LAPORAN OBSERVASI TENTANG
PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM DI MI NEGERI WATUAGUNG
Dosen Pengampu :
Rahman Efendi S. Ag. M, Si
Disusun
oleh:
Fajriani
Ulinni’mah 1423305229
6 PGMI F
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH
JURUSAN TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI ( IAIN )
PURWOKERTO
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Peran pendidkan sangat penting dalam
kehidupan manusia bahkan tidak dapat dipisahkan dari keseluruh proses kehidupan
manusia, terutama pada anak-anak yang masih sangat membutuhkan pendidikan.
Dengan kata lain, kebutuhan manusia terdapat pendidikan bersifat mutlak dalam
kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat, bangsa dan negara. Jika sisitem
pendidikannya berfungsi secara optimal maka akan tercapai kemajuan yang
dicita-citakannya, sebaliknya bila proses
pendidikan yang dijalankan tidak berjalan secara baik maka tidak dapat
mencapai kemajuan yang dicita-citakan. Walaupun terdapat banyak kritik yang diucapkan
oleh berbagai kalangan terhadap pendidikan, atau tepatnyua terhadap praktek
pendidikan, namun hampir semua pihak sepakat bahwa nasib suatu bangsa di masa
depan sangat bergantung pada pendidikan, yaitu pendidikan formal dan pendidikan
non formal. Misalnya sangat yakin bahwa pendididkanlah yang dapat memberikan
kontribusi pada kebudayaan di hari esok.
Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat
mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran atau cara lain yang
dikenal dan diakui oleh masyarakat. Namun didalam dunia pendidikan sendiri banyak
masalah-masalah pendidikan yang dihadapi di era globalisasi ini. Masalah-masalah
tersebut sudah mulai bermunculan pada dunia pendidikan Islam, pada zaman
sekarang iptek mulai berkembang pesat di dunia pendidikan islam, sehingga kita
sebagai seorang pendidik dituntut untuk mampu
mengadaptasikan dengan kondisi yang sekarang ini, bahkan kita sebagai
seorang pendidik harus bisa menyelesaikan promlematika yang terjadi di
pendidikan formal dan pendidikan non formal.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
1.
Waktu dan tempat pelaksanaan
pendidikan formal yaitu dilaksanaka pada hari Senin, tanggal 24 April pada jam
13.45 di MI Negeri Watuagung, saya mewawancarai bapak Saridin selaku kepala
sekolah di MI Negeri Watuagung.
2.
Waktu dan tempat pelaksanan pendidikan
non formal yaitu dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 27 April pada jam 16.30
di Masjid Baiturrahman, saya mewawancarai bapak Ustad Arifin selaku guru di TPQ
AL-Hidayah.
B.
Gambaran Umum Sekolah
1.
Lembaga Pendidikan Formal
a.
Identitas Sekolah
MI Negeri Watuagung
terletak di desa Watuagung tepatnya berada di kecamatan Tambak, Banyumas, Jawa
Tengah, Indonesia. MI Negeri Watuagung didirikan pada tanggal 17 Maret tahun
1997. Saat ini MI Negeri Watuagung di kepalai oleh Bapak Saridin. MI Negeri
Watuagung dulunya bernama MI Sirojul Huda, warga disana kebanyakan bermata
pencaharian sebagai petani bagi yang tua, sedangkan yang muda kebanayakan
menjadi perantauan di antaranya ke Malaysia, Jepang, Hongkong, Taiwan serta
dalam negeri sendiri.
b.
Visi Misi
·
Visi
ü Beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt
ü Berakhlak mulia dan taat beribadah
ü Hormat dan patuh kepada guru atau orang tua
ü Cerdas dan memiliki prestasi atau nilai akademik yang baik
ü Terampil, mandiri dan percaya diri
·
Misi
ü Menciptakan iklim madrasah yang kondusif untuk proses belajar
mengajar
ü Meningkatkan PBM untuk mencapai prestasi akademik dan non akademik
untuk bekal melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi atau hidup
mandiri
ü Membiasakan peserta didik taat beribadah, santun dalam bertutur dan
berakhlak mulia
c.
Ekstra Kulikuler
·
Drumben
·
Pramuka
·
Murotal
·
Hadroh
·
Voly
·
Renang
·
Mewarnai
·
Badminton
d.
Prestasi
Prestasi yang
diraih pada MI Negeri Watuagung yaitu pernah menjuarai lomba tahfidul qur’an
tingkat kabupaten Banyumas, pernah menjuarai lomba pidato Bahasa Indonesia
tingkat kabupaten Banyumas, pernah menjuarai lomba pidato Bahasa Jawa tingkat
kabupaten Banyumas, pernah menjuarai lomba menggambar tingkat kabupaten
banyumas, dan masih banyak
lomba
lain-lainnya yang di raih oleh MI Negeri Watuagung.
2.
Lembaga Pendidikan Non formal
a.
Identitas Sekolah
TPQ Al-Hidayah
didirikan pada tanggal 17 Agustus tahun 1990 tepatnya di desa Purwodadi Rt
02/01 kecamatan Tambak kabupaten Banyumas. Saat ini TPQ diketuai oleh Ibu Yuyun
Sugiarti, awal mula didirikan TPQ Al-Hidayah yaitu karena masih kurangnya nilai-nilai agama pada
masyarakat Purwodadi, sehingga tokoh masyarakat disitu berfikir untuk membangun
TPQ.
b.
Visi Misi
·
Memebentuk generasi qurani dan Islam
dalam berfikir, beramal dan berperilaku.
·
Misi
ü Mampu membaca al-qur’an baik dan benar
ü Mampu mengamalkan nilai-nilai mulia yang terkandung dalam al-qur’an
dan as-sunnah
ü Mengenalkan dan mengajarkan akhlak Islam untuk menjadi pedoman
hidup sehari-hari berdasarkan al-qur’an dan as-sunnah
ü Menyiapkan generasi yang siap menghadapi tantangan zaman
c.
Ekstra Kulikuler
·
Tartil qur’an
·
Adzan
·
BTA ( Baca tulis al-qur’an)
·
Praktek sholat
·
Hafalan
d.
Prestasi
Prestasi yang
di raih di TPQ (taman pendidikan qur’an) yaitu menjuarai lomba LCC tingkat
kecamatan Tambak, lomba Tartil qur’an tingkat kecamatan Tambak, lomba adzan
tingkat kecamatan Tambak dan masih banyak prestasi lomba yang diraihnya.
C.
Problematika
yang dialami pada lembaga pendidikan :
1.
Lembaga
Pendidikan Formral
Pendidikan
formal adalah pendididkan yang sangat terlembaga , adanya kelas yang
bertingkat, dan struktuer sistem pendidikan yang hirarkis, yaitu tingkat
terendah adalah sekolah dasar dan tertinggi adalah universitas.[1]
Problematika
Pendidikan Islam pada Lembaga Pendidikan Formal
Problematika
yang sering dialami oleh guru pada saat mengajar peserta didik yaitu :
1)
Peserta didik kurang memperhatikan
guru pada saat pembelajaran berlangsung
2)
Peserta didik suka bicara sendidri
dan bermain sendidri
3)
Banyak peserta didik yang masih
belum bisa memahami materi atau soal-soal yang di diberikan oleh guru
4)
Terkadang ada peserta didik yang
tidak mengerjakan tugas sekolah
5)
Peserta didik sangat sulit untuk
diarahkan oleh guru
6)
Media pembelajaran yang kurang
mendukung
Pendidiakan
Islam pada Sekolah Umum
Pendidikan secara kultural pada umumnya berada dalam lingkup peran,
fungsi, tujuan yang tidak berbeda. Semuanya hidup dalam upaya yang bermaksud mengangkat
dan menegakkan martabat manusia melalui transmisi yang dimilikinya, terutama
dalam bentuk transfer of knowledge dan transfer of values.
Sebagai pendidikan yang berlabel agama, maka pendidikan islam
memiliki transmisis spiritual yang lebih nyata dalam proses pengajarannya
dibanding dengan pendidikan umum, sekalipun lembaga ini juga memiliki muatan
serupa. Kejelasannya terletak pada keinginan pendidikan islam yang
mengembangkan keseluruhan aspek dalam diri anak didik secara berimbang, baik
aspek intelektual, imajinasi dan keilmiahan.
Ilmu pengetahuan dan ilmu pendidikan tidak dapat dipisahkan, karena
perkembangan masyarakat Islam, serta tuntunannya dalam membangun manusia
seutuhnya (jasmani dan rohani) sangat ditentukan oleh kualitas ilmu pengetahuan
yang dicerna melalui proses pendidikan.
Ilmu pengetahuan yang dikembangkan dalam pendidikan haruslah
berorientasi pada nilai-nilai Islami, yaitu ilmu pengetahuan yang bertolak dari
metode ilmiah dan metode profetik. Ilmu pegetahuan bertujuan menemukan dan
mengukur paradigma dan premis intelektual yang berorientasi pada nilai dan
kebaktian dirinya pada pembaharuan dan pembangunan ,masyarakat, juga berpijak
pada kebenaran yang merupakan sumber dari segala sumber.
Pendidikan Islam tidak menghendaki terjadinya dikotomi keilmuan,
sebab dengan adanya sistem dikotomi menyebabkan sistem pendidikan islam menjadi
sekularistis, rasionalistis-empiris, intuitif dan materialistis.
Realitas membuktikan bahwa pendidikan agam (Islam) dan pendidikan
umum selama ini sering diberikan batasan pengertian sebagai berikut :
1)
Pendikan agama yaitu penyelenggaraan
pendidikan yang memberikan materi atau mata pelajaran agama, sedangkan
pendidikan umum yaitu penyelenggaraan pendidikan yang memberikan materi mata
pelajaran umum.
2)
Pendidikan agama sebagai lembaga
pendidikan pada madrasah atau sejenisnya, sedangkan pendidikan umum sebagai
lembaga pendidikan umum SD, SMP, SMA dan sejenisnya.
Dengan begitu mata pelajaran agama juga sudah saatnya dan memang
sewajarnya memiliki fasilitas-fasilitas penunjang yang lengkap seperti
mushalla, langgar atau masjid. Sebagaimana terpenuhinya fasilitas-fasilitas
mata pelajaran umum seperti IPA dan lain-lain.
Pendidikan
Islam dalam Hubungannya dengan Iptek
Kemajuan teknologi dalam satu dasawarsa ini telah menampakkan
pengaruhnya pada setiap dan semua kehidupan individu, masyarakat dan negara.
Dapat dikatakan bahwa tidak ada orang yang dapat mengelakkan dirinya dari
pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, iptek bukan saja
dirasakan oleh individu, akan tetapi dirasan pula oleh masyarakat, bangsa dan
negara.
Satu hal yang tidak dapat disangka, bahwa peradaban modern pun
bertumpu pada iptek. Kedua komponen peradaban ini (ilmu pengetahuan dan
teknologi) begitu besar pengaruhnya, hingga kemajuan suatu kelompok masyarakat
sekarang lebih diukur dari sisi kemajuan iptek yang dikuasainya. Dengan cara
pandang yang demikian, maka tak pelak lagi dunia barat memiliki banyak
keunggulan dibanding belahan dunia yang lain. Visi ini menempatkan negara barat
pada posisi yang menguntungkan baik secara politis, ekonomi maupun kultural.
Bagaimana eksistensi pendidikan Islam dalam menghadapi arus
perkembanagn Iptek yang sangat pesat tersebut. Bagaimanapun tampaknya
pendidikan Islam (terutama lembaganya) dituntun untuk mampu mengadaptasikan
dirinya dengan kondisi yang ada.
Dampak kemajuan iptek terhadap pendidikan Islam
Adanya tuntutan modernisasi pendidikan yang menjadi ciri zaman
sekarang memiliki dimensi dan kekuatan yang amat kuat dan dahsyat. Terjadinya
evoluusi semacam ini memang dilatar belakangi berbagai alasan, bagaimanapun
tingkat perkembangan ekonomi, kemajuan teknologi, kebudayaan sistem politiknya,
tidak bisa dipungkiri bahwa inilah fenomena global yang sedang dihadapi dunia
pendidikan sekarang ini.
Pendidikan Islam dituntut untuk mampu menciptakan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang bermuara pada nilai-nilai Islam.
Padahal dari beberapa pakar berpendapat bahwa abad ke-21 merupakan
abad globalisasi, sebagai akibat dari kemajuan Iptek, komunikasi dan informasi
dengan berbagai macam implikasinya, baik yang bersifat harapan maupun
tantangan. Dalam konteks ini pendidikan Islam masih terus berbenah untuk
mengejar berbagai ketertinggalan, dilain pihak kemajuan Iptek terus berjalan
dengan menghasilkan kemajuan-kemajuan yang dicapainya.
Barangkali kita menyadari bahwa kehadiran teknologi dengan berbagai
kemajuan yang dibawanya adalah bersifat fasilitatif terhadap kehidupan manusia
yang dalam kesehariannya disibukkan dengan berbagai problem. Dengan demikian
sebenarnya jika kita bisa memanfaatkan teknologi tersebut sebaik-baiknya, dalam
artian kita tidak terbawa arus dan hanyut olehnya, tentu saja teknologi akan
membawa dampak positif dalam kehidupan manusia.[2]
Sebagai pendidik, guru harus mampu menempatkan dirinya sebagai
pengarah dan pembina pengembang bakat dan kemampuan anak didik kearah titik
maksimal yang dapat mereka capai. Dengan demikian, guru bukan hanya memompakan
ilmu pengetahuan ke dalam jiwa anak melalui kecerdasan otaknya, akan tetapi
harus mampu mengarahkan ke mana seharusnya bakat dan kemampuan masing-masing
anak didik itu dikembangkan. Sasaran tugas guru sebagai pendidik tidak hanya
terbatas pada kecerdasan otak saja, melainkan juga berusaha membentuk seluruh
pribadi anak menjadi manusia dewasa yang berkemampuan untuk menguasai ilmu
pengetahuan dan mengembangkannya untuk kesejahteraan hidup umat manusia.
Kemampuan tersebut berkembang menurut sistem nilai-nilai yang dijiwai
norma-norma ketuhanan/agama serta perikemanusiaan yang adil dan berada, dan
sebagainya.
Guru sebenarnya adalah tokoh ideal, pembawa norma dan nial-nilai
kehidupan masyarakat dan sekaligus pembawa cahaya terang bagi anak didik dalam
kehidupan ilmu pengetahuan. Mengingat betapa besarnya peran guru yang demikian
itu, maka kepribadian guru banyak masyarakat sekitar (terutana dipedesaan)
apalagi dikalangan anak didiknya didalam dan diluar lingkungannya sekolah
sendiri. [3]
2.
Lembaga Pendidikan Non formal
Pendidikan non
formal adalah setiap kegiatan yang terorganisasi dan sisitematis diluar siistem
persekolahan yang mapan. Dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting
dari aktifitas yang lebih luas. Yang sengaja dilakukan untuk melayani belajar peserta
didik tertentu dalam mencapai tujuannya. Pendidikan non formal melayani
pendidikan kepada masyarakat baik orang dewa maupun anak-anak (Mundzir, 2010:
7). Berdasarkan pemikiran tersebut, maka pendidikan non formal dapat mengisis
kekosongan aktivitas, termasuk aktivitas anaka-anak agar dapat mengembangkan
kecerdasan, kreativitas dan karakternya secara optimal.[4]
Problematika
Pendidikan Islam pada Lembaga Pendidikan Non formal
1)
Peserta didik kurang memperhatikan
guru pada saat pembelajaran berlangsung
2)
Peserta didik suka bicara sendidri
dan bermain sendidri
3)
Banyak peserta didik yang masih
kesulitan dalam membaca al-quran
4)
Banyak peserta didik yang tidak
menulis
5)
Kurangnya sarana dan prasana seperti
papan tulis dan white board yang menjadi kendala pada saat mengajar
Ada beberapa faktor yang pada hakekatnya pendidikan formal kurang
bisa memenuhinya sehingga perlu mengadakan jenis kegiatan pendidikan lain yang
disebut pendidikan non formal, faktor-faktor tersebut meliputi :
Pertama, kemajuan teknologi yang anatara
lain membuat usangnya hasil penemuan masa lampau, sekaligus dengan itu membuka
perspektif baru. Terlebih-lebih bagi mereka yang sudah bekerja dan yang telah
keluar dari pendidikan formilnya.
Kedua, lahirnya persoalan-persoalan baru
terhadap mana orang harus belajar tentang bagaimana menghadapinya, soal-soal
mana tidak dapat diserahkan hanya kepada pendidikan informal maupun lembaga
pendidikan formil.
Ketiga, keinginan untuk maju, untuk
belajar yang kian meningkat. Mereka pernah bersekolah, umumnya telah bekerja,
tetapi mereka ingin menambah atau memperbaiki pengetahuan serta kecakapannya.
Keempat, perkembangan alat-alat komunikasi
yang memperluas kemungkinan untuk mengikuti pendidikan tanpa datang kesekolah
atau yang memperluas kemungkinan untuk meyakinkan program pendidikan secara
sistematis tanpa mengumpulkan orang yang bersangkutan dalam suatu tempat yang
sama.
Kelima, terbentuknya bermacam-macam
organisasi sosial yang menambah medan pendidikan serta kebutuhan akan melenggarakan
pendidikan Non formil yaitu karena organisasi-organisasi tersebut banyak yang
ingin menambah pengetahuan serta ketrmpilan anggotanya lewat forum organisasi
yang dapat diandalkan.
Dengan demikain hubungannya dengan kelima faktor diatas pendidikan
non formil jelas memegang peran yang penting dan dapat berfungsi melengkapi
pendidikan formil yang ada sekarang ini.[5]
Penggunaan
istilah pendidikan non formal muncul dalam konteks yang luar biasa dari
masyarakat yang merasakan bahwa pendidikan (formal) yang telah dilaksanakan
dianggap telah gagal. Pendidikan tidak hanya dianggap gagal di Negara
berkembang tetapi juga mengalami kegagalan di masyarakat barat. Di dunia barat,
gerakan reformasi tampil dalam bentuk yang berbeda-beda namun dalam semua perencanaan
dan pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan di Negara berkembang
pada tahun 1968 sampai pada tahun 1986, pendidikan non formal dianggap sebagai
“panacea” dalam mengatasi semua permasalahan dalam pendidikan.
Karakteristik
pendidikan non formal
Menurut Manual Pendidikan Non formal dai PEACE Corps (2004: 5-6), beberapa hal yang harus
diidentifisikasi ketika akan melaksanakan pendidikan non formal adalah (1)
Pendidikan non formal berfokus pada kebutuhan peserta didik. Pendidikan non
formal yang dilakukan haruslah sesuai dengan apa yang diinginkan dan dibutuhkan
oleh orang yang akan menjadi peserta didik; (2) Menggunakan peserta didik
sebagaiu sumberdaya, karena semua peserta didik dipercaya memilih pengetahuan
dan ketrampilan dasar yang sudah dimiliki. Pengetahuan dan ketrampilan dasar
yang sudah dimiliki harus dihormati dan dihargai sebagai bentuk kontribusi
mereka terhadap proses pendidikan yang dilaksanakan; (3) Menekankan kepada
aktivitas yang relevan dan tujuan yang bersifat praktis. Fokus pembelajaran
misalnya pada pengembangan kehidupan perempuan sebagai pribadi keluarganya dan
komunitasnya.
Bentuk Lembaga Pendidikan Non formal
Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 26, lembaga pendidikan non formal memiliki kriteria sebagai
berikut :
Pertama, pendidikan non formal diselenggarakan bagi warga
masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti,
penambah, dan pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendudkung pendidikan
sepanjang hayat.
Kedua, pendidikan non formal berfungsi mengembangkan potensi
peserta didik, denmgan penekanan penguasaan, pengetahuan dan ketrampilan
fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
Ketiga, pendidikan non formal meliputi pendidikan kecakapan hidup,
pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan
perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan ketrampilan dan pelatihan kerja,
pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditunjukan untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik.
Keempat, satuan pendidikan non formal terdiri atas lembaga kursus,
lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan
majelis taklim serta satuan pendidikan yan sejenis.
Kelima, kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang
memerluka bekal pengetahuan, ketrampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk
mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri
danmelanjutkan pendidiakn kejenjang yang lebih tinggi.
Keenam, hasil pendidikan non formal dapat dihargai setara dengan
hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan
oleh lembaga yang ditujuk oleh Pemerintah atau Pemerintah daerah dengan mengacu
pada strandar nasional pendidikan.
Program pendidikan non formal adalah layanan pendididkan yang
diselenggarakan untuk memberdayakan masyarakat melalui pendidikan kecakapan
hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan
pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, serta pendidikan ketrampilan dan
pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditunjukan
untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Guru atau praktisi pendidikan harus memperhatikan agar permainan
agar sesuai dengan tujuan pembeljaran yang sudah direncanakan dengan cara : (1)
pertahankan fokus anak-anak dalam pembelajaran, guna serangkaian strategi untuk
mendukung dan mengembangkan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan anak-anak; (2)
membantu dan mendukung agar anak-anak sukses dalam mengembangkan gagasannya;
(3) yakinkan bahwa lingkungan pembelajaran menyediakan serangkaian stimulasi
yang berisi material yang selalu ada, baik dilakukan didalam atau diluar kelas
sehingga anak-anak dapat mengombinasikan dengancara mereka sendiri untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan; (4)
yakinkan bahwa nak-anak telah memanfaatkan waktu untuk mengembangkan
aktivitas mereka; (5) doronglah anak-anak untuk menggunakan bahasa dalam
pembelajaran untuk membuat rencana, melakukan dan mereview aktivitas mereka,
misalnya menggunakan kata seingat saya, saya mencoba, kita telah menemukan,
kita tahu, kita pikir, kita telah menyelesaikan masalah dll; (60 gunakan
pendekatan problem solving untuk menyelesaikan konflik atau isu berkaitan
dengan perilaku untuk membantu anak-anak menyadari sudut pandang orang lain dan
berfikir bersama untuk menyepakati sebuah solusi; (7) observasi aktivitas
anak-anak secara penuh, mencoba
menemukan apa yang mereka pikirkan tentang pembelajaran dan tujuan permainan,
sehingga hal tersebut dapat mendukung dan mengembangkan fokus pembelajaran
anak-anak pada saat itu atau pada saat berikutnya dengan perubahan lingkungan
atau aktivitas lain yang direncanakan.[6]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Jalur pendidikan Formal adalah jalur
pendidikan yang dilaksanakan dalam beberapa jenjang, yaitu: jenjang pendidikan
dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Sedangkan di Pendidikan non formal yaitu di
TPQ Al-Hidayah ini mengalami problematika seperti halnya sarana dan
prasarananya yang kurang mendukung pembelajaran.
Jadi kita sebagai pendidik kita harus mampu menempatkan dirinya
sebagai pengarah dan pembina pengembang bakat dan kemampuan anak didik kearah
titik maksimal yang dapat mereka capai. Dengan demikian, guru bukan hanya
memompakan ilmu pengetahuan ke dalam jiwa anak melalui kecerdasan otaknya, akan
tetapi harus mampu mengarahkan ke mana seharusnya bakat dan kemampuan
masing-masing anak didik itu dikembangkan.
B.
Saran
1.
Lembaga pendidikan formal
Saran saya,
sebaiknya jika di lembaga pendidikan formal Sebaiknya dirapatkan bersama agar
menciptakan suatu program-progam terencana yang bisa memecahkan
problematika-problematika yang dialami oleh para guru pada saat mengajar
2.
Lembaga pendidikan non formal
Saran saya,
sedangkan dipendidikan non formal semua perlengkapan di TPQ, seperti papan
tulis dan lain sebagainya itu harus dilengkapi, agar para guru lebih mudah
mengajarkan pada santri, kebanyakan yang menjadi kendala di pendidikan non
formal yaitu kurangnya perlengkapan untuk mengajar.
DAFTAR PUSTAKA
Sumiarti. 2016. Ilmu Pendidikan. Purwokerto:
STAIN Press
Hasbullah. 1996. Kpita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada
Arifin, Muzayyidi. 2008. Kapita Selekta Pendidikan Islam.
Jakarta: PT Bumi Aksarahlm
Joesoep, Solaiman, dkk. 1981. Pendidikan Luar Sekolah.
Surabaya: Usaha Nasional
[2] Hasbullah, Kpita Selekta Pendidikan Islam,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 5-22.
[3] Muzayyidi Arifin, Kapita Selekta
Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara,2008), hlm.118-119.
[5] Solaiman
Joesoep dkk, Pendidikan Luar Sekolah, (Surabaya: Usaha Nasional, 1981),
hlm. 39-40.
[6] Sumiarti, Ilmu
Pendidikan, (Purwokerto: STAIN
Press, 2016), hlm. 41-51.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar