Selasa, 02 Mei 2017

1423305250 Nofita Tristanti (MIM Pengadegan dan TPQ Al-Furqon Pengadegan)



PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM PADA LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM FORMAL DAN NON FORMAL
(Studi Kasus Di MI Muhammadiyah Pengadegan dan TPQ Al- Furqan Pengadegan)
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Kapita Selekta Pendidikan Islam”
Dosen Pengampu: Rahman Afandi, S.Ag, M.S.I

Disusun Oleh:
Nofita Tristanti          142330520

PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN )
PURWOKERTO
2017

BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan dapat dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku anak didik agar lebih dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar dimana individu itu berada.[1] Peran pendidikan sangat penting dalam kehidupan manusia bahkan tidak dapat dipisahkan. Suatu pendidikan tidak akan lepas dari berbagai unsur, yang salah satunya ialah pendidik.
Pendidik dalam pendidikan islam pada hakikatnya adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan seluruh potensi dan kecenderungan yang ada pada peserta didik, baik yang mencangkup ranah afektif, kognitif, dan psikomotorik. Dan sebagai negara yang berpenduduk mayoritas muslim, pendidikan islam baik pendidikan formal dan non formal  mempunyai peranan yang signifikan terhadap pengembangan sumber daya manusia dan pembangunan karakter yang islami. Sehingga masyarakat yang tercipta merupakan cerminan dari masyarakat islami. Namun dalam pelaksanaannya, sebuah pendidikan  formal maupun non formal memiliki problematika-problematika tersendiri yang harus terselesaikan. Oleh karena itu, penulis akan membahas tentang problematika yang berada di dalam pendidikan formal dan non formal.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana waktu dan tempat pelaksanaan observasi?
2.      Bagaimana gambaran umum tentang lembaga pendidikan formal (MI Muhammadiyah Pengadegan) dan pendidikan non formal (Tpq Al-Furqon)?
3.      Apa saja problematika pendidikan islam yang berada dalam lembaga pendidikan formal dan non formal?

C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui waktu dan tempat pelaksanaan observasi.
2.      Untuk mengetahui gambaran umum tentang lembaga pendidikan formal (MI Muhammadiyah Pengadegan) dan pendidikan non formal (Tpq Al- Furqon).
3.      Untuk mengetahui problematika pendidikan islam yang berada dalam lembaga  pendidikan formal dan non formal.



4.       
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Waktu dan Tempat Pelaksanaan Observasi
1.      Lembaga Pendidikan Formal  (Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Pengadegan)
Tempat                  :MI Muhammadiyah Pengadegan, Kec.Pengadegan,
Kab. Purbalingga.
Waktu Kegiatan    : Sabtu,  29 April 2017

2.      Lembaga Pendidikan Non Formal  (TPQ Al-Furqon)
Tempat                  : Tpq Al-Furqon, Kec.Pengadegan,Kab.Purbalingga
Waktu Kegiatan    : Selasa, 18 April 2017

B.     Gambaran Umum Tentang Lembaga Pendidikan Formal (MI Muhammadiyah Pengadegan) Dan Pendidikan Non Formal (Tpq Al- Furqon).
1.      Lembaga Pendidikan Formal (MI Muhammadiyah Pengadegan)
a.       Identitas sekolah
1)        Nama Sekolah      :    Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Pengadegan
2)        Tahun Berdiri       :    1 Januari 1961
3)        Tahun Beroperasi :    1961
4)        Nomor Statistik Sekolah  : 111233030159
5)        SK Terakhir Sekolah        : Badan Akreditasi Nasional
      Sekolah/ Madrasah (BAN-S/M)
6)        Status Sekolah                  : Swasta
7)        Akreditasi                         :  A
8)        Luas Tanah                       :  1.450
9)        Kepemilikan Tanah          : Wakaf
10)    Status Bangunan              : Milik sendiri

b.      Alamat Sekolah
1)        Provinsi                :     Jawa Tengah
2)        Kabupaten/Kota   :     Purbalingga
3)        Kecamatan           :     Pengadegan
4)        Desa                     :     Pengadegan
5)        Jalan                     :     Jalan Raya Pengadegan
6)        Telepon                 :     -
7)        Website/Email      :     mim.pengadegan@gmail.com
8)        Kode Pos              :     53393

c.       Identitas Kepala Sekolah
1)        Nama                                :  Imawati Latifah, S.Pd.I
2)        NIP                                   :  197006291994032001
3)        Tempat, Tanggal Lahir     :  Purbalingga, 29 Juni 1970
4)        Pendidikan Terakhir         :  S 1
5)        Fakultas/Jurusan               :  Tarbiyah/PAI
6)        Pangkat/Gol                     :  Penata Muda Tk. 1/III b
7)        Nomor/Tanggal SK          :  Kw.11.1/2/KP.07.1/5597/2010
8)        Alamat Rumah                 :  Desa Pengadegan Rt.05 Rw. 03,   
         Kec. Pengadegan Kab. Purbalingga
9)        No. Telp/Ponsel                :  081327444973

d.      Keadaan Siswa
Keadaan siswa tiga tahun terakhir di MIM Pengadegan Tahun Pelajaran 2011 - 2016
No
Tahun Pelajaran
L
P
Jumlah
Keterangan
1.
2.
3.
4.
5.
2011/2012
2012/2013
2013/2014
2014/2015
2015/2016
111
97
111
119
126
103
109
110
120
125
214
206
221
240
251
Kelas I s/d VI

e.       Jumlah Kelas Paralel
1)      Kelas I                  :  2 Paralel
2)      Kelas II                :  2 Paralel
3)      Kelas III               :  2 Paralel
4)      Kelas IV               :  2 Paralel
5)      Kelas V                :  2 Paralel
6)      Kelas VI               :  1 Paralel

f.       Keadaan Guru
1)        Jumlah Guru Keseluruhan            :  13 orang
2)        Guru Tetap                                   :  5 orang
3)        Guru Tetap Yayasan                    :  8 orang

g.      Data Bangunan Lain
1)        Ruang Kantor                               :  1 buah
2)        MCK Guru                                   :  1 buah
3)        MCK Siswa                                  :  3 buah
4)        Perpustakaan                                :  1 buah

h.      Sumber Air Bersih                              :  Sumur Gali
i.        Susunan Pengurus Yayasan
1)        Ketua                                            :PARWOTO
2)        Wakil Ketua                                 :YUL HAJIONO
3)        Sekretaris I                                   :ACHMAD KUSAIRI
4)        Sekretaris II                                  :ARIF JUMANTORO
5)        Bendahara I                                  :Drs. SUMITRO
6)        Bendahara II                                :KUNTORO
7)      Anggota                                       :MISRAN
8)      Anggota                                       :PUJO ASMORO
9)      Anggota                                       :YUNDI HARYONO

j.        Susunan Pengurus Komite
                 Susunan Pengurus Komite MI Muhammadiyah Pengadegan
NO
NAMA
JABATAN
KETERANGAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11
12.
13
14
15
Misran
Dj. Aseg Widuri
Rian Dwi Cahyono, S.Pd.I
Hartini
Sumitro, SE
Istiroah
Pujo Asmoro, S.Pd
Yulhajiono
Juliono
Mudzakir, S.Pd
Tugiyo, S.Pd
Untung Adiyono, S.Pd.I
Yundi Haryono
Paryono, S.Pd.I
Amin Sujari
Ketua I
Ketua II
Sekretaris I
Sekretaris II
Bendahara I
Bendahara II
Kesiswaan
Kebijakan dan Program
Penggalian Dana
Penigkatan Motivasi Akademik
Akademik
Pemberdayaan Masyarakat
Dunia Usaha
Sarana Prasarana
Humas
Wali Murid
Tokoh Masyarakat
Guru
Wali Murid
Wali Murid
Guru
Tokoh Pendidikan
Tokoh Masyaraakat
Wali Murid
Tokoh Pendidikan
Wali Murid
Guru
Wk. Dunia Usaha
Guru
Wali Murid

k.      Visi misi MI Muhammadiyah Pengadegan
Visi
“Pendidikan kader umat yang benar dan pintar”
Misi
-          Menanamkan dasar aqidah yang islamiyah dan murni
-          Membentuk pribadi yang berakhlakul karimah
-          Mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman.
-          Mempersiapkan generasi penerus bangsa yang berkualitas

l.        Ekstrakurikuler
Ekstrakurikuler yang berada di MI Muhammadiyah Pengadegan ada ekstrakurikuler pramuka, tapak suci dan lainnya. Namun untuk ekstrakurikuler yang diadakan rutin setiap minggu ialah tapak suci. Selain itu untuk ekstrakurikuler lain  seperti MTQ dan lain lain, biasanya diadakan ketika akan diadakan lomba-lomba atau event tertentu. Jadi semisal akan ada lomba pidato, MTQ, dan seterusnya maka dari pihak sekolah akan mendampingi dan memberikan pelatihan dan pengajaran kepada anak-anak.
m.    Prestasi
Untuk prestasi di MI Muhammadiyah Pengadegan ini cukup banyak memperoleh prestasi dari tahun ketahun, hal ini bisa dilihat dari banyaknya piala yang berada di ruang guru. Seperti halnya kejuaran di tahun ini yaitu:
-          Juara 2 kaligrafi Putra tingkat Kabupaten (Muhammadiyah)
-          Juara 1 Matematika tingkat Kecamatan
-          Harapan 1 Paduan Suara tingkat Kabupaten
-          Harapan 2 Matematika tingkat Kabupaten (Muhammadiyah)
-          Juara 1 Matematika LSM tingkat Kecamatan (MI Kemenag)
-          Juara 3 Pidato bahasa Indonesia kecamatan Pengadegan
-          Juara 3 Putra Putri MTQ kecamatan Pengadegan
Kejuaraan-kejuaaran tersebut merupakan data dari prestasi yang pernah diraih oleh MI Muhammadiyah Pengadegan, namun sebenarnya masih banyak kejuaraan ataupun prestasi lainnya yang belum peneliti tulis.
2.      Lembaga Pendidikan Non Formal (Tpq Al- Furqon)
a.       Identitas Tpq
1)      Lokasi Tpq Al- Furqon
Lokasi Tpq Al- Furqon ini berada di Desa Karang Moncol, Dusun Bandingan, Kecamatan Pengadegan, Kabupaten Purbalingga. Proses kegiatan belajar mengaji dilakukan di Masjid yang bernama MAsjid Al- Furqon. Oleh karena itu dalam proses pendidikannya dinamakan sebagai Tpq Al- Furqon. Tpq ini letaknya cukup strategis, yaitu berada diperempatan dan letaknya berada ditengah, sehingga anak yang rumahnya dari arah sebelah timur, barat, utara dan selatan tidak terlalu jauh untuk menjangkau ke tpq tersebut.

2)      Pengajar di Tpq Al- Furqon
Di Tpq Al- Furqon, pengajar di Tpq ini berjumlah tiga orang. Yang mana kedua pengajar ini adalah pengajar yang sudah lama mengajar dan sudah berpuluh-puluh tahun yaitu Bapak Amin Sarif dan Ibu Asmiah , beliau adalah sepasang suami istri yang sudah mengajar sejak dulu dan sampai sekarang beliau masih mengajar di Tpq Al- Furqon. Dan untuk pengajar yang satunya lagi ialah pengajar baru yaitu Ibu Eni.

b.      Visi misi
Visi misi di Tpq ini belum ada secara tertulis, hal ini dikarenakan karena tpq ini belum adanya pengelolaan yang baik. Dan untuk  kegiatan belajar mengaji diadakan berada di dalam masjid. Tpq ini belum ada visi dan misi secara tertulis, namun dalam sebuah lembaga pendidikan islam tentunya memiliki sebuah visi misi untuk menyiapkan generasi muslim yang beriman, berakhlak mulia, dan berjiwa qurani serta berpengetahuan luas.

C.     Problematika Pendidikan Islam
1.      Lembaga pendidikan Formal (MI Muhammadiyah Pengadegan)
Dalam wawancara yang penulis lakukan di MI Muhammadiyah Pengadegan, yaitu hari Sabtu, 29 April 2017 dengan Ibu Imawati Latifah selaku kepala Sekolah di MI tersebut, bahwa problematika pendidikan islam yang berada di MI tersebut ialah:
a.       Akhlakul Karimah Peserta Didik
Dalam paradigma Pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan. Di sini peserta didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah jasmani maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, ukuraan, maupun perimbangan pada bagian-bagian lainnya.[2]
Adapaula penyebutan peserta didik dengan sebutan anak didik. Dalam perspektif filsafat pendidikan islam, hakikat anak didik terdiri dari beberapa macam:
1)      Anak didik adalah darah daging sendiri. Orang tua adalah pendidik bagi anak-anaknya maka semua keturunannya menjadi anak didiknya dalam keluarga.
2)      Anak didik adalah semua anak yang berada di ba2ah bimbingan pendidik di lembaga formal maupun non formal.
3)      Anak didik secara khusus adalah orang-orang yang belajar di lembaga pendidikan tertentu yang menerima bimbingan, pengarahan, nasehat, pembelajaran dan berbagai hal yang yang berkaitan dengan proses kependidikan.[3]
Dalam wawancara yang penulis lakukan dengan kepala sekolah MIM pengadegan yaitu Ibu Imawati Latifah, bahwa salah satu masalah dalam pendidikan islam adalah akhlak siswa. akhlak merupakan suatu gambaran tingkah laku dalam jiwa yang dari padanya lahir perbuatan-perbuatannya dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Dan dalam hal ini akhlak merupakan sebuah problematika dimana siswa sulit di nasehati dan diberi arahan, serta menerapkan.
 Akhlak siswa terbentuk tidak hanya dari peran sebuah pendidikan formal namun dari keluarga , lingkungan, merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadapa akhlak siswa. Apalagi dengan berkembangnya arus globalisasi dan teknologi yang semakin canggih tentu saja hal ini menyebabkan adanya pergeseran budaya, etika dan sebagainya. Ketika zaman dahulu, seorang anak ketika dinasehati oleh seorang guru anak pasti akan menurut dan cenderung tidak akan melawan, ketika zaman dahulu anak sangat patuh dan hormat terhadap seorang guru. Bahkan ketika hendak mengaji ke masjid hal ini menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri bagi anak ketika.
 Namun melihat arus globalisasi sekarang, dan teknologi yang semakin canggih terutama gadget anak-anak cenderung sulit untuk menerapkan ajaran yang telah diberikan oleh guru, meskipun setiap hari ada pembiasaan hafalan, solat duha, solat jamaah, berjabat tangan dengan guru dan sebagainya. Selain itu minat siswa tehadapa hafalan juga semakin berkurang. Begitupun akhlak antar sesama teman, masih saja ada anak-anak yang berlarian, mengejek temannya, dan sebagainya. 
Dalam paradigma jawa, pendidik diidentikkan dengan guru (gu dan ru) yang berarti “digugu dan dititu”. Dikatakan “digugu” (dipercaya) karena guru memiliki seperangkat ilmu yang memadai, yang karenanya ia memiliki wawasan dan pandangan yang luas dalam meihat kehidupan ini. Dikatakan “ditiru” (diikuti) karena guru memiliki kepribadian yang utuh, yang karenanya segala tindak tanduknya patut dijadikan panutan dan suri tauladan oleh peserta didikknya. Pengertian ini diasumsikan bahwa tugas guru tidak sekedar transformasi ilmu (knowledge) tetapi juga ia mampu menginternalisasikan ilmunya pada peserta didikknya.[4]
Guru merupakan seorang pendidik yang harus di hormati namun, di zaman sekarang rasa penghormatan terhadap guru sekakan berkurang. Anak-anak yang di ajarkan dan diberi arahan untuk memiliki akhlak yang baik sesama teman, guru, dan orangtua tidak diterapkan oleh siswa, sehingga guru terkadang bingung dengan cara yang harus ditempuh agar anak mampu mendengarkan dan menerapkan.

b.      Sarana dan prasarana
Di MI Muhammadiyah Pengadegan,jumlah peserta didik keseluruhan ada 247 siswa yang terbagi menjadi VI kelas. Dan untuk kelas I sampai kelas V adalah kelas paralel yaitu kelas A dan kelas B dengan rata-rata siswa setiap kelasnya kurang lebih 20 siswa. Sedangkan untuk kelas yang tidak paralel hanya kelas VI. Karena banyak kelas yang paralel maka ada satu kelas yang ruangnnya hampir bebarengan dengan ruang guru. Dan untuk sarana LCD  yang dimiliki oleh MI Muhammadiyah untuk sekarang ini baru memiliki satu LCD.

2.      Lembaga Pendidikan Non Formal (Tpq Al- Furqon)
Dalam observasi yang penulis lakukan di TPQ Al- Furqan Pengadegan, pada tanggal 10 april 2017, problem-problem atau masalah yang berada di Tpq tersebut ialah:
a.       Kurangnya SDM
Pendidik dalam konteks islam , sering disebut dengan murabbi, mu’alim, dan mu’adib, yang pada dasarnya mempunyai makna yang berbeda sesuai dengan konteks kalimat,  walaupun dalam situasi tertentu mempunyai kesamaan makna. Pendidik dalam pendidikan islam pada hakikatnya adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan seluruh potensi dan kecenderungan yang ada pada peserta didik, baik yang mencangkup ranah afektif, kognitif, dan psikomotorik.
Pendidik adalah bapak rohani (spiritual father) bagi peserta didik, yang memberikan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan mempernaiki akhlak yang kurang baik.  Dari beberapa pandangan ulama, Al- Ghazali berasumsi bahwa pendidik merupakan pelita segala aman, orang yang hidup semasa dengannya memperoleh pancaran cahaya (nur) keilmuan dan keilmiahannya. Dalam pandangan Al- Ghazali, seorang pendidik mempunyai tugas yang utama yaitu menyempurnakan, membersihkan, mensucikan, serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. [5]
Di Tpq Al-Furqon, guru yang mengajar ngaji ada tiga orang. Dimana ke dua guru ngaji tersebut adalah orang yang sudah lama mengajar dan sudah berpuluh-puluh tahun di tpq tersebut yaitu Bapak Amin Sarif dan Ibu Asmiah. Namun ada satu tambahan guru ngaji belum lama ini yaitu Ibu Eni. Dari pengamatan yang saya lakukan, dalam proses mengaji di tpq tersebut masih tetap seperti dulu ketika saya masih kecil dimana dalam proses mengaji  menggunakan cara  bergantian, ketika anak sudah datang  anak-anak berdoa bersama dan  langsung mengaji ke gurunya dan gurunya menyimak sembari memperhatikan jika ada kesalahan dan membetulkannya. Dan ketika anak tersebut dianggap sudah (dalam mengajinya) maka bergantian dengan anak yang lain. Dan anak yang sudah mengaji biasanya anak langsung bermain dengan teman yang lain. Anak yang sudah mengaji biasanya bermain sekaligus menunggu semuanya selesai dan adzan untuk solat berjamaah. Setelah adzan ashar berkumandang dan setelah selesai melkukan solat berjamaah, anak-anak langsung pulang kerumah masing-maisng. Hal ini merupakan suatu probelmatika dimana kurangnya pemberian materi lain tentang keislaman dan sebagainya setelah anak selesai mengaji semua.  
Sebenarnya pengajar atau pendidik mampu memberikan materi lain, atau lagu-lagu, atau hal-hal tentang kajian keislaman yang menarik setelah mereka semua solat berjamaah. Jadi pengajar bisa bercerita tentang kisah-kisah nabi, tata cara wudhu, solat, doa sehari-hari dan sebagainya. Sehingga selain anak mendapatkan pengetahuan tentang ilmu keislaman yang lain, anak juga menjadi senang dan tertarik. Hal ini juga mampu memberi penguatan tentang materi agama islam ke peserta didik ketika di sekolah.  Selain itu, guru juga nantinya akan bisa mengevaluasi sejauh mana pengetahuan anak didiknya terhadap keislaman. Hal ini juga dikarenakan karena kurangnya minat masyarakat atau pemuda-pemudi yang memiliki ilmu pengetahuan dan pengalaman yang lebih untuk menyalurkan ilmu mereka. Pendidik di Tpq tersebut yang notabennya pengajar zaman dulu masih berpaku dengan metode terdahulu.  Hal ini sebenarnya dapat diatasi dengan mengadakan sosialisasi dan motivasi akan pentingnya Tpq kepada masyarakat sekitar. Selain itu, kurangnya SDM dapat dilakukan dengan meminta para pemuda atau masyarakat  yang  memiliki kemampuan lebih dalam bidang keislaman untuk saling berbagi ilmu maupun pengalaman untuk mengajar di Tpq tersebut.

b.      Tidak adanya Kurikulum atau Jadwal Mengaji
Dalam PP No. 19/2005, pasal 1, yang dimaksud kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.[6] Kurikulum sebagai sebuah perangkat pendidikan terdiri atas empat unsur utama, yaitu tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembeajaran, dan evaluasi hasil belajar.
Dengan berkembangnya tujuan pendidikan islam, materi pendidikan pun mengalami pekembangan. Setidaknya ada 4 bidang materi pendidikan islam yaitu pendidikan keberagamaan, pendidikan akhlak, pendidikan kesehatan jasmani, serta pengetahuan yang berkaitan dengan kemasyarakatan dan politik kenegaraan. Selain materi pendidikan, metodenya pun mengalami perkembangan. Metode dialog mengedepan dalam pembelajaran materi keagamaaan.[7]
Di Tpq Al-Furqon ini, sistem mengaji atau proses mengajinya ialah dengan sisem bergantian dan tidak ada jadawalnya, karena sistem ini masih berlanjut sejak zaman dahulu sampai sekarang dimana anak yang mengaji langsung saja mengaji ke gurunya dan gurunya hanya menyimak dan membetulkan. Dan ketika anak dianggap sudah mampu membaca di halaman tersebut, maka anak lanjut ke halaman selanjutya. Dan biasanya setelah semua anak selesai mengaji maka nantinya menunggu solat jamaah bersama. Jadi tidak ada materi lain setelah mengaji.  Jadwal mengaji yang berada di Tpq Al-Furqon merupakan suatu kebiasaan yang sejak dulu yang mana tidak ada jadwal setelah selesai mengaji seperti bercerita tentang nabi dan lain-lain. Seperti yang sudah dijelaskan pada poin atas bahwa pengajar di tpq ini ialah orang yang sudah mengajar berpuluh-puluh tahun maka kurikulumnya pun tidak ada dan hanya meneruskan metode atau cara yang sudah biasa diterapkan sejak dulu.
Kurikulum atau jadwal mengaji menjadi hal penting untuk terciptanya ketepatan maupun kesesuaian dalam proses pembelajaran. Karena ketika suatu lembaga pendidikan tidak ada kurikulum, maka lembaga tersebut kurang berkembang. Tidak adanya kuikulum di Tpq ini, dapat diatasi dengan kesiapan para pengajar untuk merumuskan visi, misi, tujuan maupun hal lainnya. Karena kurikulum di Tpq biasanya dibuat oleh pengajar itu sendiri yang mana disesuaikan dengan keadaan anak , masyarakat, lingkungan dan sebagainya. Dengan adanya kurikulum maka tpq akan berkembang dan mampu untuk melahirkan output-output yang berkualitas.

c.       Kurangnya perhatian dari para orang tua mengenai pendidikan islam
Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang tertua dan utama bagi anak. Secara sederhana keluarga diartikan sebagai kesatuan hidup bersama yang pertama dikenal oleh anak. Pendidikan keluarga dalam hal ini berfungsi sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak, menjamin kehidupan emosional anak, menenamkan dasar pendidikan moral pada diri anak, memberikan dasar pendidikan sosial , serta meletakkan dasar-dasar pendidikan keagamaan bagi anak.[8] 
Dilihat dari segi pendidikan, keluarga merupakan satu kesatuan hidup bersama (sistem sosial, yakni: terdiri dari ayah, ibu, dan anak). Tanggung jawab pendidikan yang perlu disadarkan dan dibina oleh kedua orang tua terhadap anaknya adalah memelihara dan membesarkannya, melindungi, dan menjamin kesehatannya (jasmani dan rohani), mendidik dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi kehidupannya kelak, membahagiakannya dunia dan akhirat (sebagai tujuan akhir hidup muslim) dengan memberikanya pendidikan sesuai dengan ketentuan Allah SWT.[9]
Dari hasil observasi yang saya lakukan,  orang tua kurang memperhatikan pendidikan agama  untuk anak-anaknya. Hanya sedikit orang tua yang masih mengajarkan pentingnya pendidikan agama kepada anak-anak mereka. Para orang tua biasanya memasukkan anaknya ke Tpq untuk belajar mengaji ketika masih kecil. Orang tua menganggap ketika anaknya dimasukkan kedalam tpq, maka anaknya nantinya dengan berjalannya waktu akan mampu membaca iqra dan al-qur’an. Dan setelah  anak  mereka khatam Al-qur’an lalu kemudian beranjak remaja, orang tua menganggap proses belajar di Tpq sudah sesesai. Dan dianggap bahwa kemampuan membaca Al- Qur’annya dianggap baik. Selain itu ketika orang tua memasukan anaknya kesebuah lembaga Tpq, orang tua terkadang tidak mengajarkan kembali di rumah, dan menganggap pembelajaran di tpq sudah cukup.
Kurangnya perhatian  dan kesadaran dari para orang tua dapat diatasi dengan adanya sosialisasi bahwa pentingnya pendidikan agama diberikan kepada anak bukan hanya dalam pendidikan di Tpq atau Sekolah, namun pendidikan agama akan lebih baik jika ditanamkan oleh orang tua sendiri (keluarga). Dan  anak-anak tidak hanya disiapkan melalui kemampuan otak atau IQ saja tetapi juga harus disiapkan kemampuan spiritualnya, agar anak-anak tersebut dapat menjadi manusia-manusia seutuhnya di masa depan kelak dan mempunyai dasar yang kuat.

d.      Kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung
Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana dimana di tpq tersebut kurang adanya bahan bacaan atau cerita-cerita islami yang membuat anak tertarik dan lebih memahami tentang islam. Apabila sarana prasarana maupun fasilitas untuk menunjang proses belajar mengajar atau mengaji terpenuhi dan banyak, maka kegiatan anak yang biasanya selesai mengaji bermain sendiri dapat menjadi teralihkan dengan adanya bahan-bahan bacaan yang menarik.

e.       Kurangnya pengertian masyarakat terhadap pembayaran
Dalam proses mengajar di TPQ guru yang mengajar sama sekali tidak meminta balas jasa. Namun untuk pembiayaan lain, orang tua hanya dimintai biaya 6 ribu sebagai biaya SPP. Namun dengan uang 6 ribu satu bulan sekali, terkadang ada orang tua yang bermasalah. Kurangnya kesadaran dan pengertian akan sebuah lembaga pendidikan non formal sangat kurang. Ketika biaya SPP per bulannya 10 – 15 ribu, maka pendidik atau pengajar bisa lebih mengkeasikan pembelajaran dan mampu menghadirkan fasilitas-fasilitas untuk menunjang wawasan keislaman anak-anak. Karena sebuah lembaga pendidikan juga berkembang ketika masyarakat ikut berperan dalam proses mengembangkan sebuah pendidikan.






BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pendidikan dapat dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku anak didik agar lebih dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar dimana individu itu berada. Dan Peran pendidikan sangat penting dalam kehidupan manusia bahkan tidak dapat dipisahkan. Suatu pendidikan tidak akan lepas dari berbagai unsur, yang salah satunya ialah pendidik. Semua unsur akan saling mempengaruhi satu sama lain demi terciptanya sebuh pendidikan yang baik. Dalam pendidikan terdapat berbagai macam pendidikan baik formal, non formal, maupun in formal. Berekembangnya arus globalisasi dan kemajuan teknologi menimbulkan berbagai macam problematika dalam segala aspek bidang kehidupan, dan salh satunya ialah bidang pendidikan. Dan problematika ini menjadi salah satu hal yang harus diselesaikan oleh sebuah lembaga pendidikan dengan campur tangan oleh pihak orang tua, lingkungan maupun masyarakat.

B.     Saran
1.      Lembaga Pendidikan Formal
Sebagai pendidik jangan pernah lelah dan letih untuk mengajar, membina, membimbing, dan mengarahkan anak agar memiliki akhlakul karimah  dan pengetahuan yang baik. Karena peserta didik merupakan aset bangsa agar terciptanya sebuah negara yang maju dan berkualitas.
2.      Lembaga Pendidikan Non Formal
Masyarakat harus lebih menyadari akan pentingnya lembaga pendidikan non formal yaitu Tpq, dan lebih saling bergotong-royong bekerja sama antara pengajar dan masyarakat umum  agar terwujudnya lembaga pendidikan non formal lebih berkualitas, unggul dan berprestasi serta mampu mencetak output yang memiliki daya saing tinggi baik di dalam maupun di luar lembaga.










DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 1991. Ilmu Pendidikan. Jakarta : Melton Putra.
Basri, Hasan. 2009.  Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Muhammad Muntahibun Nafis, Muhammad . 2011. Ilmu Pendidikan ISLAM. Yogyakarta: Teras.
Sutrisno dan Muhyid Albarobis. 2012. Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Nizar, Samsul. 2002.  Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis. Jakarta: Ciputat Pers.
Nurul Yaqin, Zubad. 2009.  Al- Qur’an sebagai media pembelajaran. Malang: UIN Malang Press.




Lampiran :
Description: C:\Users\belvara\dokumen mi pgdgn\IMG_20170429_090157.jpg    Description: C:\Users\belvara\dokumen mi pgdgn\IMG_20170429_090209.jpg
                   Profil MIM Pengadegan              Struktur Organisasi MIM Pengadegan

Description: C:\Users\belvara\dokumen mi pgdgn\IMG_20170429_090225.jpg     Description: C:\Users\belvara\dokumen mi pgdgn\IMG_20170429_093126.jpg
Visi Misi MIM Pengadegan         Proses Wawancara dengan Kepala Sekolah


Description: C:\Users\belvara\dokumen mi pgdgn\IMG_20170429_090040.jpg  
Description: C:\Users\belvara\dokumen mi pgdgn\IMG_20170429_104730.jpg
Prestasi yang diraih oleh MIM Pengadegan

Description: C:\Users\belvara\dokumen mi pgdgn\IMG_20170429_103755.jpg
Description: C:\Users\belvara\dokumen mi pgdgn\IMG_20170429_103804.jpg
Gambar MIM pengadegan



[1] Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan, (Jakarta : Melton Putra, 1991), Hal. 71
[2] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Pers,2002), hlm. 47.
[3] Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm. 88.
[4] Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan ISLAM, (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm 90.
[5] Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan ISLAM, (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm 88.
[6] Sutrisno dan Muhyid Albarobis, Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm 61.
[7] Sutrisno dan Muhyid Albarobis, Pendidikan Islam Berbasis Problem...., hlm 90-91.

[8] Zubad Nurul Yaqin, Al- Qur’an sebagai media pembelajaran, (Malang: UIN Malang Press, 2009), hlm21-22.
[9] Zubad Nurul Yaqin, Al- Qur’an sebagai media pembelajaran..., hlm27.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar