIDIKAN ISLAM
FORMAL
DAN NON FORMAL
Laporan Penelitian ini Disusun untuk Memenuhi Tugas
Akhir
Mata Kuliah Kapita Selekta Pendidikan Islam
Dosen Pengampu:
Rahman Affandi, S.Ag., M.Pd.
Disusun Oleh:
LU’LU IFTITAHUSSARIROH
NIM. 1423305246
PRODI PENDIDIKAN
GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH
FAKULTAS TARBIYAH
DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI ( IAIN )
PURWOKERTO
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Penelitian
Pendidikan
Islam adalah pendidikan yang dipahami dan dikembangkan serta disusun dari
ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu
Al-Qur’an dan as-Sunnah/ hadist.[1]
Pendidikan
Islam yang berkembang di bagi menjadi dua kategori umum, yaitu pendidikan
formal dan pendidikan non formal. Pendidikan Islam identik dengan lembaga
pendidikan ke-Islaman seperti madrasah.
Madrasah
sebagai lembaga pendidikan dalam bentuk pendidikan formal sudah dikenal sejak
awal abad ke-11 atau 12 M, atau abad ke 5-6 H, yaitu sejak dikenal adanya
Madrasah Nidzamiyah yang didirikan di Baghdad oleh Nizam Al-Mulk, seorang wasir
dari dinasti Saljuk. Pendirian madarasah ini telah memperkaya khasanah lembaga
pendidikan di lingkungan masyarakat Islam, karena pada masa sebelumnya
masyarakat hanya mengenal pendidikan tradisional yang diselenggarakan di
masjid-masjid dan dar al-khuttab. Di Indonesia, keadaanya tidak demikian,
madrasah merupakan fenomena modern yang muncul pada awal abad ke-20.[2]
Pendidikan
Islam tidak terbatas pada label Islam atau lembaga ke-Islaman, seperti pondok
pesantren atau madarasah, juga tidak terbatas pada pembelajaran ilmu-ilmu agama
Islam, seperti tafsir, hadis, fiqh, dan tashawuf. Pendidikan Islam mencakup
semua aktivitas, mulai dari konsep, visi, misi, institusi, kurikulum,
metodologi, proses pembelajaran, SDM kependidikan, lingkungan pendidikan dan
lain sebagainya, yang di semangati dan bersumber pada ajaran dan nilai-nilai
Islam, yang built-in dan proses
seluruh aktivitas pendidikan.[3]
Kegiatan
penelitian dilakukan bertujuan untuk mengenalkan kepada peneliti secara
langsung keadaan obyek yang dikunjungi tentang problematika pendidikan islam di
lembaga formal dan non formal dan apa saja isi-isi yang ada pada obyek yang diteliti,
sehingga peneliti mampu membandingkan dan mempraktekkan teori yang didapat
dalam kegiatan penelitian.
B. Fokus
Penelitian
Penelitian
yang dilaksanakan di desa Batuanten, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas ini
berfokus pada Problematika Pendidikan Islam di Lembaga pendidikan formal dan
non formal.
C. Tujuan
Kegiatan Penelitian
Adanya
kegiatan penelitian ini bertujuan untuk:
1.
Mengetahui keadaan pendidikan islam dalam lembaga pendidikan formal
dan non formal di desa Batuanten.
2.
Mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan dan problematika
pendidikan Islam di lembaga pendidikan formal dan non formal di desa Batuanten.
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
A. Subyek
Penelitian
Subjek
Penelitian adalah lembaga pendidikan Islam formal dan lembaga pendidikan Islam
non formal yang ada di desa Batuanten.
Lembaga
Pendidikan Islam formal yang di teliti yaitu MI Ma’arif NU Batuanten. Sedangkan lembaga pendidikan Islam
non formalnya yaitu Madrasah Diniyah Al-Kaitsar.
B. Metode
Penelitian
Penelitian
ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Metode penelitian deskriptif
adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Metode ini dilakukan
dengan cara menggambarkan problematika pendidikan
Islam di lembaga pendidikan formal dan non formal.
C. Instrumen
Penelitian
Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1.
Observasi
Observasi berasal dari bahasa latin yang
berarti memperhatikan dan mengikuti. Cartwright & Cartwright mendefinisikan
observasi sebagai suatu proses melihat, mengamati, dan mencermati serta
“merekam” perilaku secara sistematis untuk suatu tujuan tertentu. Observasi
ialah suatu kegiatan mencari data yang dapat digunakan untuk memberikan sutau
kesimpulan atau diagnosis.[4]
Inti dari observasi adalah adanya perilaku
yang tampak dan adanya tujuan yang ingin dicapai. Perilaku yang tampak dapat
berupa perilaku yang dapat dilihat langsung oleh mata, dapat didengar, dapat
dihitung, dan dapat diukur. Potensi perilaku seperti sikap dan minat yang masih
dlam bentuk kognisi, afeksi, atau intensi atau kecenderungan perilaku tidak
dapat diobservasi. Tujuan dari observasi adalah untuk mendeskripsikan
lingkungan (site) yang diamati, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, individu-individu
yang terlibat dalam lingkungan tersebut berserta aktivitas dan perilaku yang
dimunculkan, serta makna kejadian berdasarkan perspektif individu yang telibat
tersebut.[5]
Observasi adalah suatu proses pengamatan dan
pecatatan secara sistematis, logis, objektif, dan rasional mengenaiberbagai
fenomena, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk
mencapai tujuan tertentu.[6]
Ada beberapa teknik observasi, yaitu sebagai
berikut :
a.
Teknik obervasi langsung
Teknik ini adalah cara mengumpulkan data yang
dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan gejala-gejala yang tampak pada
objek penelitian yang pelaksanaannya langsung pada tempat dimana suatu
peristiwa, keadaan atau situasi sedang terjadi. Peristiwa, keadaan atau situasi
itu dapat dibuat dan dapat pula yang sebernanya. Pengamatan dilakukan dengan
atau tanpa bantuan alat.
b.
Teknik observasi tidak langsung
Teknik ini adalah cara menggunakan data yang
dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan gejala-gejala yang tampak pada
objek penelitian yang pelaksanaannya tidak langsung di tempat atau pada saat
peristiwa, keadaan atau situasi itu terjadi. Peristiwa, keadaan atau situasi
itu dapat sengaja dibuat dan dapat pula yang sebernanya. Pengamatannya
dilakukan dengan atau tanpa bantuan alat.[7]
2.
Wawancara
Menurut Moleong (2005), wawancara adalah
percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee)emberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Menurut Gorden (dalam
Herdiansyah, 2009) wawancara adalah percakapan antara dua orang yang salah
satunya bertugas untuk menggali dan mendapatkan informasi untuk suatu tujuan
tertentu.Stewart & Cash, mendefinisikan wawancara sebagai sebuah interaksi yang
didalamnya terdapat pertukaran atau berbagi aturan, tanggung jawab, perasaan,
kepercayaan, motif, dan informasi. Wawancara bukanlah suatu kegiatan dengan
kondisi satu orang melakukan/memulai pembicaraan sementara yang lain hanya
mendengarkan.[8]Menurut
Denzim & Lincoln, wawancara adalah percakapan seni bertanya dan mendengar.[9]
Wawancara secara garis besar di bagi menjadi
dua, yakni wawancara tak terstruktur dan wawancara terstruktur. Wawancara
tak terstruktur sering juga disebut
wawancara mendalam, wawancara intensif, wawancara kualitatif, wawancara
terbuka, dan wawancara etnografis. Sedangakan wawancara terstruktur sering juga
disebut wawancara baku, yang susunan pertanyaannya sudah di tetapkan sebelumnya
dengan pilihan-pilihan jawaban yang juga sudah disediakan.[10]
Wawancara yang dilakukan dengan pembicaraan
santai dalam berbagai situasi, dan di lakukan secara terus menerus, maka akan
mendapatkan informasi dan penjelasan yang lebih utuh, mendalam, terperinci dan
lengkap.[11]
Di sini peneliti menggunakan wawancara tak
terstruktur, dimana walaupun susunan pertanyaannya sudah di tetapkan
sebelumnya, namun untuk jawabannya tergantungdari responden. Dan susunan
pertanyaannya dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah pada
saat wawancara, disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi saat wawancara.
3.
Dokumentasi
Dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data kualitatif
dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek
sendiri atau oleh orang lain tentang subjek. Dokumentasi merupakan salah satu
cara yang dilakukan peneliti untuk mendapatkan gambaran dari sudut pandang
subjek melalui suatu media tertulis dan dokemen lainnya yang tertulis atau
dibuat langsung oleh subjek yang bersangkutan.[12]
BAB III
PEMBAHASAN
A. Waktu
dan Tempat Pelaksanaan
Kegiatan
penelitian dilakukan di MI Ma’arif NU Batuanten dan Madrasah Diniyah Al-Kaitsar
. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 22-24 April 2017. Sehingga kegiatan
ini hanya dilakukan hanya dalam tiga hari, namun peneliti mendapatkan cukup
informasi.
B.
Gambaran Umum Lembaga
Pendidikan
1.
Lembaga pendidikan formal
a.
Identitas madrasah
Nama Madrasah :
MI MA’ARIF NU BATUANTEN
Nomor Statistik Madrasah :
111233020124
Nomor Pokok Sekolah Nasional :
60710351 / 20337871
NPWP Madrasah :
31.597.216.6-521.000
Status :
Swasta
Alamat :
Desa Batuanten RT 002/001
Kec. Cilongok
Kab. Banyumas
Kode Pos. 53162 Telp : (0281) 655397
Tahun berdiri :
1 Januari 1969
Yayasan Penyelenggara :
LP Ma’arif NU Kabupaten Banyumas
No. Akta Yayasan :
37/1978 Tanggal 14 Agustus 1978
Tanggal Pendirian Madrasah : 1
Januari 1969
Piagam pendirian Madrasah : No.
Mk./3.c/2047/Pem.MI/1978 Tgl. 8-
7-1978
Status Madrasah :
Terakreditasi
“A”
No. Piagam :
Dd. 076542 Tgl. 11-11-2012
Waktu belajar :
Pagi : Jam 06.45 – 13.00
Kurikulum yang ditetapkan :
KTSP (Umum) dan K-13 (Agama)
Status tanah :
Milik Sendiri/Wakaf seluas 1602 m2
b.
Sejarah berdirinya madrasah
Berdirinya
MI Ma’arif NU Batuanten tidak lepas dari dinamika masyarakat pada saat itu,
yaitu eufhoria kemerdekaan dimana masyarakat seakan terbebas dari belenggu
penjajah yang memasung kebebasan pada saat itu. Termasuk dalam hal pendidikan
dan syiar agama. Sekolah sebagai area pendidikan, pada tahun 1950 sebenarnya
sudah baik bagi masyarakat, meskipun di luar sekolah Pondok Pesantren misalnya,
yang sudah lebih dulu ada. Namun pengakuan secara juridis dan defacto
terhadap pendidikan di luar sekolah seakan sulit. Demikanlah timbul insiatif agar pendidikan agama tanpa
menafikan asas defacto itu hadir dalam format-formal yang kelak dinamakan
madrasah. Tahun-tahun tersebut adalah jamur yang tumbuh dimusim hujan bagi
lembaga-lembaga pendidikan diluar jalur sekolah umum yang menganggap sekolah
umum adalah bawaan penjajah.
Utamanya bagi para tokoh agama, keresahan akan masa depan
pendidikan yang bernuansa agama seperti memaksa mereka untuk mendapat pengakuan
pemerintah tanpa mengesampingkan peran para agamawan dalam menegakkan dan
merebut kedaulatan RI.
Untuk waktu berikutnya model pendidikan Madrasah yang
menggabungkan ilmu umum dan agama ini pun “laris manis” terbukti dengan
menjamurnya lembaga Madrasah di seluruh penjuru tanah air. Madrasah seakan
menjawab segala keragukan terhadap pendidikan. Perkembangan pendidikan islam
tidak berhenti disini. Ia lebih pesat di waktu-waktu berikut. Sebagaimana
sedari awal ia sudah harus berhadapan dengan kaum penjajah, madrasah di masa
depan akan terus dengan tantangan-tantangan baru, bahkan hingga saat ini.
Tanpa terkecuali di Desa Batuanten, Kec. Cilongok, Kab.
Banyumas. Sekolah umum yang lebih dulu ada bertajuk SR, mengilhami para tokoh
agama setempat untuk tidak mau ketinggalan mendirikan madrasah. Dengan swadaya
dan modal “ala kadarnya” tekad itu terwujud menjadi MI Ma’arif NU Batuanten yang
hingga kini ada.
Berdirinya Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif NU Batuanten, di samping karena kondisi di atas, juga
dilatar belakangi oleh dua hal yaitu masyarakat yang seluruhnya beragama Islam
juga karena atas usul para pemuka agama (Imam Masjid/Musholla) yang mayoritas
adalah jam’iyah NU, tentu saja sebagai upaya implementasi dari sebagian
program-program NU terutama bidang Ma’arif/Pendidikan.
Sejak
tahun 1966 masyarakat Batuanten dengan semangat kegotong-royongannya sepakat
untuk merintis sebuah madrasah/sekolah yang semula bernama “Madrasah Nahdatul
‘Ulama” (Madrasah NU). Yang tentu saja ini merupakan langkah awal sebagai upaya
peningkatan syiar Islam di bidang pendidikan formal. Baru tiga tahun kemudian
tepatnya pada tanggal 1 Januari 1969 secara resmi telah didirikan sebuah
lembaga pendidikan/sekolah formal yang berciri khas agama Islam yang diberi
nama “Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif “ (MI. Ma’arif).
Selama waktu-waktu yang terlewati itu senantiasa menjadi tonggak sejarah sebagai pelajaran untuk merubah dan berbenah
diri kedalam kondisi yang diharapkan. Dan pada tahun pelajaran 2016/2017, jumlah
siswa di madrasah ini mencapai 222 siswa. Semakin tinggi kesadaran masyarakat
sekitar tentang pendidikan agama, semakin tinggi pula minat masyarakat setempat
untuk menyekolahkan putra dan putri mereka di MI Ma’arif NU Batuanten. Itulah
sekilas tentang MI yang dijadikan obyek penelitian oleh penulis.
c.
Visi, misi, dan tujuan MI Ma’arif NU Batuanten
·
Visi Madrasah
Terwujudnya Madrasah
Yang Berkualitas, Kompetitif dan Islami
·
Misi Madrasah
Mendidik siswa menjadi manusia yang cerdas,
terampil dan bertaqwa serta berakhlaqul karimah sesuai ajaran Islam.
·
Tujuan Madrasah
Memberikan dasar-dasar keimanan, ketaqwaan,
dan akhlakul karimah, sehingga siswa mampu mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
d.
Ekstrakulikuler
Pramuka :
1 x 1 minggu
Tahlil, sholawat dan do`a : Setiap hari (Sebelum KBM atau setelah Shalat
dhuha)
Olahraga :
1 x 1 minggu
Drumband : 1 x 1 minggu
Qiro`ah :
1 x 2 minggu
Pidato :
1 x 1 minggu
e.
Prestasi yang pernah dicapai
No
|
Jenis
|
Cabang
|
Tingkat
|
Hasil
|
Tahun
|
1
|
Porseni
|
Loncat Tinggi
|
Kabupaten
|
Juara II
|
2009
|
2
|
Porseni
|
Loncat Tinggi
|
Kecamatan
|
Juara I
|
2009
|
3
|
Porseni
|
Lompat Jauh
|
Kecamatan
|
Juara II
|
2009
|
4
|
Porseni
|
Tenis meja
|
Kecamatan
|
Juara II
|
2012
|
5
|
Porseni
|
Lari 200 m Pa
|
Kecamatan
|
Juara II
|
2012
|
6
|
Porseni
|
Lari 200 m Pi
|
Kecamatan
|
Juara II
|
2012
|
7
|
Porseni
|
Lari 60 m
|
Kecamatan
|
Juara III
|
2012
|
8
|
Porseni
|
Pidato B.Jawa
|
Kecamatan
|
Juara II
|
2012
|
9
|
Porsema NU
|
Pidato B. Indo
|
Kecamatan
|
Juara I
|
2012
|
10
|
Porsema NU
|
LCC
|
Kecamatan
|
Juara II
|
2012
|
11
|
HAB Kemenag ke 67
|
Olipiade IPA
|
Kecamatan
|
Juara I
|
2012
|
12
|
HAB Kemenag ke 67
|
LCC Agama
|
Kecamatan
|
Juara II
|
2012
|
13
|
HAB Kemenag ke 68
|
Olipiade IPA
|
Kecamatan
|
Juara II
|
2013
|
14
|
HAB Kemenag ke 68
|
LCC Umum
|
Kecamatan
|
Juara III
|
2013
|
15
|
HAB Kemenag ke 68
|
LCC Agama
|
Kecamatan
|
Juara II
|
2013
|
16
|
Lomba MI
|
Pidato B. Indo
|
Kecamatan
|
Juara II
|
2014
|
17
|
Lomba MI
|
Pidato B. Indo
|
Kabupaten
|
Juara III
|
2014
|
18
|
Lomba MI
|
Olimpiade UN
|
Kecamatan
|
Juara II
|
2014
|
19
|
Porsema & OSK
|
LCC Aswaja
|
Kecamatan
|
Juara III
|
2015
|
20
|
Porsema & OSK
|
Puisi Religi
|
Kecamatan
|
Juara II
|
2015
|
21
|
Porsema & OSK
|
Puisi Religi
|
Kabupaten
|
Juara III
|
2015
|
22
|
Dll.
|
2.
Lembaga pendidikan non-formal
a.
Identitas lembaga
Nama :
Madrasah Diniyah Al-Kaitsar
Status :
Swasta
Alamat :
Desa Batuanten RT 01/1 Kec. Cilongok
Yayasan Penyelenggara : Yayasan
Ismailiyyah
Waktu Belajar : Pukul
15.30-17.00 (Ba’da Ashar)
Status Tanah :
Wakaf/Milik Sendiri
b.
Visi, misi, dan tujuan Madrasah diniyyah
Al-Kaitsar
Visi,
misi dan tujuan dari Madrasah Diniyah Al-Kaitsar memang tidak tertulis, karena
memang Madrasah Diniyah Al-Kaitsar ini merupakan lembaga pendidikan Islam non
formal, jadi profil Madrasah tidak tertulis secara lengkap tidak seperti di
lembaga pendidikan formal.
Namun di bentuknya Madrasah Diniyah Al-Kaitsar
ini pastinya ada tujuan. Tidak ada sesuatu yang dilakukan tanpa adanya tujuan.
Tujuan dari Madrasah Diniyah Al-Kaitsar adalah membentuk anak agar memiliki
akhlak yang mulia. Walaupun tidak tertulis, namun tujuan ini sudah tergambar
dari materi-materi yang diajarkan oleh ustadz ustadzah dan tanpa ditulis tujuan
ini sudah tertanam dihati para ustadz ustadzah untuk membentuk anak agar
memiliki akhlak yang mulia.
C.
Hasil Penelitian tentang
Problematika Pendidikan Islam
Istilah problema/problematika berasal dari bahasa Inggris yaitu
"problematic" yang artinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam
bahasa Indonesia, problema berarti hal yang belum dapat dipecahkan; yang
menimbulkan permasalahan.
Sedangkan
yang lain menyatakan bahwa problema
atau problematika merupakan
suatu kesenjangan antara harapan dan kenyataan.[13]
Dapat disimpulkan bahwa problematika adalah berbagai
persoalan yang belum dapat terselesaikan, hingga terjadi kesenjangan antara
harapan dan kenyataan yang dihadapi dalam proses pemberdayaan, baik yang datang
dari individu Guru maupun dalam upaya pemberdayaan masyarakat Islami secara
langsung dalam masyarakat.
Sedangkan pendidikan Islam
adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik) dapat
mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam.
Dapat
disimpulkan dari pengertian problematika dan pendidikan islam. Berarti
problematika pendidikan islam adalah masalah-masalah yang terjadi dalam
pendidikan Islam.
1.
Problematika pendidikan Islam di MI Ma’arif NU
Batuanten (Formal)
Problematika yang dihadapi di dalam lembaga
pendidikan ini dapat dilihat dari beberapa faktor, seperti dari faktor profesionalisme
kemanajerial antara supervisor/pengawas, kepala madrasah, dan dewan guru.
Munculnya permasalahan pembelajaran tersebut tentu saja disebabkan berbagai hal
misalnya pembinaan yang kurang efektif dari supervisor, rendahnya hubungan
kolegial guru melakukan tukar pengalaman mengenai pembelajaran, terlalu
sedikitnya informasi baru mengenai pembelajaran yang bisa diakses oleh guru dan
lain-lain. Semua permasalahan tersebut sebetulnya tidak perlu terjadi jika
profesionalisme yang tinggi ada pada supervisor dan juga pendidik. Jika ada
kemauan bersama untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran maka
permasalahan kesulitan mengajar bagi guru akan dapat teratasi melalui kegiatan
supervisi pembelajaran yang dilakukan oleh pengawas sekolah/madrasah, kepala
sekolah/madrasah dan teman sejawat guru melalui kegiatan supervise. Para guru menganggap bahwa kegiatan supervisi baik yang dilakukan oleh
pengawas sekolah/madrasah maupun kepala sekolah/madrasah diidentikkan dengan
evaluasi sehingga guru lebih cenderung resah ketika menerima supervisi tersebut
karena merupakan program dari atasan. Pelaksanaan supervisi selama ini
sifatnya mencari kelemahan para guru sehingga para guru merasa khawatir bila didatangi supervisor.[14]
Problematika selanjutnya datang dari rendahnya
kualitas sarana dan prasarana. Di MI Ma’arif NU Batuanten, masih ada beberapa
sarana fisik yang masih kurang memadai, seperti penggunaan media belajar
rendah, buku perpustakaan tidak lengkap, ruang UKS yang masih belum memenuhi
syarat atau standar, dan lain sebagainya.
Masih ada anggapan masyarakat bahwasannya
madrasah yang pada umumnya berstatus swasta, maka selalu saja mengalami
serba kekurangan, misalnya guru yang mengajar belum tentu memperoleh imbalan
kesejahteraan yang cukup, buku-buku belum tentu tersedia dan apalagi sarana dan
prasarana lainnya. Demikian pula, beban belajar siswa, jumlahnya
jelas lebih banyak. Pengertian terbaru madrasah adalah sekolah umum yang
berciri khas agama Islam. Mata pelajaran yang bernuansa muatan ciri
khas jumlahnya tidak sedikit, yang hal ini merupakan beban tersendiri bagi para
siswa. Siswa madrasah kemudian mengikuti dua jenis ujian, yaitu ujian madrasah
(mata pelajaran ciri khas), dan juga mengikuti ujian akhir nasional. Ironisnya
yang dilihat tatkala melihat mutu madrasah hanya tertuju pada ujian akhir
nasional, dan tidak memperhatikan prestasi lainnya, misalnya keberhasilannya
dalam memperoleh prastasi kecerdasan spiritual mapun emosionalnya.[15]
2. Problematika pendidikan Islam di Madrasah Diniyyah Al-Kaitsar (Non-Formal)
Madrasah diniyyah (madin) al-Kaitsar salah
satu wadah untuk membina dan mengembangkan kehidupan beragama dalam rangka
membentuk generasi yang bertakwa kepada Allah swt yang terletak di desa
Batuanten kecamatan Cilongok. Problematika yang dihadapi di lembaga pendidikan
ini adalah kurangnya sumber daya manusia, dalam hal ini adalah pengajar.
Sebenarnya, madin ini merupakan salah satu madin yang masih bertahan diantara
madin atau tpq lain yang ada di desa Batuanten. Banyaknya peminat atau
anak-anak yang mengaji disini mengakibatkan keharusan adanya keseimbangan antara
pendidik dan peserta didik. Namun pada kenyataanya, tenaga pengajar di madin
ini masih sangat kurang, apalagi ada beberapa tenaga pengajar yang masih
mengikuti pendidikan kuliah (S-1), sehingga tidak jarang hanya beberapa guru
saja yang tersisa. Jika ada guru yang sedang kuliah sore, maka harus ada guru
yang mengampu sampai 2 kelas. Ini mengakibatkan kurang fokusnya guru dalam
mengajar.
Selain itu, problematika lain adalah
ketidakjelasan kurikulum yang digunakan di madin al-Kaitsar ini. Sebenarnya, madin
ini sudah terdaftar di kementerian agama kabupaten Banyumas, namun mereka masih
menggunakan pelajaran yang tidak sama dengan kurikulum yang sudah ditetapkan.
Mereka masih menggunakan pelajaran yang mereka tentukan sendiri. Problem lain
menyangkut tentang kurangnya sarana,prasarana, dan fasilitas. Gedung yang
mereka pakai merupakan gedung MTs Satu Atap. Dengan kata lain, madin ini belum
mempunyai gedung sendiri, karena mereka masih harus bergantian dengan siswa
MTs.
Kesejahteraan tenaga pengajar juga menjadi
masalah yang harus dihadapi oleh lembaga pendidikan ini. Upah atau gaji yang
para pengajar dapatkan masih jauh dibawah standar, dan tidak sebanding dengan
pengabdian mereka. Hingga tidak jarang orang yang mau untuk ikut mengabdi
mengajar di madin ini. Rata-rata umur pengajar di madin ini sekitar 17-25
tahun.[16]
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lembaga
pendidikan Madrasah Ibtidaiyyah Ma’arif NU Batuanten merupakan lembaga formal
yang berada dibawah yayasan LP Ma’arif NU Kabupaten Banyumas. Madrasah ini
terletak di desa Batuanten kecamatan Cilongok kabupaten Banyumas. Sekarang madrasah ini dibawah pimpinan bapak
Syaiun, M.Pd.I. dimana tenaga pengajar berjumlah 11, dan tenaga kependidikan
berjumlah 3 dengan jumlah siswa 222.
Madrasah
diniyah al-Kaitsar merupakan salah satu wadah lembaga pendidikan non formal
yang bertujuan untuk membina dan mengembangkan kehidupan beragama dalam rangka
membentuk generasi yang bertakwa kepada Allah swt. yang terletak di desa
Batuanten kecamatan Cilongok. Madin ini dipimpin oleh Bapak H. Mohammad Zuhdi
dan Ibu Hj. Mike Mughietsah, dengan jumlah pengajar 9 orang dan santri
berjumlah 112 anak.
Problematika
yang dihadapi di dalam lembaga pendidikan MI Ma’arif NU Batuanten ini dapat
dilihat dari beberapa faktor, seperti dari faktor profesionalisme kemanajerial
antara supervisor/pengawas, kepala madrasah, dan dewan guru, sarana dan
prasarana, dan juga adanya anggapan masyarakat bahwasannya madrasah yang pada
umumnya berstatus swasta, maka selalu saja mengalami serba kekurangan.
Sedangkan
problematika yang dihadapi oleh lembaga non formal, Madrasah Diniyyah
Al-Kaitsar adalah kurangnya sumber daya manusia, dalam hal ini adalah pengajar,
ketidakjelasan kurikulum yang digunakan, sarana, prasarana,dan fasilitas, dan
juga kurangnya kesejahteraan tenaga pengajar.
B. Saran
Setelah penulis mengetahui tentang problematika
lembaga pendidikan islam formal dan non formal, diharapkan penulis dan juga
pembaca bisa meminimalisir dan mampu mengetahui dan memecahkan masalah yang ada
di lembaga pendidikan yang nantinya akan mereka masuki dan berkecimpung di
dalamnya
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur
alhamdulillah kehadirat Allah swt. atas segala limpahan rahmat, taufiq,
hidayah, dan inayah-Nya, sehingga saya selaku penulis dapat menyelesaikan
laporan penelitian ini tepat pada waktunya. Laporan penelitian ini dibuat untuk
memenuhi tugas akhir semester mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam.
Saya mengucapakan terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan laporan
penelitian ini. Saya berharap dengan adanya penyusunan laporan penelitian ini
dapat memberikan manfaat dan memberikan kontribusi bagi para pembaca khususnya
mahasiswa dalam mengenal problematika lembaga pendidikan formal dan non formal,
khususnya di Desa Batuanten.
Saya selaku penulis menyadari
bahwa laporan penelitian ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu dengan segala
kerendahan hati saya mengharap kritik dan saran dari para pembaca demi
kesempurnaan pembuatan laporan penelitian dikesempatan yang akan datang.
Akhirnya dengan syukur alhamdulillah atas terselesaikannya laporan penelitian
ini, diiringi dengan doa semoga bermanfaat bagi saya selaku penulis dan pembaca
pada umumnya.
Purwokerto, 26 April 2017
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
An-Nahidl, Nunu Ahmad,
dkk. 2007. Posisi Madrasah dalam
Pandangan Masyarakat. Jakarta : Gaung Persada Press
.
Herdiansyah, Haris. 2014.
Metodologi Penelitian Kualitatif untuk
Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta : Salemba Humanika.
Muhaimin.
2005.Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada.
Mulyana, Deddy.
2006. Metodologi Penelitian Kualitatif;
Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Putra, Nusa, dkk.
2013. Penelitian Kualitatif Pendidikan
Agama Islam. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Rohmad. 2015. Pengembangan Instrumen Evaluasi dan
Penelitian. Purwokerto : STAIN Press.
Shaleh, Abdul
Rachman.2004. Madrasah dan Pendidikan
Anak Bangsa; Visi, misi, dan Aksi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Soehadha, Moh. 2012.
Metode Penelitian Sosial Kualitatif untuk
Studi Agama. Yogyakarta : SUKA-Press.
[1] Muhaimin, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi,
(Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 7.
[2] Abdul Rachman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa; Visi, misi, dan Aksi, (Jakarta
: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 11 – 12.
[3] Nunu Ahmad An-Nahidl, dkk, Posisi Madrasah dalam Pandangan Masyarakat,
(Jakarta : Gaung Persada Press, 2007), hlm. 61.
[4]Haris Herdiansyah, Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta :
Salemba Humanika, 2014), hlm. 131.
[5]Haris Herdiansyah, Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta :
Salemba Humanika, 2014), hlm. 132.
[6]Rohmad, Pengembangan
Instrumen Evaluasi dan Penelitian, (Purwokerto : STAIN Press, 2015), hlm.
121.
[7]Rohmad, Pengembangan
Instrumen Evaluasi dan Penelitian, (Purwokerto : STAIN Press, 2015), hlm.
122-123.
[8]Haris Herdiansyah, Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta :
Salemba Humanika, 2014), hlm. 118.
[9]Moh Soehadha, Metode Penelitian Sosial Kualitatif untuk Studi Agama, (Yogyakarta
: SUKA-Press,2012), hlm. 112.
[10]Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif; Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan
Ilmu Sosial lainnya, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 180.
[11]Nusa Putra dan Santi Lisnawati, Penelitian Kualitatif Pendidikan Agama
Islam, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 33.
[12]Haris Herdiansyah, Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta :
Salemba Humanika, 2014), hlm. 143.
[13] Syukir, Dasar-dasar
Strategi Dakwah Islami, (Surabaya : Al-Ikhlas, 1983), hal. 65.
[14]
Wawancara dengan Ibu Suriyah, S.Pd.I pada tanggal 01 April 2017
[15] Wawancara dengan Kepala Madrasah, Bapak
Syaiun, M.Pd.I pada tanggal 01 April 2017
[16] Wawancara dengan Kepala Madin Al-Kaitsar,
Bapak H. Mohammad Zuhdi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar